Mata gadis itu tampak membulat sempurna dengan mulut yang menganga. Syok! Itulah mungkin yang sedang dirasakan oleh gadis itu saat mendengar apa yang Gravin katakan barusan.
Namun, untuk Gravin sendiri ekspresi gadis itu benar-benar menggemaskan. Dia ingin membuat si gadis terus berada dalam keadaan yang benar-benar di bawah tekanan. Sukur-sukur kalau si gadis menjadi gila, itu akan lebih menyenangkan untuk Gravin."Kenapa malah diam saja? Kamu berharap aku menarik kembali kata-kataku, begitu? Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya. Sekarang, mandilah dan pakaian gaun ini! Pastikan penampilanmu sempurna kalau memang kamu masih ingin selamat!" titah Gravin sembari menghempaskan tubuh gadis itu dengan kasar."Aku tidak tahu apa-apa, kenapa kamu melakukan ini padaku?" lirih sang gadis saat Gravin dengan tanpa perasaan seolah mempermainkan dirinya."Orangtuaku pun tidak bersalah, sepupuku bahkan tidak tahu apa-apa, apalagi calon adikku yang masih dalam kandungan, tapi ayahmu melenyapkan mereka semua tepat di depan mataku!" Bentak Gravin penuh amarahBungkam! Itulah yang gadis itu lakukan. Bukan membenarkan perkataan Gravin, hanya saja dia tak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi hingga membuat Gravin begitu kejam padanya dan juga keluarganya."Cepatlah, lakukan apa yang aku perintahkan karena aku tidak suka dibantah!" titah Gravin benar-benar geram melihat gadis di depannya diam saja.Tak memiliki pilihan lain selain menuruti apa yang Gravin katakan, gadis itu segera mengambil paper bag yang dibawa oleh Gravin lalu berjalan menuju kamar mandi."Oya, siapa namamu? Aku tidak mungkin kan, memanggilmu kucing liar?" celetuk Gravin dengan senyum sinis yang tampak terukir di bibirnya.Gadis itu tampak menghentikan langkah dengan tangan yang terkepal erat. Sepertinya, amarah gadis itu begitu besar saat ini. Namun, tentu untuk melawan Gravin bukan hal mudah apalagi di sarang lelaki itu sendiri."Kenapa diam saja? Aku bertanya siapa namamu, jadi jawab!" kesal Gravin karena gadis di depannya malah diam saja."Kania, Kania Priscilia Eldrick," jawab Kania tanpa menoleh sedikitpun ke arah Gravin."Hem, sebenarnya namamu bagus. Tapi karena ada nama Eldrick di sana aku jadi membencinya. Mulai sekarang, namamu adalah Kania Priscilla Axein, bukan Eldrick," ucap Gravin benar-benar tak ingin mendengar nama Eldrick mengotori rumahnya.Terdengar helaan nafas kasar dari Kania. Namun gadis itu tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk membantah perkataan Gravin. Justru, Kania lebih memilih melanjutkan langkah menuju kamar mandi dari pada harus meladeni orang gila seperti Gravin.Gravin yang melihat kelakukan Kania hanya tersenyum kecil. Lelaki itu memutuskan untuk tetap di sana karena tak ingin Kania kembali membuang waktu dengan menangis tidak jelas. Saat ini, dia harus segera menikahi gadis itu demi membuat Eldrick kembali menampakkan diri."Cepatlah kembali menunjukan dirimu, Eldrick. Aku ingin segera menghabisi mu. Kedua orang tua dan juga kakakku butuh keadilan dan hanya dengan kematianmu keadilan itu akan mereka rasakan," gumam Gravin dengan kilatan kemarahan yang terpancar jelas di matanya.Tok … tok … tok ….Suara pintu yang diketuk membuat Gravin mengalihkan pandangan. Lelaki itu langsung mempersilahkan orang di luar untuk masuk karena penasaran dengan apa yang ingin disampaikannya."Tuan, pemuka agama yang akan menikahkan Anda dengan gadis itu sudah datang," ucap Hans memberitahukan perihal kedatangan pemuka agama yang Gravin minta."Hem, tunggu sebentar lagi. Aku akan segera keluar bersama gadis itu," sahut Gravin dan dijawab anggukan kepala oleh Hans.Hans pun kembali pamit undur diri untuk mempersiapkan pernikahan Gravin dan putri dari musuh mereka. Meskipun Hans sedikit tidak setuju dengan keputusan Gravin, namun dia yakin Gravin sudah memikirkan ini dengan matang.Sedangkan Gravin sendiri tampak menghela nafas kasar. Hari ini dia akan melepaskan masa lajangnya dan itu bersama anak dari pembunuh kedua orang tuanya."Aku pastikan akan memberikan neraka untuk anakmu, Eldrick," gumam Gravin dengan tangan terkepal erat penuh kemarahan.Tak berselang lama Kania tampak keluar dengan balutan gaun putih yang begitu pas di tubuhnya. Hans memang bisa diandalkan hingga bisa mencarikan Gravin gaun yang pas untuk Kania.Cantik! Satu kata itulah yang kini terlintas untuk menggambarkan sosok Kania. Hanya saja, semua itu tak ada artinya untuk Gravin kala mengingat siapa gadis itu sebenarnya."Ayo, semua orang sudah menunggu kita!" ucap Gravin segera bangkit dari duduknya.Kania hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Apalagi yang bisa Kania lakukan selain menuruti keinginan Gravin. Saat ini dia tidak punya tenaga untuk melawan Gravin. Mungkin nanti, Kania akan memiliki kesempatan untuk lari dari lelaki pembunuh itu saat Gravin sedang lengah.Gravin membawa Kania menuju ruang keluarga di mana acara akan dilakukan. Sampai di sana ternyata semua orang sudah datang termasuk Seto Pahlevi dan putrinya. Begitupun dengan pemuka agama yang akan menikahkan Gravin dengan Kania.Gravin langsung mengajak Kania duduk berdampingan untuk memulai acara mereka. Tak ada senyum di wajah sepasang calon pengantin itu seperti kebanyakan calon pengantin lainnya. Justru, wajah datarlah yang terlihat pada Gravin. Tak ada senyuman sedikitpun yang menghiasi wajah itu.Sementara Kania, terlihat menundukan wajah yang sudah kembali bersimbah air mata. Siapa juga yang tak sedih saat harus menikahi laki-laki yang sudah melenyapkan ibu dan juga kakaknya. Rasanya, ingin sekali Kania mengakhiri hidup dari pada menikah dengan lelaki itu. Namun, kalau dia mati bagaimana dengan ayahnya yang sekarang entah di mana rimbanya.Untaian kalimat sakral pun menggema memenuhi seluruh rumah. Di hadapan Tuhan, pemuka agama, dan seluruh para saksi Gravin mengucapkan janji suci atas Kania.Semakin deras saja tangis Kania saat menyadari kini dirinya benar-benar resmi menjadi istri dari seorang pembunuh. Namun, itu jelas menjadi kebahagiaan untuk Gravin karena tahap awal dirinya mendapatkan Eldrick sudah dia lewati."Jangan menangis atau aku akan merobek mulutmu itu! Tersenyumlah agar semua orang di sini tahu kalau kamu sangat bahagia bisa menikah denganku!" bisik Gravin di telinga Kania.Perlahan Kania menyeka air matanya lalu perlahan mengangkat wajah. Tatapannya langsung beradu dengan sosok gadis cantik yang duduk di sebelah lelaki tua yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan aneh.Entah kenapa Kania merasa orang-orang di sana semuanya aneh-aneh. Mungkin itu karena mereka semua adalah seorang pembunuh sama seperti halnya Gravin."Kalisa, tolong kamu bawa istriku ini kembali ke kamarnya. Ada yang ingin aku bicarakan dengan ayahmu," titah Gravin pada Kalisa."Baik, Tuan," Sahut Kalisa sigap.Wanita itu segera berjalan menuju Kania lalu menarik tangan wanita itu cukup kasar. Kania yang tidak siap dengan apa yang dilakukan Kalisa sempat terhuyung. Namun, beruntunglah Kania bisa menguasi diri hingga tidak sampai terjatuh.Kalisa kembali membawa Rania menuju kamar utama di mana Gravin selama ini mengistirahatkan tubuhnya. Tak ada senyum di bibir gadis itu. Justru kilatan amarah tampak begitu jelas terlihat di sana.Sampai di kamar Gravin, Kalisa kembali menghempaskan Kania dengan kasar. Kali ini Kania sampai terjatuh saking kerasnya dorongan yang Kalisa lakukan."Hey, kenapa kamu bersikap kasar? Aku tidak punya masalah apa pun denganmu," ucap Kania benar-benar tak suka dengan cara Kalisa memperlakukannya."Jangan besar kepala hanya karena Tuan Gravin menikahimu! Ingat, Tuan Gravin hanya menikahimu karena dendam, bukan karena cinta. Setelah Ayahmu yang seorang pembunuh itu menyerahkan diri, maka kamu pun akan mati!"Deg."A-apa yang kamu katakan? Kenapa kamu mengatakan kalau ayahku seorag pembunuh? Ayah bukan seperti orang yang kamu katakan! Ayahku tidak mungkin membunuh siapa pun!" ucap Kania menyangkal dengan tegas apa yang Kalisa katakan.Kalisa langsung tersenyum sinis mendengar sanggahan yang terucap dari bibir Kania. Entah wanita di depannya ini memang sangat-sangat bodoh hingga tidak bisa mengerti kenapa Gravin memperlakukannya dengan kasar atau memang wanita itu pura-pura tidak tahu apa pun untuk mengelabui semua orang. Sungguh wajah pura-pura polos itu sangat-sangat menyebalkan untuk Kalisa."Meskipun kamu terus menyangkal apa yang aku katakan tapi itu tidak akan merubah kebenaran jika memang kamu adalah anak dari seorang pembunuh. Aku harap kamu tidak akan dicincang hidup-hidup oleh Tuan Gravin! Aku sarankan agar kamu banyak berdoa saja dan turuti apa yang Tuan Gravin katakan kalau ingin selamat. Kecuali kalau kamu ingin menyusul keluargamu yang bejad itu," ujar Kalisa dengan senyum sinis ya
"Tidak ada penolakan, Kalisa! Jangan terus mendebat Ayah! Kita pulang sekarang juga!" ajak Seto tak ingin Kalisa terus mendebatnya.Kalisa langsung menghentakkan kakinya penuh kekesalan. Bahkan Kalisa memilih keluar lebih dulu meninggalkan ayahnya sendirian.Seto yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng-geleng kepala. "Maafkan Kalisa, Grav. Dia memang seperti itu," ucap Seto tidak enak dengan kelakuan anaknya."Tidak apa-apa, Paman," sahut Gravin berusaha melukiskan senyuman."Ya sudah kalau begitu Paman pulang dulu. Jangan lupakan apa yang Paman katakan," ucap Seto sembari menepuk pundak Gravin.Gravin hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Tidak mungkin dia melupakan tujuan hidupnya hanya karena seorang putri dari musuhnya. Kematian kedua orang tua dan juga kakak sepupunya harus terbalaskan. Gravin tidak akan rela kalau mereka tidak akan mendapatkan keadilan."Tuan, sepertinya Tuan putri Kalisa merajuk karena tak bisa mengganggu malam pertama Anda," celetuk Hans begitu Seto ta
Cukup lama Gravin menunggu Kania mandi, akhirnya wanita itu muncul juga dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk, menampilkan bahu seputih susu yang begitu menggoda. Belum lagi setengah pahanya yang terekspos bebas membuat seringai di bibir Gravin semakin lebar saja. Sepertinya, memang alam pun berpihak pada Gravin hingga lelaki itu tak perlu mencari alasan untuk menjalankan misinya. Tanpa membuang waktu Gravin langsung berjalan mendekat pada gadis itu. Tatapannya tak sedikitpun teralihkan dari sang gadis yang hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah. Tangan Kania semakin rapat bersilang di depan dada seolah ingin menutupi apa yang tersembunyi di sana. Apalagi kala melihat dengan sudut matanya Gravin semakin mendekat, membuat Kania tidak karuan saja.Begitu Gravin menyentuh pundak polosnya, detak jantumg Kania begitu cepat seolah baru saja melakukan lari maraton. Setiap persendian tubuhnya pun terasa lemas tak bertenaga. Ingin sekali Kania lari, menyelamatka
Dengan penuh semangat Gravin memilih lebih dulu duduk di meja makan. Lelaki itu sengaja memberikan Kania sedikit waktu untuk meluapkan kesedihannya. Apalagi, melihat wajah kusut dan mata sembab wanita itu akan menjadi hiburan tersendiri untuk Gravin. Jadi Gravin tak ingin menyia-nyiakan menikmati moment itu.Ya, Gravin yakin saat ini Kania sedang asik menangis di dalam kamar mandi meratapi kejadian yang baru saja terjadi. Biasanya juga adegan seperti itu sering muncul di film-film saat seorang gadis baru saja dinodai.Benar-benar menggelikan, bukan?Saat sedang asik melamun, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Gravin mengalihkan perhatian. Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya adalah Hans, tanpa basa-basi lagi Gravin segera menjawab panggilan itu.Bagaimanapun juga Gravin tahu benar Hans tidak mungkin menghubunginya kalau bukan karena ada hal penting. Jadi Gravin tak akan mungkin mengabaikan orang kepercayaannya itu "Hallo, Hans, ada apa kamu menghubungiku?" tany
Dengan tangan bergetar Kania segera menggapai bubur di depannya. Beberapa kali wanita itu menelan ludahnya kasar dengan tatapan yang tak lepas dari makanan mengerikan itu.Meskipun itu bubur buatannya dan dia tahu benar apa saja isi bubur itu, namun melihat bentukannya yang ancur-ancuran tentu Kania pun merasa mual sendiri. Rasanya, ingin sekali Kania membuang bubur itu kalau saja tak takut suaminya malah akan mencekiknya. Sungguh, Kania merasa mual sendiri meskipun belum memakan bubur itu sedikitpun."Cepat makan buburnya! Bukankah itu buatanmu? Jangan sampai kamu membuang-buang makanan, Kania!" titah Gravin lagi.Kania langsung mengangguk lesu sebagai jawaban. Sepertinya memang tak ada pilihan lain selain menikmati apa yang terhidang di depannya. Itu pun, kalau Kania masih ingin hidupnya baik-baik saja.Sedangkan Gravin yang melihat kelakuan Kania hanya tersenyum sinis. Salah Kania sendiri yang malah menghidangkan muntahan hewan di hadapannya. Harusnya Kania lebih berhati-hati lagi
Pagi harinya, Gravin bangun dengan tubuh yang lebih segar. Senyum lebar terukir di wajah lelaki itu. Sepertinya hari ini tidur lelaki itu benar-benar nyenyak tidak seperti biasanya yang selalu dihantui dengan bayang-bayang kejadian kelam di masa lalunya.Mungkin ini terjadi karena sedikit demi sedikit Gravin sudah bisa membalaskan dendam yang selama ini menggunung di hatinya. Terlebih sudah ada senjata di tangannya untuk bisa menjerat Eldrick. Tinggal menunggu waktu saja maka lelaki itu akan menunjukkan batang hidungnya. Rasanya Gravin hanya perlu bersabar sedikit saja maka semuanya akan selesai.Hari ini saatnya Gravin bersenang-senang dengan memberikan beberapa pelajaran berharga untuk wanita yang tak lain istri dan juga anak dari orang yang paling dia benci di dunia. Neraka di hari kedua untuk gadis itu akan dimulai sebentar lagi. Rasanya Gravin sudah tidak sabar untuk melihat bagaimana tersiksanya gadis itu di dalam istananya.Apalagi semalam Gravin memberikan ultimatum yang cukup
Di bawah pengawasan Gravin, lantai yang tadi bak mengalami banjir lokal itu kini bisa kembali kering. Entah berapa kali Gravin harus meninggikan suaranya agar wanita itu mengerti tentang bagaimana harusnya Kania bekerja.Tentu saja minus mencontohkan. Gravin tidak mungkin mau repot-repot turun tangan. Lelaki itu hanya asik tunjuk-tunjuk saja tanpa mau mengulurkan tangan membantu Kania."Akhirnya semuanya sudah selesai. Jadi Tuan mau saya masakin apa?" tanya Kania terlihat begitu kelelahan setelah menyelesaikan tugas membersihkan rumah."Buatkan saja aku salad buah! Aku tidak biasa memakan makanan berat di pagi hari," titah Gravin berharap kali ini masakan Kania tidak akan hancur seperti halnya kemari."Baik Tuan, tolong tunggu sebentar!"Kania langsung berlari menuju dapur untuk melaksakan tugas selanjutnya dari Gravin. Dari gayanya, sepertinya Kania tidak akan kembali melakukan kesalahan seperti yang dilakukannya kemarin.Akan tetapi kalau wanita itu masih tidak bisa belajar dari kes
"Bu, apa Ayah akan pulang lebih cepat hari ini?" tanya seorang anak laki-laki penuh harap.Si ibu tersenyum lalu berjongkok di hadapan anaknya."Tentu saja, Sayang. Ini kan, hari ulang tahunmu. Ayah sudah berjanji akan membawakanmu mainan mobil-mobilan yang kamu mau itu," jawab si ibu membuat anak kecil itu kegirangan."Yee … akhirnya Avin akan mempunyai mobil-mobil seperti Mas Bimo," teriaknya sambil melompat-lompat.Anak itu berlari menghampiri anak laki-laki yang mungkin seusianya. Ia tersenyum lalu memeluk anak laki-laki itu dengan erat."Mas Bimo dengarkan, kalau aku juga akan dibelikan mainan yang sama seperti Mas Bimo? Jadi sekarang kita tidak akan bertengkar karena berebut mainan lagi," ujarnya senang."Kau benar, Vin. Aku tidak sabar menunggu Paman segera pulang. Aku ingin melihat mobil-mobil baru milikmu itu," ucap anak yang dipanggil Bimo itu tak kalah antusias."Hu'um."Mereka tidak sabaran menunggu, berjalan hilir-mudik sambil sesekali melihat ke arah pintu. Perasaan sena