Bunyi ponsel Ryan yang nyaring membuat Tania merasa memiliki kesempatan untuk terbebas dari Ryan.“R-Ryan ponselmu berdering, mungkin itu penting.” Tania mendorong Ryan, agar menjauh darinya.Ryan yang pada awalnya mengabaikan panggilan telepon itu menjadi gusar, karena ponselnya terus saja berdering. Ditambah dengan Tania yang mendesaknya untuk mengangkat membuat Ryan melepaskan Tania, walaupun ia merasa enggan.“Untuk sementara waktu kau selamat. Ingat! Jangan pancing emosiku,” peringat Ryan.Diambilnya ponselnya yang terletak di atas meja bar, kemudian ia mengangkat panggilan telepon dari seseorang yang berada di ujung sana.‘Halo! Kau harus memberikan informasi yang penting, karena sudah mengganggu!’ tegur Ryan kepada sekretarisnya, melalui telepon.Suara sekretarisnya terdengar gugup saat menyahut di ujung sambungan telepon, ‘Maaf, Pak! Saya hanya mau mengingatkan, kalau pesawat Bapak akan berangkat satu jam lagi dan Bapak harus segera check in.’‘Oke, terima kasih sudah menginga
Tania menggelengkan kepala, dengan suara lemah ia berkata, “Kamu tidak akan pernah mengerti, Ryan!”Ryan membungkukkan badan hendak mengambil ponsel Tania, tetapi Istrinya itu telah terlebih dahulu melakukannya.Dengan suara bernada tegas Ryan memberikan perintah kepada Tania, “Berikan secara sukarela, atau saya akan mengambilnya dengan paksa!”Tania mendongak ke arah Ryan dengan tatapan memohon. Namun, Ryan bergeming. Ia tetap mengulurkan tangan untuk menerima ponsel itu.Pundak Tania terasa lunglai dengan enggan ia menyerahkan ponselnya kepada Ryan. Ia memejamkan mata, karena tidak siap dengan apa yang akan dilakukan oleh Ryan kepadanya.Rahang Ryan mengetat, begitu melihat apa yang ada di ponsel Tania. Istrinya itu berada di atas tempat tidur dengan rambut yang tergerai acak-acakan di atas bantal. Selimut yang menutupi badannya tidak menutupi pundaknya yang telanjang. Di sampingnya berbaring seorang pria dan sayangnya wajah pria itu tidak tertangkap kamera.“Brengsek, Tania! Mengap
“Apa maksud ucapanmu itu, Tania?” Ryan mencoba mencegah Tania untuk berjalan.Tania mencoba menepis tangan Ryan, dengan suara lemah ia berkata, “Saya mau mun …” Belum selesai ia mengucapkan kata-katanya. Tania sudah memuntahkan isi perut ke arah Ryan.Ryan membulatkan mata menatap tidak percaya, karena Tania sudah memuntahi kemeja dan celananya. “Sialan, Tania! Kalau tidak kuat minum jangan minum sekarang kau mabuk dan hanya menyusahkan saja.”Tania menutup mulut menahan agar ia tidak mengeluarkan isi perutnya. Setengah sempoyongan dan hampir saja terjatuh, kalau ia tidak ia ditolong oleh Ryan.Dengan sigap Ryan membopong Tania membawanya ke kamar mandi. Sesampainya di kamar mandi Ryan menurunkan Tania di depan walking closet. Sehingga ia bisa menumpahkan isi perutnya di sana.Setelah selesai, Tania membasuh wajahnya dengan air. Diterimanya handuk kecil untuk mengeringkan wajah, yang disodorkan Ryan kepadanya. Tania memejamkan mata, sambil memijat kepalanya yang terasa pusing.“Sekara
Tania menatap tidak percaya ke arah Ryan. Mulutnya terbuka, kemudian ia tutup kembali. Ia terdiam selama beberapa saat, sebelum membuka suaranya, “Me-mengapa harus tinggal bersama mereka? Tidak bisakah kita tetap tinggal di apartemen kita saja?”Ryan memandang Tania dengan penuh selidik. Ia mengamati wajah Istrinya itu yang terlihat gugup, tetapi ia berusaha untuk menyembunyikannya. “Mengapa kau terlihat gugup mendengarnya? Jangan berbohong lagi katakan saja apa yang membuat kau dan Ibu bertengkar?”Tania yang merasa terdesak oleh pertanyaan dan pernyataan dari Ryan bangkit dari duduk di atas tempat tidur. Ia berjalan menuju sofa yang ada di depan televsi, lalu duduk di sana, sambil menyenderkan punggung dan memejamkan mata.Didengarnya suara Ryan kesal, karena kotoran bekas muntahnya masih berceceran di lantai. Ia kembali mengangkat gagang telepon menghubungi pegawai hotel untuk mengirimkan petugas kebersihan.Tania baru saja terlelap, ketika ia merasakan lengannya disentuh dengan pe
Tania menyembunyikan rasa sakit mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. “Tentu saja saya tidak akan terlalu percaya diri untuk berpikir kau membeli kebun bunga ini untuk saya. Wanita itu beruntung mendapatkan hadiah kebun bunga darimu.”Tania, kemudian berjalan menjauh dari Ryan. Ia berjalan mendekati Budi dan asisten Ryan. Ia mencoba untuk menghindari Ryan. Setidaknya dengan berada jauh dari suaminya itu, ia dapat melupakan bayangan, kalau Ryan tentu saja mencintai wanita yang mendapatkan kebun bunga ini.“Kebun bunga ini sangat luas dan bunga-bunganya begitu cantik. Sungguh memanjakan mata melihatnya,” kata Tania, begitu ia sudah berada dekat dengan Budi.Budi tersenyum ke arah Tania, ia dapat melihat, kalau tadi Ryan dan istrinya yang cantik ini bertengkar. “Tentu saja, tetapi masih kalah cantik denganmu semua bunga itu.”Dan tentu saja Ryan mendengar apa yang dikatakan oleh Budi. Ia berdehem dengan nyaring. “Tentu saja kumbang, sepertimu akan suka untuk menggoda bunga yang cantik.
Ryan menghela napas, ia memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa suka sekali bertengkar dengan Tania. “Diamlah Tania! Kau sudah cukup membuat saya marah.”Tania menutup mulut dalam hati ia bertekad tidak akan membuka suara, biar saja Ryan nanti bicara sendiri.Suasana di dalam mobil terasa tegang, karena dua orang penumpang yang duduk di jok belakang memasang aksi saling diam.Beberapa jam, kemudian mobil berhenti di depan hotel. Ryan melirik Tania yang rupanya tertidur. Ia mencondongkan badan untuk membangunkan Tania dari tidurnya.“Bangunlah, kita sudah sampai!” seru Ryan.Perlahan Tania membuka matanya, ia membuka pintu mobil yang ada di sisinya duduk, lalu keluar disusul Ryan.Sesampainya di kamar hotel Tania langsung menuju kamar mandi. Ia membersihkan wajahnya di depan wastafel. Setelahnya, ia keluar kamar mandi dan dilihatnya Ryan yang sedang duduk, sambil menelepon.Begitu melihat Tania sudah keluar dari kamar mandi Ryan memandangnya dengan dingin. “Kita pulang! Berkemalah saya
‘Sialan! Mengapa saya masih terpesona dengan mantan suami, yang sekarang menjadi suami lagi. Padahal, pria itu hanya memberikan rasa sakit saja,’ omel Tania dalam hati.Tania sudah berdiri di parkiran bandara dan ia sedang mencari taksi yang kosong untuk membawanya pergi dari bandara. Terlalu fokus Tania tidak menyadari, kalau Ryan sudah berada di sampingnya. Hingga ia merasakan tangannya digandeng Ryan dengan erat.“Apakah kau mencoba untuk kabur? Kau pikir bisa pergi begitu saja dariku?” Tanya Ryan, sambil menggandeng tangan Tania menuju sopirnya yang sudah datang.“Saya membawa mobil sendiri. Tolong, kau ambil bagasi saya dan nanti kau pulang dengan Ades,” perintah Ryan kepada sopirnya.Wajah sopir itu berubah begitu mendengar nama Ades, sepertinya ia sudah lama mengenal wanita itu. Hal itu tidak luput dari pengamatan Tania.Ia berpikir, kalau Ades ini sudah sering bersama dengan Ryan. Apakah itu setelah mereka bercerai ataukah selama mereka menikah Ryan sudah berhubungan dengan Ad
Ryan menjauhkan badan sedikit melihat Tania. “Itu hanya alasanmu saja untuk menghindar.” Rayn memberikan ciuman di bibir Tania lama dan dalam sampai membuat keduanya melupakan sekitar mereka.Keduanya, bahkan tidak menyadari saat terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Sampai suara ketukan di pintu mobil menyadarkan keduanya.“Tania, Ryan! Apa yang kalian berdua lakukan? Ayo masuk rumah!” tegur Ayah Tania.Tania mendorong Ryan menjauh dan ia hendak membalikkan badan melihat Ayahnya. Namun, tangan Ryan dengan sigap menahannya. Ia memberikan kode ke arah gaun Tania yang sudah terbuka, karena ulahnya.Tania menundukkan kepala dan baru sadar akan hal itu. Ia melayangkan tatapan galak kepada Ryan, yang dibalas oleh suaminya itu dengan kedipan mata.“Kau terlalu terpukau sampai tidak menyadari apa yang telah terjadi.” Bisik Ryan, sambil menaikkan kembali restleting gaun Tania.Beruntung bagi mereka berdua kaca mobil itu gelap, sehingga orang yang berada di luar tidak dapat melihat denga
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b