Tania melihat ke arah Ryan dengan raut wajah terkejut, ia tidak mengira Ryan akan bersungguh-sungguh mempertemukannya dengan kedua orang tua pria itu. “Ti-tidak bisakah ditunda sampai besok? Diriku belum siap bertemu dengan mereka.”
‘Bagaimana diriku bisa sanggup bertemu kembali dengan kedua orang tua Ryan? Diriku bukanlah wanita yang mereka harapkan untuk menjadi istri Ryan,’ batin Tania.
Ryan memberikan tatapan galak kepada Tania. Dengan suara dingin ia berkata, “Kau tidak memiliki hak untuk mendebat apa yang kukatakan!”
Dengan enggan Tania bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Ryan tepat di belakangnya.
Secara mendadak Ryan menghentikan langkah, sehingga Tania menabrak punggungnya. “Nanti ketika di rumah kedua orang tuaku kau harus berjalan di sampingku! Dan bukannya menguntit di belakangku, seperti apa yang kamu lakukan sekarang ini,” tegur Ryan galak.
Tania menganggukkan kepala dengan lemah, ia tidak memiliki kemampuan untuk menentang apa yang sudah diputuskan oleh Ryan. Sekalipun hatinya berontak, pria itu memiliki kuasa atas dirinya.
Dengan berdampingan keduanya berjalan keluar dari apartemen Ryan. Tania menggenggam erat tas tangannya, seolah benda itu mampu membantu mengusir rasa gugupnya.
Masuk mobil mewah milik Ryan, Tania memilih untuk duduk menempel pada pintu mobil. Ia mencoba menjaga jarak dari Ryan. “Apakah kau sudah memberitahukan kepada kedua orang tuamu kedatangan kita?” Tanya Tania.
Ryan mendongak dari layar ponselnya melirik Tania sekilas. “Tidak! Ini akan menjadi kejutan bagi mereka.”
Tania mendesah mendengarnya. “Tentu saja mereka akan terkejut. Terlebih lagi, begitu melihat diriku yang kau bawa sebagai calon istri.”
Ryan menarik napas dengan keras, ia diam selama beberapa saat sebelum membuka suaranya kembali. “Di hadapan kedua orang tuaku, kamu harus bersikap santai tidak, seperti calon pengantin yang tertekan.”
Tania menyenderkan punggungnya pada sandaran jok mobil. “Bagaimana diriku bisa bersikap santai, sementara pertemuan kita sama sekali tidak kuharapkan. Dan sekarang diriku ddi hadapan pada kenyataan harus menikah denganmu.”
Ryan memilih untuk diam tidak menanggapi pernyataan dari Tania. Ia disibukkan dengan pikirannya.
Sesampainya di depan rumah dengan pilar besar berwarna putih. Ryan turun dari mobil, tetapi tidak dengan Tania yang masih setia duduk di dalam mobil. Sampai Ryan membuka pintu mobil sisi Tania dengan kasar.
“Keluarlah, Tania! Jangan buat diriku menjadi emosi,” peringat Ryan.
Tania dengan terpaksa keluar dari mobil. Ditariknya napas dalam-dalam, sambil memejamkan mata. Ia harus bersiap untuk bertemu dengan wanita yang membencinya.
Dirasakannya jemari tangannya digenggam dengan erat oleh Ryan. Ia memberikan lirikan dengan kening berkerut kepada Ryan.
“Tenang, Tania! Bertingkahlah dengan tenang kau tidak mau membuat kedua orang tuaku curiga, bukan?” Tanya Ryan dengan kesal.
Tania mencoba membuat dirinya sendiri menjadi santai. Walaupun dalam hati ia menyimpan rasa takut yang besar bertemu kembali dengan Ibu Ryan.
Seorang pelayan membukakan pintu untuk mereka berdua. “Selamat pagi, Tuan Ryan!”
“Pagi! Di mana kedua orang tuaku?” Tanya Ryan kepada pelayan itu.
“Orang tua Anda berada di ruang santai, Tuan.” Pelayan itu menyingkir ke samping, agar Ryan dan Tania bisa masuk.
Dengan bergandengan tangan keduanya menuju ruang santai. Semakin mendekati tempat orang tua Ryan berada rasa gugup Tania semakin terasa.
“Selamat pagi, Ayah dan Ibu!” sapa Ryan dengan santainya.
Ia mengajak Tania untuk berdiri ddi hadapan kedua orang tuanya. Yang melihat ke arah mereka dengan tatapan penasaran.
“Saya datang ke sini untuk memberitahukan kepada kalian, kalau Saya dan Tania akan menikah kembali, besok!” tegas Ryan.
“Apa!” seru orang tua Ryan terkejut.
“Mengapa terburu-buru? Apakah wanita itu sedang hamil anakmu?” Ibu Ryan melihat ke arah Tania dengan senyum sinis yang terbit di sudut bibirnya.
Tania membelalakkan mata mendengarnya. “Tidak, Nyonya! Saya tidak sedang hamil.”
Ryan duduk di atas sofa yang ada di ruangan tersebut. Diikuti oleh Tania duduk di sampingnya. Ia mengangkat jemari Tania ke arah bibirnya. lalu mengecup dengan rasa sayang.
“Kami berdua tidak memerlukan waktu lama untuk saling mengenal. Pernikahan kami akan dilakukan secara sederhana saja, tanpa perlu pesta meriah.” Ryan mengambil gelas berisi air mineral dan meminum isinya sampai tersisa separuh.
Ayah Ryan menatap putranya itu dengan tatapan penuh selidik. Ia curiga, kalau pernikahan dadakan Ryan ini dikarenakan ultimatum yang diberikannya.
“Baiklah! Kami akan merestui pernikahanmu dan kami tidak mengharapkan adanya perceraian. Kalian berdua harus segera memberikan cucu untuk kami!” Ayah Ryan memberikan tatapan tajam kepada Ryan.
“Tidak masalah! Kami tidak akan bercerai dan kami akan segera memberikan cucu untuk kalian!” tegas Ryan.
Dalam hati Tania mengutuk Ryan, karena sekarang ia baru menyadari motif Ryan menjadilkan dirinya seorang istri. Ia hanya akan dijadikan, sebagai alat untuk mendapatkan warisannya.
Pelayan yang tadi membukakan pintu memasuki ruang santai. Dengan membawa nampan berisikan minuman hangat dan kue-kue. Ia meletakkannya di atas meja kaca panjang, setelahnya ia berlalu dari ruangan tersebut.
Beberapa jam, kemudian Tania dan Ryan sudah keluar dari rumah tersebut. Keduanya duduk nyaman dalam mobil menuju apartemen Ryan.
“Bagaimana, dengan surat-surat ijin pernikahan kita?” Tanya Tania, setelah beberapa saat diam.
Ryan melirik Tania sekilas dengan dingin ia berkata, “Sudah ada orang kepercayaanku yang mengurusnya. Soal cincin kita tidak perlu membeli baru cincin pernikahan kita yang lama bisa dipakai.”
Tania memiringkan badan, agar ia bisa melihat Ryan dengan jelas. “Apakah kau masih menyimpannya? Kupikir kau sudah membuangnya, karena kamu yang menginginkan perceraian itu.”
Ryan merogoh saku jas yang dipakainya, kemudian ia menyerahkan kotak perhiasan ke tangan Tania. “Apakah kau kecewa, aku tidak membelikanmu cincin kawin yang baru?”
Senyum tipis tersungging di bibir Tania. Ia menggelengkan kepala. Diamatinya cincin kawin dengan model sederhana yang ada di tangannya.
Dengan suara lemah ia mengatakan, kalau dirinya tidak memiliki masalah memakai cincin pernikahan yang sama.
***
Tania berdiri di depan cermin besar dengan tatapan sedih memandang pantulan wajahnya, melalui cermin besar yang ada di kamar apartemen, tersebut.
‘Hari ini diriku akan menikah dengan Ryan, tetapi mengapa tidak ada rasa bahagia di dalam hatiku?’ Tanya Tania dengan suara pelan.
Ia menjadi terkejut, ketika terdengar suara berat dari arah belakang menimpalinya, “Anggap saja kamu sedang bermain peran! Cobalah untuk santai dan menerima nasibmu menjadi istriku. Menikah denganku, bukanlah sesuatu yang mengerikan.”
Suara helaan napas terlontar dari bibir Tania. Dibalikkannya badan, sehingga ia langsung berhadapan dengan Ryan, yang sudah terlihat gagah dan tampan dalam balutan jas.
“Menikah kembali denganmu, bukanlah sesuatu yang kubayangkan.” Tania berjalan melewati Ryan. Namun, lengannya dicekal Ryan.
“Apakah kamu pikir saya senang menikah kembali denganmu? Pernikahan ini tidak untuk selamanya, setelah kau melahirkan seorang pewaris untukku. Kita akan bercerai dan kau bebas pergi kemana saja.” Ryan menggandeng tangan Tania keluar kamar menemui penghulu yang sudah datang untuk menikahkan mereka.
Tubuh Tania bergetar, karena marah. Ia menghentikan langkah, sambil menarik lepas tangannya dari genggaman jemari Ryan. “Bagaimana kau bisa berkata sekejam itu, Ryan?”Ryan menatap dingin Tania dengan suara tegas ia berkata, “Berhentilah berpikir buruk tentangku!”Tania mendongakkan kepala menatap Ryan dengan berani. “Apakah kau juga akan berhenti menganggap diriku buruk di matamu?”Ryan memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun diraihnya jemari Tania. Ia tautkan jemari mereka dengan erat, kemudian berjalan keluar kamar.Di ruang tengah sudah menunggu penghulu, kedua orang tua Ryan, serta seseorang yang tidak dikenal Tania. Air matanya menetes ia merasa sedih di saat akan menikah kembali dengan Ryan. Ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tidak hadir.Langkah Tania terasa berat untuk berjalan duduk di sofa yang berada di antara kedua orang tua Ryan. Kedua jemarinya ia letakkan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugup di hati
Ryan melayangkan tatapan tajam ke arah Tania senyum jahat tersungging di bibirnya. Dengan suara mendesis ia berkata, “Lihat saja apa yang akan terjadi, jika ada sesuatu yang kamu lakukan menyakiti hati Ibuku!”Tania menahan balasan bernada tajam dari bibirnya. Ini adalah hari pernikahan mereka dan mereka berdua terus saja bertengkar. Dalam hati ia membatin, ‘Seandainya saja kamu mengetahui apa yang sudah dilakukan Ibumu, apakah kamu akan marah kepadaku?’Sentuhan lembut di pundaknya membuat Tania tersentak dari terdiamnya. Ia membalikkan badan langsung saja berhadapan dengan wajah sedih Ayahnya.“Tania, Ayah harus pulang! Ayah hanya bisa mendo’akan agar pernikahan kalian langgeng dan selalu dalam keharmonisan.” Ayah Tania meraih Tania kepelukan hangatnya. Air mata keduanya pun tumpah.“Mengapa Ayah harus cepat-cepat pergi? Tidak bisakah Ayah lebih lama berada di sini?” Tanya Tania, sambil mengusap air matanya.Gelengan kepala diberikan Ayah Tania. Ia jua mengusap air matanya yang turu
Tania membalikkan badan dengan kening dikerutkan ia bertanya kepada Ryan, “Apa maksudmu berkata, seperti itu? Apa ada larangan untuk keluar dari apartemen ini?”Ryan meletakkan sendok yang ada di tangannya, lalu berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Diceakaunya dagu Tania dengan kasar dan mata yang menyala, karena emosi.“Rasa percaya kepadamu hilang, setelah pernikahan kita yang kandas beberapa bulan yang lalu.” Bisik Ryan di telinga Tania.Ryan melepaskan cekauannya di dagu Tania, tatapan antara dirinya dan Tania bertemu. Mata Tania dan Ryan menyala-nyala, karena emosi.Dengan kedua tangannya Tania mendorong dada Ryan, sehingga membuatnya terdorong sedikit, karena tidak siap. “Kau pikir dirimu juga dapat dipercaya! Berapa banyak wanita yang pernah tidur denganmu selama pernikahan kita?”Ryan tertawa dengan keras, senyum mencemooh terbit di bibirnya. Ia berjalan menjauh dari Tania, lalu berhenti di depan jendela kaca dengan pemandangan jalanan yang ramai oleh la
Ryan memberikan senyum miring di wajah tampannya. Membuat Tania terpukau, karena ini untuk pertama kalinya, ia melihat Ryan tidak tersenyum sinis kepadanya. ‘Hmm, ide yang bagus! Kau bisa terus menggoda, biar segera mengandung pewaris untukku!’Rasa kagum Tania melihat senyum Ryan langsung berganti raut wajah kecewa. Kenapa Ryan selalu saja mengingatkan dirinya akan tujuan dari pernikahan mereka.Melihat roman muka Tania yang berubah Ryan tidak peduli sama sekali. ‘Jangan hanya tidur saja, lakukanlah tugas seorang Istri, selagi suami sedang bekerja,’ perintah Ryan dengan dinginnya.Tania mengacungkan jempol ke arah Ryan, ia terlalu marah untuk menjawab apa yang dikatakan oleh Ryan. Dimatikannya sambungan telepon, lalu ia lempar ponselnya ke atas tempat tidur.‘Ada apa dengan Ryan sebenarnya? Apa tujuannya membawa keluar kota? Masih ada waktu untuk mengunjungi Ayah dan memastikan ia sudah mendapatkan seorang perawat menemaninya di rumah,’ batin Tania.Dilemparkannya selimut yang menutu
Ryan berjalan masuk ruang kerja pemilik bar dengan tatapan yang tidak lepas dari wajah Tania. “Katakan Tania! Mengapa kau masih juga datang ke tempat ini?” Tanya Ryan, sambil mencekau dagu Tania dengan kasar.Tania menjadi gugup, ia menelan ludah dengan sukar. “Ini kesalahpahaman! Pria itu tidak jujur, ia hanya memberikan setengah dari harga lelang yang kau berikan. Sementara diawal kami sudah sepakat, kalau ia hanya akan mendapatkan bagian 25 persen saja.”Ryan memalingkan wajah dari Tania ke arah pemilik bar yang balas menatapnya dengan sikap angkuh.“Apakah kau akan marah? Ini adalah bar milikku dan tentu saja diriku bebas untuk mematok harga!” sahut pria itu dengan santainya.Tania membalikkan badan dengan cepat, ia berhasil melepaskan dirinya dari Ryan. Didekatinya pemilik bar itu dengan wajah merah, karena amarah. “Kau lelaki paling brengsek yang pernah kukenal! Kau tentu mengetahui, kalau uang itu sangat berarti bagiku!”Pria itu bangkit dari duduknya, dengan tinggi Tania yang
Tania menjadi gugup, ia tahu dengan pasti apa yang dimaksud oleh Ryan. Dengan suara lemah ia berkata, “Bukankah kita sedang bertengkar? Mengapa kau menginginkannya?”Ryan berhenti berjalan, ia menatap Tania dengan intens dan lembut. Membuat jantung Tania berdebar kencang jadinya.Ia melanjutkan langkah kembali, sesampainya di kamar ia membaringkan Tania ke atas tempat tidur dengan pelan. Ryan mencakungkan badan di atas Tania. Jarak keduanya begitu rapat hingga hembusan hangat napas keduanya dapat terasa menerpa wajah.“Mungkin sekarang saatnya kita membuktikan gosip, kalau bercinta setelah bertengkar itu jauh lebih indah dan mengga…” Ryan sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.Dengan suara serak Tania menyahut, “Ryan jangan becanda! Kita tidak akan membuktikan rumor apapun juga!”Ryan tersenyum kecil membuat hati Tania terasa meleleh sampai-sampai ia tidak menyadari, saat dengan mahir suaminya itu melepaskan pakaian yang melekat di badan Tania.“R-Ray, jangan!” seru Tania.“Terlambat!
Wajah Tania terlihat sedih dengan suara lemah ia berkata, “Dan kita baru saja menikah kau tidak dapat menahan diri untuk menghubungi wanita lain.”Ryan mendongak dari layar ponselnya, ia menatap Tania dengan tajam. “Apakah kau cemburu, Tania? Kau tidak akan pernah mengetahui apa arti wanita itu.”Ia, kemudian bangkit dari duduknya meninggalkan Tania seorang diri. Selera makannya sudah hilang dan ia tidak mau berlama-lama berada dekat dengan Tania.Diambilnya kunci mobil dari dalam kamar, kemudian ia berjalan keluar apartemen. Ia sama sekali tidak merasa perlu memberitahukan kepada Tania kemana dirinya akan pergi.Sementara itu, Tania tetap duduk di depan meja bar dengan kepala tertunduk. Ia merasa sedih dengan apa yang barusan terjadi. Ia tidak dapat mendustai hatinya, kalau sedari pernikahannya dengan Ryan, ia telah jatuh cinta kepada suaminya itu.‘Mengapa harus sesakit ini mencintai sendiri? Kenapa Ryan tidak pernah mau membuka hatinya buatku? Dan diriku begitu bodoh masih saja ter
Tania memutar bola mata dengan suara bergetar menahan air mata ia berkata, “Tentu saja kau akan melakukannya! Tidak dapat diragukan kembali.”Tidak menunggu Ryan membuktikan ucapannya Tania setengah berlari keluar kamar. Ia memasuki kamar tamu yang ada di apartemen tersebut, kemudian menguncinya.Dihempaskannya badan ke atas tempat tidur, lalu ia menumpahkan air mata di sana. Untuk meluapkan kesedihannya. ‘Ya, Tuhan! Bagaimana caranya bisa terbebas dari pernikahan yang menyesakkan ini? Jangan biarkan hati ini merasakan jatuh cinta semakin dalam untuk Ryan,’ batin Tania.Lelah menangis Tania tertidur dengan lelap. Pada saat hari sudah pagi barulah Tania terbangun dari tidurnya.‘Akhirnya, bisa tidur dengan nyenyak juga, setelah tidak berada dekat dengan Ryan,’ batin Tania. Walaupun ia tidak dapat memungkiri merasa kehilangan kehangatan pelukan Ryan.Ia berjalan menuju kamar mandi untuk melakukan kegiatan rutinnya di pagi hari. Selesai mandi dan berpakaian, ia duduk di depan cermin yang