Tania menggelengkan kepala, dengan suara lemah ia berkata, “Kamu tidak akan pernah mengerti, Ryan!”Ryan membungkukkan badan hendak mengambil ponsel Tania, tetapi Istrinya itu telah terlebih dahulu melakukannya.Dengan suara bernada tegas Ryan memberikan perintah kepada Tania, “Berikan secara sukarela, atau saya akan mengambilnya dengan paksa!”Tania mendongak ke arah Ryan dengan tatapan memohon. Namun, Ryan bergeming. Ia tetap mengulurkan tangan untuk menerima ponsel itu.Pundak Tania terasa lunglai dengan enggan ia menyerahkan ponselnya kepada Ryan. Ia memejamkan mata, karena tidak siap dengan apa yang akan dilakukan oleh Ryan kepadanya.Rahang Ryan mengetat, begitu melihat apa yang ada di ponsel Tania. Istrinya itu berada di atas tempat tidur dengan rambut yang tergerai acak-acakan di atas bantal. Selimut yang menutupi badannya tidak menutupi pundaknya yang telanjang. Di sampingnya berbaring seorang pria dan sayangnya wajah pria itu tidak tertangkap kamera.“Brengsek, Tania! Mengap
“Apa maksud ucapanmu itu, Tania?” Ryan mencoba mencegah Tania untuk berjalan.Tania mencoba menepis tangan Ryan, dengan suara lemah ia berkata, “Saya mau mun …” Belum selesai ia mengucapkan kata-katanya. Tania sudah memuntahkan isi perut ke arah Ryan.Ryan membulatkan mata menatap tidak percaya, karena Tania sudah memuntahi kemeja dan celananya. “Sialan, Tania! Kalau tidak kuat minum jangan minum sekarang kau mabuk dan hanya menyusahkan saja.”Tania menutup mulut menahan agar ia tidak mengeluarkan isi perutnya. Setengah sempoyongan dan hampir saja terjatuh, kalau ia tidak ia ditolong oleh Ryan.Dengan sigap Ryan membopong Tania membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi Ryan menurunkan Tania di depan walking closet. Sehingga ia bisa menumpahkan isi perutnya di sana.Setelah selesai, Tania membasuh wajahnya dengan air. Diterimanya handuk kecil untuk mengeringkan wajah, yang disodorkan Ryan kepadanya. Tania memejamkan mata, sambil memijat kepalanya yang terasa pusing.“Sekara
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Mulutnya terbuka, kemudian ia tutup kembali. Ia terdiam selama beberapa saat, sebelum membuka suaranya, “Me-mengapa harus tinggal bersama mereka? Tidak bisakah kita tetap tinggal di apartemen kita saja?”Ryan memandang Tania dengan penuh selidik. Ia mengamati wajah Istrinya itu yang terlihat gugup, tetapi ia berusaha untuk menyembunyikannya. “Mengapa kau terlihat gugup mendengarnya? Jangan berbohong lagi katakan saja apa yang membuat kau dan Ibu bertengkar?”Tania yang merasa terdesak oleh pertanyaan dan pernyataan dari Ryan bangkit dari duduk di atas tempat tidur. Ia berjalan menuju sofa yang ada di depan televsi, lalu duduk di sana, sambil menyenderkan punggung dan memejamkan mata.Didengarnya suara Ryan kesal, karena kotoran bekas muntahnya masih berceceran di lantai. Ia kembali mengangkat gagang telepon menghubungi pegawai hotel untuk mengirimkan petugas kebersihan.Tania baru saja terlelap, ketika ia merasakan lengannya disentuh dengan pe
Tania menyembunyikan rasa sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. “Tentu saja saya tidak akan terlalu percaya diri untuk berpikir kau membeli kebun bunga ini untuk saya. Wanita itu beruntung mendapatkan hadiah kebun bunga darimu.”Tania, kemudian berjalan menjauh dari Ryan. Ia berjalan mendekati Budi dan asisten Ryan. Ia mencoba untuk menghindari Ryan. Setidaknya dengan berada jauh dari suaminya itu, ia dapat melupakan bayangan, kalau Ryan tentu saja mencintai wanita yang mendapatkan kebun bunga ini.“Kebun bunga ini sangat luas dan bunga-bunganya begitu cantik. Sungguh memanjakan mata melihatnya,” kata Tania, begitu ia sudah berada dekat dengan Budi.Budi tersenyum ke arah Tania, ia dapat melihat, kalau tadi Ryan dan istrinya yang cantik ini bertengkar. “Tentu saja, tetapi masih kalah cantik denganmu semua bunga itu.”Dan tentu saja Ryan mendengar apa yang dikatakan oleh Budi. Ia berdehem dengan nyaring. “Tentu saja kumbang, sepertimu akan suka untuk menggoda bunga yang cantik.
Ryan menghela napas, ia memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa suka sekali bertengkar dengan Tania. “Diamlah Tania! Kau sudah cukup membuat saya marah.”Tania menutup mulut dalam hati ia bertekad tidak akan membuka suara, biar saja Ryan nanti bicara sendiri.Suasana di dalam mobil terasa tegang, karena dua orang penumpang yang duduk di jok belakang memasang aksi saling diam.Beberapa jam, kemudian mobil berhenti di depan hotel. Ryan melirik Tania yang rupanya tertidur. Ia mencondongkan badan untuk membangunkan Tania dari tidurnya.“Bangunlah, kita sudah sampai!” seru Ryan.Perlahan Tania membuka matanya, ia membuka pintu mobil yang ada di sisinya duduk, lalu keluar disusul Ryan.Sesampainya di kamar hotel Tania langsung menuju kamar mandi. Ia membersihkan wajahnya di depan wastafel. Setelahnya, ia keluar kamar mandi dan dilihatnya Ryan yang sedang duduk, sambil menelepon.Begitu melihat Tania sudah keluar dari kamar mandi Ryan memandangnya dengan dingin. “Kita pulang! Berkemalah saya
‘Sialan! Mengapa saya masih terpesona dengan mantan suami, yang sekarang menjadi suami lagi. Padahal, pria itu hanya memberikan rasa sakit saja,’ omel Tania dalam hati.Tania sudah berdiri di parkiran bandara dan ia sedang mencari taksi yang kosong untuk membawanya pergi dari bandara. Terlalu fokus Tania tidak menyadari, kalau Ryan sudah berada di sampingnya. Hingga ia merasakan tangannya digandeng Ryan dengan erat.“Apakah kau mencoba untuk kabur? Kau pikir bisa pergi begitu saja dariku?” Tanya Ryan, sambil menggandeng tangan Tania menuju sopirnya yang sudah datang.“Saya membawa mobil sendiri. Tolong, kau ambil bagasi saya dan nanti kau pulang dengan Ades,” perintah Ryan kepada sopirnya.Wajah sopir itu berubah begitu mendengar nama Ades, sepertinya ia sudah lama mengenal wanita itu. Hal itu tidak luput dari pengamatan Tania.Ia berpikir, kalau Ades ini sudah sering bersama dengan Ryan. Apakah itu setelah mereka bercerai ataukah selama mereka menikah Ryan sudah berhubungan dengan Ad
Ryan menjauhkan badan sedikit melihat Tania. “Itu hanya alasanmu saja untuk menghindar.” Rayn memberikan ciuman di bibir Tania lama dan dalam sampai membuat keduanya melupakan sekitar mereka.Keduanya, bahkan tidak menyadari saat terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Sampai suara ketukan di pintu mobil menyadarkan keduanya.“Tania, Ryan! Apa yang kalian berdua lakukan? Ayo masuk rumah!” tegur Ayah Tania.Tania mendorong Ryan menjauh dan ia hendak membalikkan badan melihat Ayahnya. Namun, tangan Ryan dengan sigap menahannya. Ia memberikan kode ke arah gaun Tania yang sudah terbuka, karena ulahnya.Tania menundukkan kepala dan baru sadar akan hal itu. Ia melayangkan tatapan galak kepada Ryan, yang dibalas oleh suaminya itu dengan kedipan mata.“Kau terlalu terpukau sampai tidak menyadari apa yang telah terjadi.” Bisik Ryan, sambil menaikkan kembali restleting gaun Tania.Beruntung bagi mereka berdua kaca mobil itu gelap, sehingga orang yang berada di luar tidak dapat melihat denga
Ryan terdiam mendengar apa yang dikatakan Tania selama sesaat yang singkat. Ia, kemudian mencekau dagu Tania dengan kasar. “Kalau begitu cepat katakan, agar saya mengerti!”Tania menepis tangan Ryan dengan kasar, ia kemudian membuka pintu mobil lalu keluar. Dengan setengah berlari Tania menuju pintu gerbang yang tertutup.“Pak, tolong bukakan pintu gerbangnya!” perintah Tania kepada petugas keamanan yang berjaga.Petugas keamanan itu terlihat ragu membukakan pintu untuk Tania. Terlebih dirinya melihat dari jauh mobil putra dari Tuannya berjalan mendekat ke arah pintu gerbang.Tania menoba untuk membuka pintu gerbang tersebut dan untungnya memang tidak terkunci, sehingga ia bisa keluar dengan mudah.Ia melihat kiri dan kanan berharap ada taksi atau ojek yang lewat. Namun, sebelum ia menemukan taksi yang kosong. Tania merasakan pinggangnya diraih dengan kasar.Badannya diputar, sehingga ia berhadapan dengan wajah Ryan yang terlihat garang. “Kenapa kabur? Kejahatan apa yang sudah kamu la