“Pertanyaan yang tidak perlu kujawab!” sahut Ryan dengan nada suara dingin.
Secara tak terduga Ryan membopong tubuh Tania, lalu membaringkannya di atas tempat tidur dengan alas berwarna hitam.
Ryan merendahkan badannya. “Kenapa kamu takut, Tania? Apakah kamu berpikir diriku akan menyakitimu?” Bisik Ryan tepat di telinga Tania dengan suara serak.
Tania meletakkan tangan di dada Ryan bermaksud untuk mendorong pria itu menjauh. Namun, tangannya justru terasa bagai belaian di dada Ryan.
Ryan tersenyum tipis melihat wajah Tania, yang menjadi merah dadu dan denyut nadinya terlihat berdenyut dengan cepat.
Senyum Ryan semakin lebar, ketika ia mendengar suara lenguhan dari Tania. Dengan cepat ia mengangkat tubuh dari atas badan Tania. “Kamu terlihat tidak menolak sama sekali sentuhanku.”
Ryan berdiri di samping ranjang, sambil memberikan tatapan yang tidak dapat dibaca oleh Tania. Tatapan keduanya bertemu dan Ryan dapat melihat, kalau Tania terlihat kecewa.
“Kenapa kamu berhenti? Apakah itu yang membuat kamu tidak pernah menyentuh saya selama kita menikah untuk menutupi fakta, kalau kamu impoten?” Tanya Tania dengan nada suara kecewa.
Di saat ia sudah terbuai dengan cumbuan yang dilakukan Ryan kepadanya. Pria itu berhenti begitu saja, sehingga membuat Tania merasa dipermainkan.
Sontak saja Ryan menjadi marah mendengar apa yang dikatakan oleh Tania. Dilepasnya kemeja dan celana yang melekat di badan dengan cepat, kemudian ia lempar sembarangan ke lantai.
Ia kembali mendekati Tania mencakung tepat di atas badan mantan istrinya iitu. Dengan kasar dilumatnya bibir Tania, untuk menunjukkan kemarahan yang dirasakannya. Namun, ternyata Tania juga sama marahnya, seperti Ryan.
Secara tiba-tiba cumbuan Ryan berubah menjadi lembut membuat keduanya melenguh nikmat. Pada saat itulah Ryan secara perlahan menyatukan tubuh mereka berdua.
“Tolong, jangan berhenti!” ucap Tania dengan suara serak, karena hasrat yang telah dibangkitkan oleh Ryan. Dan ia takutkan, kalau Ryan kembali mempermainkan dirinya.
Ryan menganggukkan kepala, ia kembali melanjutkan percintaan mereka. Sampai keduanya meraih puncak kenikmatan bersama-sama. Setelah selesai, Ryan menggulingkan badan ke samping. Ia menggunakan kedua tangannya sebagai bantal.
“Katakan kepadaku, Tania. Apakah diriku, seperti yang kamu tuduhkan?” Tanya Ryan dengan nada suara ironi.
Tania melirik Ryan sekilas. “Maaf, kamu tidak impoten. Akan tetapi, mengapa kamu pada saat kita menikah tidak pernah menyentuhku? Ini adalah percintaan pertama kita, setelah kita bercerai.”
Ryan memiringkan badan, agar bisa menatap wajah Tania dengan jelas. “Entahlah! Diriku hanya tidak suka untuk menyentuhmu ketika itu. Mungkin, karena kamu sama sekali tidak memikat hatiku.”
Tania menjadi marah mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan. Tangannya ia kepalkan untuk memukul dada pria itu berulang kali. “Kamu masih sama jahatnya, seperti yang kuingat!”
Ryan menangkap dengan cepat tangan Tania mencegahnya untuk terus memukuli dadanya. Digenggamnya dengan kasar tangan Tania, lalu ia letakkan di atas kepala Tania.
Ryan bangun dari berbaringnya, ia merendahkan badan. Sehingga wajahnya berada dekat dengan wajah Tania sampai embusan napas mereka terasa.
“Kau beruntung diriku yang menawarmu! Bagaimana, kalau pria asing yang bisa saja memperlakukanmu dengan buruk. Apa yang terjadi dengan dirimu, sampai kamu harus melelang dirimu, seperti ini?” Tanya Ryan, sambil memicingkan mata.
Tania mencoba untuk melepas tangan Ryan yang mencekal lengannya, tetapi Ryan bergeming. Ia justru semakin mempererat cekalannya.
“Apa yang terjadi denganku, setelah kita bercerai sama sekali bukanlah urusanmu!” seru Tania emosi.
Ia memiringkan badan memunggungi Ryan. Untuk menghindari menjawab pertanyaan dari mantan suaminya itu. Ia tidak akan menceritakan masalahnya kepada Ryan, kalau hanya akan mendapatkan ejekan dari pria itu.
Senyum sinis terbit di sudut bibir Ryan. Namun, ia tidak memaksa Tania untuk menjawab pertanyaan darinya. Ia beranjak dari tempat tidur berjalan menuju kamar mandi.
Suara gemericik air terdengar di telinga Tania. Ia merasa bersyukur, karena Ryan tidak mendesak dirinya untuk menjawab pertanyaan dari pria itu. Dipejamkannya mata, sambil mengatur pernapasannya dengan normal.
Ryan keluar dari kamar mandi, ia berdiri di sisi ranjang Tania berbaring. Dipandanginya wajah cantik, yang terlihat damai. “Tidurlah! Besok kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku.”
Ryan membaringkan badan di atas ranjang di samping Tania. Dengan santainya, ia meraih Tania ke dalam pelukannya. Sementara kepalanya ia tumpangkan di pundak Tania, sehingga embusan napasnya yang hangat terasa menggelitik telinga.
“Ryan! Bagaimana diriku bisa tidur, kalau kau begini?” Tanya Tania dengan suara serak.
“Diriku hanya akan memelukmu saja tidak melakukan yang lain. Tidurlah!” perintah Ryan dengan suara tegas.
Terdengar suara tarikan napas yang berat dari Tania, tetapi ia tidak membuka suaranya kembali. Ia sudah diserang kantuk yang membuatnya dengan cepat memejamkan mata.
“Bangunlah, Tania!” Bisik sebuah suara tepat di telinga Tania.
Dengan enggan Tania membuka mata, ia merasa dirinya baru saja terlelap dalam tidurnya. Tatapan Tania jatuh pada wajah Ryan yang terlihat segar sehabis mandi. Namun, raut dingin terlihat dari tatapan mata pria itu.
“Cepatlah mandi! Kau tidak memiliki banyak waktu untuk bersantai di atas tempat tidur,” perintah Ryan.
Dengan wajah kecewa Tania menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia lupa dengan keadaan dirinya yang tidak memakai selembar pun pakaian.
“Apakah kau bermaksud untuk menggodaku, Tania? Diriku bersedia untuk melakukan satu percintaan singkat denganmu.” Ryan menggulung sedikit lengan kemejanya.
Tania memberikan pelototan kepada Ryan. Dengan cepat disambarnya selimut untuk membungkus tubuhnya. Hampir saja ia terjatuh kesandung ujung selimut yang dipakainya.
Sesampainya di kamar mandi Tania menyalakan air pancuran dan berdiri di bawahnya. Selang beberapa menit, kemudian Tania keluar kamar mandi dengan menggunakan bathrobe.
‘Kemana, Ryan? Ia tidak terlihat di kamar,’ batin Tania. a merasa lega, karena bisa berganti pakaian bebas dari pengamatan tatapan tajam Ryan.
Di bukanya goodiebag yang terletak di atas tempat tidur. ‘Kapan Ryan membelikan gaun untukku?’ gumam Tania.
Diambilnya gaun, tersebut, kemudian dengan cepat dipakainya, karena ia tidak tahu bisa saja sewaktu-waktu Ryan akan masuk kamar.
Selesai berpakaian Tania berjalan keluar kamar. Ia mengikuti aroma masakan yang berasal dari dapur. Benar saja dugaannya, begitu pintu dapur ia buka di sana terlihat Ryan sedang berdiri di depan kompor.
“Diriku tidak mengetahui, kalau kamu bisa memasak! Selama pernikahan singkat kita, diriku tidak pernah melihatmu menyentuh kompor.” Tania berjalan memasuki dapur.
Ryan menolehkan kepala dari wajan yang sedang digunakannya untuk menggoreng telur. “Banyak hal yang tidak kamu ketahui tentangku!”
Keduanya, kemudian duduk di depan meja bar dengan piring berisi nasi goreng yang sudah dibuat Ryan untuk sarapan mereka berdua. Mereka berdua makan dalam diam tidak ada yang membuka percakapan.
“Sekarang waktunya kita bertemu dengan kedua orang tuaku. Untuk menyampaikan rencana pernikahan kita.” Ryan bangkit dari duduknya, sembari memberikan tatapan kepada Tania untuk mengikutinya.
Tania melihat ke arah Ryan dengan raut wajah terkejut, ia tidak mengira Ryan akan bersungguh-sungguh mempertemukannya dengan kedua orang tua pria itu. “Ti-tidak bisakah ditunda sampai besok? Diriku belum siap bertemu dengan mereka.”‘Bagaimana diriku bisa sanggup bertemu kembali dengan kedua orang tua Ryan? Diriku bukanlah wanita yang mereka harapkan untuk menjadi istri Ryan,’ batin Tania.Ryan memberikan tatapan galak kepada Tania. Dengan suara dingin ia berkata, “Kau tidak memiliki hak untuk mendebat apa yang kukatakan!”Dengan enggan Tania bangkit dari duduknya berjalan mengikuti Ryan tepat di belakangnya.Secara mendadak Ryan menghentikan langkah, sehingga Tania menabrak punggungnya. “Nanti ketika di rumah kedua orang tuaku kau harus berjalan di sampingku! Dan bukannya menguntit di belakangku, seperti apa yang kamu lakukan sekarang ini,” tegur Ryan galak.Tania menganggukkan kepala dengan lemah, ia tidak memiliki kemampuan untuk menentang apa yang sudah diputuskan oleh Ryan. Sekal
Tubuh Tania bergetar, karena marah. Ia menghentikan langkah, sambil menarik lepas tangannya dari genggaman jemari Ryan. “Bagaimana kau bisa berkata sekejam itu, Ryan?”Ryan menatap dingin Tania dengan suara tegas ia berkata, “Berhentilah berpikir buruk tentangku!”Tania mendongakkan kepala menatap Ryan dengan berani. “Apakah kau juga akan berhenti menganggap diriku buruk di matamu?”Ryan memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun diraihnya jemari Tania. Ia tautkan jemari mereka dengan erat, kemudian berjalan keluar kamar.Di ruang tengah sudah menunggu penghulu, kedua orang tua Ryan, serta seseorang yang tidak dikenal Tania. Air matanya menetes ia merasa sedih di saat akan menikah kembali dengan Ryan. Ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tidak hadir.Langkah Tania terasa berat untuk berjalan duduk di sofa yang berada di antara kedua orang tua Ryan. Kedua jemarinya ia letakkan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugup di hati
Ryan melayangkan tatapan tajam ke arah Tania senyum jahat tersungging di bibirnya. Dengan suara mendesis ia berkata, “Lihat saja apa yang akan terjadi, jika ada sesuatu yang kamu lakukan menyakiti hati Ibuku!”Tania menahan balasan bernada tajam dari bibirnya. Ini adalah hari pernikahan mereka dan mereka berdua terus saja bertengkar. Dalam hati ia membatin, ‘Seandainya saja kamu mengetahui apa yang sudah dilakukan Ibumu, apakah kamu akan marah kepadaku?’Sentuhan lembut di pundaknya membuat Tania tersentak dari terdiamnya. Ia membalikkan badan langsung saja berhadapan dengan wajah sedih Ayahnya.“Tania, Ayah harus pulang! Ayah hanya bisa mendo’akan agar pernikahan kalian langgeng dan selalu dalam keharmonisan.” Ayah Tania meraih Tania kepelukan hangatnya. Air mata keduanya pun tumpah.“Mengapa Ayah harus cepat-cepat pergi? Tidak bisakah Ayah lebih lama berada di sini?” Tanya Tania, sambil mengusap air matanya.Gelengan kepala diberikan Ayah Tania. Ia jua mengusap air matanya yang turu
Tania membalikkan badan dengan kening dikerutkan ia bertanya kepada Ryan, “Apa maksudmu berkata, seperti itu? Apa ada larangan untuk keluar dari apartemen ini?”Ryan meletakkan sendok yang ada di tangannya, lalu berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Diceakaunya dagu Tania dengan kasar dan mata yang menyala, karena emosi.“Rasa percaya kepadamu hilang, setelah pernikahan kita yang kandas beberapa bulan yang lalu.” Bisik Ryan di telinga Tania.Ryan melepaskan cekauannya di dagu Tania, tatapan antara dirinya dan Tania bertemu. Mata Tania dan Ryan menyala-nyala, karena emosi.Dengan kedua tangannya Tania mendorong dada Ryan, sehingga membuatnya terdorong sedikit, karena tidak siap. “Kau pikir dirimu juga dapat dipercaya! Berapa banyak wanita yang pernah tidur denganmu selama pernikahan kita?”Ryan tertawa dengan keras, senyum mencemooh terbit di bibirnya. Ia berjalan menjauh dari Tania, lalu berhenti di depan jendela kaca dengan pemandangan jalanan yang ramai oleh la
Ryan memberikan senyum miring di wajah tampannya. Membuat Tania terpukau, karena ini untuk pertama kalinya, ia melihat Ryan tidak tersenyum sinis kepadanya. ‘Hmm, ide yang bagus! Kau bisa terus menggoda, biar segera mengandung pewaris untukku!’Rasa kagum Tania melihat senyum Ryan langsung berganti raut wajah kecewa. Kenapa Ryan selalu saja mengingatkan dirinya akan tujuan dari pernikahan mereka.Melihat roman muka Tania yang berubah Ryan tidak peduli sama sekali. ‘Jangan hanya tidur saja, lakukanlah tugas seorang Istri, selagi suami sedang bekerja,’ perintah Ryan dengan dinginnya.Tania mengacungkan jempol ke arah Ryan, ia terlalu marah untuk menjawab apa yang dikatakan oleh Ryan. Dimatikannya sambungan telepon, lalu ia lempar ponselnya ke atas tempat tidur.‘Ada apa dengan Ryan sebenarnya? Apa tujuannya membawa keluar kota? Masih ada waktu untuk mengunjungi Ayah dan memastikan ia sudah mendapatkan seorang perawat menemaninya di rumah,’ batin Tania.Dilemparkannya selimut yang menutu
Ryan berjalan masuk ruang kerja pemilik bar dengan tatapan yang tidak lepas dari wajah Tania. “Katakan Tania! Mengapa kau masih juga datang ke tempat ini?” Tanya Ryan, sambil mencekau dagu Tania dengan kasar.Tania menjadi gugup, ia menelan ludah dengan sukar. “Ini kesalahpahaman! Pria itu tidak jujur, ia hanya memberikan setengah dari harga lelang yang kau berikan. Sementara diawal kami sudah sepakat, kalau ia hanya akan mendapatkan bagian 25 persen saja.”Ryan memalingkan wajah dari Tania ke arah pemilik bar yang balas menatapnya dengan sikap angkuh.“Apakah kau akan marah? Ini adalah bar milikku dan tentu saja diriku bebas untuk mematok harga!” sahut pria itu dengan santainya.Tania membalikkan badan dengan cepat, ia berhasil melepaskan dirinya dari Ryan. Didekatinya pemilik bar itu dengan wajah merah, karena amarah. “Kau lelaki paling brengsek yang pernah kukenal! Kau tentu mengetahui, kalau uang itu sangat berarti bagiku!”Pria itu bangkit dari duduknya, dengan tinggi Tania yang
Tania menjadi gugup, ia tahu dengan pasti apa yang dimaksud oleh Ryan. Dengan suara lemah ia berkata, “Bukankah kita sedang bertengkar? Mengapa kau menginginkannya?”Ryan berhenti berjalan, ia menatap Tania dengan intens dan lembut. Membuat jantung Tania berdebar kencang jadinya.Ia melanjutkan langkah kembali, sesampainya di kamar ia membaringkan Tania ke atas tempat tidur dengan pelan. Ryan mencakungkan badan di atas Tania. Jarak keduanya begitu rapat hingga hembusan hangat napas keduanya dapat terasa menerpa wajah.“Mungkin sekarang saatnya kita membuktikan gosip, kalau bercinta setelah bertengkar itu jauh lebih indah dan mengga…” Ryan sengaja tidak menyelesaikan ucapannya.Dengan suara serak Tania menyahut, “Ryan jangan becanda! Kita tidak akan membuktikan rumor apapun juga!”Ryan tersenyum kecil membuat hati Tania terasa meleleh sampai-sampai ia tidak menyadari, saat dengan mahir suaminya itu melepaskan pakaian yang melekat di badan Tania.“R-Ray, jangan!” seru Tania.“Terlambat!
Wajah Tania terlihat sedih dengan suara lemah ia berkata, “Dan kita baru saja menikah kau tidak dapat menahan diri untuk menghubungi wanita lain.”Ryan mendongak dari layar ponselnya, ia menatap Tania dengan tajam. “Apakah kau cemburu, Tania? Kau tidak akan pernah mengetahui apa arti wanita itu.”Ia, kemudian bangkit dari duduknya meninggalkan Tania seorang diri. Selera makannya sudah hilang dan ia tidak mau berlama-lama berada dekat dengan Tania.Diambilnya kunci mobil dari dalam kamar, kemudian ia berjalan keluar apartemen. Ia sama sekali tidak merasa perlu memberitahukan kepada Tania kemana dirinya akan pergi.Sementara itu, Tania tetap duduk di depan meja bar dengan kepala tertunduk. Ia merasa sedih dengan apa yang barusan terjadi. Ia tidak dapat mendustai hatinya, kalau sedari pernikahannya dengan Ryan, ia telah jatuh cinta kepada suaminya itu.‘Mengapa harus sesakit ini mencintai sendiri? Kenapa Ryan tidak pernah mau membuka hatinya buatku? Dan diriku begitu bodoh masih saja ter