"Bu, apa Ayah akan pulang lebih cepat hari ini?" tanya seorang anak laki-laki penuh harap.
Si ibu tersenyum lalu berjongkok di hadapan anaknya."Tentu saja, Sayang. Ini kan, hari ulang tahunmu. Ayah sudah berjanji akan membawakanmu mainan mobil-mobilan yang kamu mau itu," jawab si ibu membuat anak kecil itu kegirangan."Yee … akhirnya Avin akan mempunyai mobil-mobil seperti Mas Bimo," teriaknya sambil melompat-lompat.Anak itu berlari menghampiri anak laki-laki yang mungkin seusianya. Ia tersenyum lalu memeluk anak laki-laki itu dengan erat."Mas Bimo dengarkan, kalau aku juga akan dibelikan mainan yang sama seperti Mas Bimo? Jadi sekarang kita tidak akan bertengkar karena berebut mainan lagi," ujarnya senang."Kau benar, Vin. Aku tidak sabar menunggu Paman segera pulang. Aku ingin melihat mobil-mobil baru milikmu itu," ucap anak yang dipanggil Bimo itu tak kalah antusias."Hu'um."Mereka tidak sabaran menunggu, berjalan hilir-mudik sambil sesekali melihat ke arah pintu. Perasaan senang di hati keduanya membuat kedua anak itu menjadi tidak sabaran."Aduh, aku kebelet. Mas Bimo tunggu ayahnya sendiri dulu ya, aku mau kebelakang sebentar," pamitnya karena sudah tidak tahan mendapat panggilan alam."Baiklah, tapi nanti jangan nangis karena Mas Bimo yang lebih dulu lihat mobil kamu," ucap Bimo membuat bocah cilik itu langsung menggelengkan kepala."Enggak, Mas. Mas Bimo kan, cuman lihat bukan mau merebut mainan aku," sahutnya meyakinkan."Ya sudah, sana pergi sebelum kamu pipis di celana!" titah Bimo dan dijawab anggukkan kepala oleh bocah itu.Anak laki-laki itu segera berlari ke belakang menyisakan tawa dari seorang ibu dengan perut buncit dan juga anak laki-laki yang bernama Bimo.Cukup lama anak kecil itu menyelesaikan hajatnya karena dia bukan hanya pipis saja. Setelah dirasa apa yang mendesaknya plong, anak itu segera berlari dengan gaya riangnya.Namun, saat hampir sampai ke ruang tengah, anak itu mendengar jeritan menyakitkan dari arah depan bahkan terdengar juga beberapa tembakan. Dengan insting pertahanan diri, buru-buru dia mengendap-endap masuk ke celah lemari tua yang selama ini menjadi tempat persembunyiannya saat bermain petak umpet bersama Bimo.Dari sana dia bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi pada keluarganya. Ayah, ibu, bahkan Mas Bimo nya, sedang di bantai habis-habisan.Bukan hanya tembakan yang mereka terima di seluruh tubuhnya, bahkan ketika mereka sekarat pun, orang-orang keji itu masih tidak mau menghentikan aksinya mengoyak raga yang sudah hampir tidak bernyawa. Mereka semua tertawa-tawa bahagia seakan apa yang mereka lakukan adalah hal yang menyenangkan.Anak laki-laki itu menangis sambil menggigit kain yang disumpalkan ke mulutnya. Itu dia lakukan agar mereka yang sedang mengeksekusi keluarganya tidak menyadari kehadiran dirinya.Kelakuan keji mereka terekam sangat jelas dalam ingatan anak kecil itu. Meskipun wajah mereka tidak terlihat dengan jelas karena tertutup topeng, tapi setiap kata yang keluar dari mulut orang-orang itu tidak mungkin pudar dari ingatan Gravin. Itu sangat cukup menjadi jalan untuk anak itu menemukan mereka suatu saat nanti."Huh … huh … huh … TIDAK!"Seorang laki-laki terperanjat bangun dari tidurnya, tangannya mengusap peluh yang sudah membasahi seluruh pelipisnya.Segera dia mengambil air putih yang ada di atas nakas dan meneguknya hingga tandas."Mimpi itu lagi," lirihnya sambil menyeka peluh yang membasahi pelipisnya."Aku berjanji akan membalaskan setiap tetes darah yang keluar dari tubuh kalian akibat ulah biadab mereka. Aku janji, Ayah, Ibu, Mas Bimo, aku berjanji akan melakukanya."Kilatan amarah jelas terpancar dari mata elangnya. Mimpi itu seolah menjadi pengingat pada apa yang menjadi tujuan hidupnya selama ini.Ya, dia adalah Gravin Axsein, satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian yang terjadi pada keluarganya sekitar 20 tahun yang lalu.Kejadian itu bertepatan dengan ulang tahunnya yang ketujuh. Hadiah di hari ulang tahunnya itu merupakan hadiah yang tidak akan mungkin dia lupakan untuk selamanya.Hadiah mengerikan itu adalah kematian orang tua juga kakak sepupunya karena kekejaman dari kelompok pembunuh bayaran yang disewa oleh seseorang yang saat itu bahkan sampai sekarang masih berkuasa di sebuah perusahaan yang sangat besar.Gravin selalu memantau mereka, memastikan celah untuk dia menghancurkan mereka semua hingga sehancur-hancurnya.Bahkan sekarang Gravin menjadi pemimpin yang disegani di sebuah perusahaan yang selama ini menjadi musuh bebuyutan dari perusahaan yang dipimpin oleh pelenyap keluarganya itu.Tidak ada hari untuknya berleha-leha, dia terus mengasah kemampuannya dalam bertarung, menggunakan berbagai senjata, dan juga kecekatannya dalam berbisnis.Gravin, anak lugu nan polos itu kini sudah berubah menjadi seorang laki-laki yang tidak tersentuh dan terkenal berdarah dingin.Tidak ada belas kasih ketika Gravin menyingkirkan penghalang jalannya, bahkan apa pun akan dia lakukan untuk membuat korbannya tidak berani kembali mengangkat wajahnya.Setelah merasa bisa mengontrol emosinya, Gravin segera keluar dari kamarnya. Setelah mendapatkan mimpi seperti itu, dia selalu menuju tempatnya yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan segala amarah.Bawahannya yang sudah tidak asing dengan kelakuan Gravin, segera mengekor laki-laki itu dari belakang.Laki-laki itu langsung melepaskan segala amarahnya pada samsak tinju hingga seluruh tubuhnya seakan bermandikan keringat.Dendam yang tertanam dalam hatinya sejak kecil, membuat Gravin menjadi orang yang ambisius bahkan tidak pernah mengenal rasa takut.Bahaya seperti apapun yang menghalangi jalannya selalu Gravin singkirkan tanpa gentar. Itu juga yang membuat dia diangkat menjadi pengganti oleh pemimpin dari perusahaan yang kini berada di bawah kuasa nya.Karena, orang itu sangat yakin dengan api amarah yang terus menyala dalam diri Gravin akan membuat perusahaannya terus berjaya. Apalagi, setelah mengetahui jika orang yang Gravin incar adalah rival mereka.Setelah puas melepaskan amarah, Gravin langsung menghampiri anak buahnya yang sedari tadi menemaninya di sana."Bagaimana dengan mereka, Hans? Apa kalian sudah mendapatkan celah supaya kita bisa melakukan penyerangan dalam waktu dekat ini?" tanya Gravin dengan sorot mata penuh dendam."Ya, Tuan. Kita sudah mendapatkan kesempatan untuk membuat mereka porak-poranda sampai ke akar-akarnya," jawab orang yang bernama Hans membuat senyum misterius terbit di bibir Gravin."Bagus! Siapkan segalanya untuk kita melumpuhkan mereka dalam sekali tepuk! Aku tidak ingin ada kesalahan yang membuat mereka selamat dari cengkraman kita. Pastikan semuanya dipersiapkan dengan matang!" titah Gravin berapi-api."Baik, Tuan. Kami akan melakukannya dengan sangat hati-hati sehingga tidak akan membuat mereka bisa lolos dari serangan kita.""Hemm, aku menantikan hasil kerja kalian!"Gravin langsung meninggalkan Hans. Laki-laki itu harus memastikan sendiri jika lawannya tidak akan bisa melarikan diri saat mereka melakukan penyerangan nanti."Akhirnya, aku akan segera membawa keadilan untuk kalian," lirih Gravin menatap langit yang gelap tanpa cahaya sedikitpun seperti hatinya yang juga sama gelapnya karena dendam.Masih terekam jelas di ingatan Gravin bagaimana dia berjalan terseok-seok keluar dari rumah. Para pembunuh bayaran itu tidak menyisakan sepotong daging keluarganya untuk bisa dikuburkan dengan layak. Itu dilakukan atas perintah dari orang yang membayar mereka untuk menghilangkan jejak kejahatannya terhadap keluarga dari Gravin.Di tangannya, Gravin membawa hadiah mobil-mobilan yang dibeli oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahun. Hingga Gravin tiba di sebuah gedung tua, kakinya tidak bisa dibawa untuk melangkah lagi. Anak kecil itu tumbang, dia kehilangan kesadarannya dengan rasa sakit yang teramat dalam di hatinya.Kilasan adegan pembantaian orang tuanya, membangunkan dia dari tidur panjangnya.Gravin mengerjap, menelisik setiap ruangan yang terasa asing baginya. Saat dia akan beranjak dan melarikan diri, seorang laki-laki yang mungkin seusia ayahnya, menghentikan dia.Dialah Seto Pahlevi, seorang pengusaha ternama yang dengan tangan lebar merangkulnya dalam perlindungan."Aku dimana
Sesuai instruksi dari Gravin, semua anak buahnya langsung menyebar menguasai gedung tempat pesta ulang tahun anak bungsu dari Eldrick dilangsungkan. Mereka merangkap jadi pelayan, juru masak, hingga menjadi tamu undangan.Tentu melakukan itu semua adalah hal yang sangat mudah, tapi mereka juga berdampingan dengan anak buah Eldrick dalam waktu yang bersamaan.Meskipun mengurangi tingkat waspada nya, tapi Eldrick tetap menyewa orang untuk melindungi dia dan keluarganya, sebagai perjagaan kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.Kedatangan beberapa mobil mewah menandakan jika Eldrick dan keluarganya telah tiba. Senyum kebahagiaan terpancar dari semua orang. Namun, mereka tidak tahu jika di sudut ruangan ada mata yang menyala mengintai mereka bagaikan mangsa.Ya, itu adalah Gravin. Dengan mudahnya dia masuk ke tengah-tengah pesta tanpa ada orang yang mencurigai nya.Tentu saja karena selama ini, semua orang hanya mengenal Gravin sebagai pengusaha muda yang mampu membuat kejayaan seb
Gravin langsung menoleh ke sumber suara begitu mendengar pertanyaan orang di belakangnya. Ternyata itu Hans yang baru saja kembali. Lelaki itu tampak masih berlumuran darah dengan tatapan yang kentara dipenuhi rasa penasaran."Aku akan membuat wanita itu tak bisa lari dariku! Sekarang hanya dia yang akan menuntun Eldrick pada kita. Jadi aku harus bisa membuatnya tetap berada di sisisku," sahut Gravin tanpa keraguan.Hans tampak manggut-manggut mendengar perkataan Gravin. Memang hanya dengan tetap membuat gadis itu berada di sana maka ada kemungkinan besar Eldrick akan kembali mendatangi mereka.Bagaimanapun juga, gadis itu adalah putrinya, satu-satunya keluarga Eldrick yang tersisa. Jadi, tak mungkin lelaki itu mengabaikan anaknya sendiri."Hans, tolong kamu bawakan aku gaun pengantin dan panggilkan juga pemuka agama untuk menikahkan aku dengan gadis itu. Aku akan menikahinya sekarang juga," ujar Gravin membuat Hans langsung membulatkan mata."Ma-maksud Anda? Anda benar-benar akan men
Mata gadis itu tampak membulat sempurna dengan mulut yang menganga. Syok! Itulah mungkin yang sedang dirasakan oleh gadis itu saat mendengar apa yang Gravin katakan barusan.Namun, untuk Gravin sendiri ekspresi gadis itu benar-benar menggemaskan. Dia ingin membuat si gadis terus berada dalam keadaan yang benar-benar di bawah tekanan. Sukur-sukur kalau si gadis menjadi gila, itu akan lebih menyenangkan untuk Gravin."Kenapa malah diam saja? Kamu berharap aku menarik kembali kata-kataku, begitu? Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya. Sekarang, mandilah dan pakaian gaun ini! Pastikan penampilanmu sempurna kalau memang kamu masih ingin selamat!" titah Gravin sembari menghempaskan tubuh gadis itu dengan kasar."Aku tidak tahu apa-apa, kenapa kamu melakukan ini padaku?" lirih sang gadis saat Gravin dengan tanpa perasaan seolah mempermainkan dirinya."Orangtuaku pun tidak bersalah, sepupuku bahkan tidak tahu apa-apa, apalagi calon adikku yang masih dalam kandungan, tapi ayahmu melenyapka
"A-apa yang kamu katakan? Kenapa kamu mengatakan kalau ayahku seorag pembunuh? Ayah bukan seperti orang yang kamu katakan! Ayahku tidak mungkin membunuh siapa pun!" ucap Kania menyangkal dengan tegas apa yang Kalisa katakan.Kalisa langsung tersenyum sinis mendengar sanggahan yang terucap dari bibir Kania. Entah wanita di depannya ini memang sangat-sangat bodoh hingga tidak bisa mengerti kenapa Gravin memperlakukannya dengan kasar atau memang wanita itu pura-pura tidak tahu apa pun untuk mengelabui semua orang. Sungguh wajah pura-pura polos itu sangat-sangat menyebalkan untuk Kalisa."Meskipun kamu terus menyangkal apa yang aku katakan tapi itu tidak akan merubah kebenaran jika memang kamu adalah anak dari seorang pembunuh. Aku harap kamu tidak akan dicincang hidup-hidup oleh Tuan Gravin! Aku sarankan agar kamu banyak berdoa saja dan turuti apa yang Tuan Gravin katakan kalau ingin selamat. Kecuali kalau kamu ingin menyusul keluargamu yang bejad itu," ujar Kalisa dengan senyum sinis ya
"Tidak ada penolakan, Kalisa! Jangan terus mendebat Ayah! Kita pulang sekarang juga!" ajak Seto tak ingin Kalisa terus mendebatnya.Kalisa langsung menghentakkan kakinya penuh kekesalan. Bahkan Kalisa memilih keluar lebih dulu meninggalkan ayahnya sendirian.Seto yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng-geleng kepala. "Maafkan Kalisa, Grav. Dia memang seperti itu," ucap Seto tidak enak dengan kelakuan anaknya."Tidak apa-apa, Paman," sahut Gravin berusaha melukiskan senyuman."Ya sudah kalau begitu Paman pulang dulu. Jangan lupakan apa yang Paman katakan," ucap Seto sembari menepuk pundak Gravin.Gravin hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Tidak mungkin dia melupakan tujuan hidupnya hanya karena seorang putri dari musuhnya. Kematian kedua orang tua dan juga kakak sepupunya harus terbalaskan. Gravin tidak akan rela kalau mereka tidak akan mendapatkan keadilan."Tuan, sepertinya Tuan putri Kalisa merajuk karena tak bisa mengganggu malam pertama Anda," celetuk Hans begitu Seto ta
Cukup lama Gravin menunggu Kania mandi, akhirnya wanita itu muncul juga dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk, menampilkan bahu seputih susu yang begitu menggoda. Belum lagi setengah pahanya yang terekspos bebas membuat seringai di bibir Gravin semakin lebar saja. Sepertinya, memang alam pun berpihak pada Gravin hingga lelaki itu tak perlu mencari alasan untuk menjalankan misinya. Tanpa membuang waktu Gravin langsung berjalan mendekat pada gadis itu. Tatapannya tak sedikitpun teralihkan dari sang gadis yang hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah. Tangan Kania semakin rapat bersilang di depan dada seolah ingin menutupi apa yang tersembunyi di sana. Apalagi kala melihat dengan sudut matanya Gravin semakin mendekat, membuat Kania tidak karuan saja.Begitu Gravin menyentuh pundak polosnya, detak jantumg Kania begitu cepat seolah baru saja melakukan lari maraton. Setiap persendian tubuhnya pun terasa lemas tak bertenaga. Ingin sekali Kania lari, menyelamatka
Dengan penuh semangat Gravin memilih lebih dulu duduk di meja makan. Lelaki itu sengaja memberikan Kania sedikit waktu untuk meluapkan kesedihannya. Apalagi, melihat wajah kusut dan mata sembab wanita itu akan menjadi hiburan tersendiri untuk Gravin. Jadi Gravin tak ingin menyia-nyiakan menikmati moment itu.Ya, Gravin yakin saat ini Kania sedang asik menangis di dalam kamar mandi meratapi kejadian yang baru saja terjadi. Biasanya juga adegan seperti itu sering muncul di film-film saat seorang gadis baru saja dinodai.Benar-benar menggelikan, bukan?Saat sedang asik melamun, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Gravin mengalihkan perhatian. Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya adalah Hans, tanpa basa-basi lagi Gravin segera menjawab panggilan itu.Bagaimanapun juga Gravin tahu benar Hans tidak mungkin menghubunginya kalau bukan karena ada hal penting. Jadi Gravin tak akan mungkin mengabaikan orang kepercayaannya itu "Hallo, Hans, ada apa kamu menghubungiku?" tany
Di bawah pengawasan Gravin, lantai yang tadi bak mengalami banjir lokal itu kini bisa kembali kering. Entah berapa kali Gravin harus meninggikan suaranya agar wanita itu mengerti tentang bagaimana harusnya Kania bekerja.Tentu saja minus mencontohkan. Gravin tidak mungkin mau repot-repot turun tangan. Lelaki itu hanya asik tunjuk-tunjuk saja tanpa mau mengulurkan tangan membantu Kania."Akhirnya semuanya sudah selesai. Jadi Tuan mau saya masakin apa?" tanya Kania terlihat begitu kelelahan setelah menyelesaikan tugas membersihkan rumah."Buatkan saja aku salad buah! Aku tidak biasa memakan makanan berat di pagi hari," titah Gravin berharap kali ini masakan Kania tidak akan hancur seperti halnya kemari."Baik Tuan, tolong tunggu sebentar!"Kania langsung berlari menuju dapur untuk melaksakan tugas selanjutnya dari Gravin. Dari gayanya, sepertinya Kania tidak akan kembali melakukan kesalahan seperti yang dilakukannya kemarin.Akan tetapi kalau wanita itu masih tidak bisa belajar dari kes
Pagi harinya, Gravin bangun dengan tubuh yang lebih segar. Senyum lebar terukir di wajah lelaki itu. Sepertinya hari ini tidur lelaki itu benar-benar nyenyak tidak seperti biasanya yang selalu dihantui dengan bayang-bayang kejadian kelam di masa lalunya.Mungkin ini terjadi karena sedikit demi sedikit Gravin sudah bisa membalaskan dendam yang selama ini menggunung di hatinya. Terlebih sudah ada senjata di tangannya untuk bisa menjerat Eldrick. Tinggal menunggu waktu saja maka lelaki itu akan menunjukkan batang hidungnya. Rasanya Gravin hanya perlu bersabar sedikit saja maka semuanya akan selesai.Hari ini saatnya Gravin bersenang-senang dengan memberikan beberapa pelajaran berharga untuk wanita yang tak lain istri dan juga anak dari orang yang paling dia benci di dunia. Neraka di hari kedua untuk gadis itu akan dimulai sebentar lagi. Rasanya Gravin sudah tidak sabar untuk melihat bagaimana tersiksanya gadis itu di dalam istananya.Apalagi semalam Gravin memberikan ultimatum yang cukup
Dengan tangan bergetar Kania segera menggapai bubur di depannya. Beberapa kali wanita itu menelan ludahnya kasar dengan tatapan yang tak lepas dari makanan mengerikan itu.Meskipun itu bubur buatannya dan dia tahu benar apa saja isi bubur itu, namun melihat bentukannya yang ancur-ancuran tentu Kania pun merasa mual sendiri. Rasanya, ingin sekali Kania membuang bubur itu kalau saja tak takut suaminya malah akan mencekiknya. Sungguh, Kania merasa mual sendiri meskipun belum memakan bubur itu sedikitpun."Cepat makan buburnya! Bukankah itu buatanmu? Jangan sampai kamu membuang-buang makanan, Kania!" titah Gravin lagi.Kania langsung mengangguk lesu sebagai jawaban. Sepertinya memang tak ada pilihan lain selain menikmati apa yang terhidang di depannya. Itu pun, kalau Kania masih ingin hidupnya baik-baik saja.Sedangkan Gravin yang melihat kelakuan Kania hanya tersenyum sinis. Salah Kania sendiri yang malah menghidangkan muntahan hewan di hadapannya. Harusnya Kania lebih berhati-hati lagi
Dengan penuh semangat Gravin memilih lebih dulu duduk di meja makan. Lelaki itu sengaja memberikan Kania sedikit waktu untuk meluapkan kesedihannya. Apalagi, melihat wajah kusut dan mata sembab wanita itu akan menjadi hiburan tersendiri untuk Gravin. Jadi Gravin tak ingin menyia-nyiakan menikmati moment itu.Ya, Gravin yakin saat ini Kania sedang asik menangis di dalam kamar mandi meratapi kejadian yang baru saja terjadi. Biasanya juga adegan seperti itu sering muncul di film-film saat seorang gadis baru saja dinodai.Benar-benar menggelikan, bukan?Saat sedang asik melamun, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Gravin mengalihkan perhatian. Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya adalah Hans, tanpa basa-basi lagi Gravin segera menjawab panggilan itu.Bagaimanapun juga Gravin tahu benar Hans tidak mungkin menghubunginya kalau bukan karena ada hal penting. Jadi Gravin tak akan mungkin mengabaikan orang kepercayaannya itu "Hallo, Hans, ada apa kamu menghubungiku?" tany
Cukup lama Gravin menunggu Kania mandi, akhirnya wanita itu muncul juga dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk, menampilkan bahu seputih susu yang begitu menggoda. Belum lagi setengah pahanya yang terekspos bebas membuat seringai di bibir Gravin semakin lebar saja. Sepertinya, memang alam pun berpihak pada Gravin hingga lelaki itu tak perlu mencari alasan untuk menjalankan misinya. Tanpa membuang waktu Gravin langsung berjalan mendekat pada gadis itu. Tatapannya tak sedikitpun teralihkan dari sang gadis yang hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah. Tangan Kania semakin rapat bersilang di depan dada seolah ingin menutupi apa yang tersembunyi di sana. Apalagi kala melihat dengan sudut matanya Gravin semakin mendekat, membuat Kania tidak karuan saja.Begitu Gravin menyentuh pundak polosnya, detak jantumg Kania begitu cepat seolah baru saja melakukan lari maraton. Setiap persendian tubuhnya pun terasa lemas tak bertenaga. Ingin sekali Kania lari, menyelamatka
"Tidak ada penolakan, Kalisa! Jangan terus mendebat Ayah! Kita pulang sekarang juga!" ajak Seto tak ingin Kalisa terus mendebatnya.Kalisa langsung menghentakkan kakinya penuh kekesalan. Bahkan Kalisa memilih keluar lebih dulu meninggalkan ayahnya sendirian.Seto yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng-geleng kepala. "Maafkan Kalisa, Grav. Dia memang seperti itu," ucap Seto tidak enak dengan kelakuan anaknya."Tidak apa-apa, Paman," sahut Gravin berusaha melukiskan senyuman."Ya sudah kalau begitu Paman pulang dulu. Jangan lupakan apa yang Paman katakan," ucap Seto sembari menepuk pundak Gravin.Gravin hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Tidak mungkin dia melupakan tujuan hidupnya hanya karena seorang putri dari musuhnya. Kematian kedua orang tua dan juga kakak sepupunya harus terbalaskan. Gravin tidak akan rela kalau mereka tidak akan mendapatkan keadilan."Tuan, sepertinya Tuan putri Kalisa merajuk karena tak bisa mengganggu malam pertama Anda," celetuk Hans begitu Seto ta
"A-apa yang kamu katakan? Kenapa kamu mengatakan kalau ayahku seorag pembunuh? Ayah bukan seperti orang yang kamu katakan! Ayahku tidak mungkin membunuh siapa pun!" ucap Kania menyangkal dengan tegas apa yang Kalisa katakan.Kalisa langsung tersenyum sinis mendengar sanggahan yang terucap dari bibir Kania. Entah wanita di depannya ini memang sangat-sangat bodoh hingga tidak bisa mengerti kenapa Gravin memperlakukannya dengan kasar atau memang wanita itu pura-pura tidak tahu apa pun untuk mengelabui semua orang. Sungguh wajah pura-pura polos itu sangat-sangat menyebalkan untuk Kalisa."Meskipun kamu terus menyangkal apa yang aku katakan tapi itu tidak akan merubah kebenaran jika memang kamu adalah anak dari seorang pembunuh. Aku harap kamu tidak akan dicincang hidup-hidup oleh Tuan Gravin! Aku sarankan agar kamu banyak berdoa saja dan turuti apa yang Tuan Gravin katakan kalau ingin selamat. Kecuali kalau kamu ingin menyusul keluargamu yang bejad itu," ujar Kalisa dengan senyum sinis ya
Mata gadis itu tampak membulat sempurna dengan mulut yang menganga. Syok! Itulah mungkin yang sedang dirasakan oleh gadis itu saat mendengar apa yang Gravin katakan barusan.Namun, untuk Gravin sendiri ekspresi gadis itu benar-benar menggemaskan. Dia ingin membuat si gadis terus berada dalam keadaan yang benar-benar di bawah tekanan. Sukur-sukur kalau si gadis menjadi gila, itu akan lebih menyenangkan untuk Gravin."Kenapa malah diam saja? Kamu berharap aku menarik kembali kata-kataku, begitu? Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya. Sekarang, mandilah dan pakaian gaun ini! Pastikan penampilanmu sempurna kalau memang kamu masih ingin selamat!" titah Gravin sembari menghempaskan tubuh gadis itu dengan kasar."Aku tidak tahu apa-apa, kenapa kamu melakukan ini padaku?" lirih sang gadis saat Gravin dengan tanpa perasaan seolah mempermainkan dirinya."Orangtuaku pun tidak bersalah, sepupuku bahkan tidak tahu apa-apa, apalagi calon adikku yang masih dalam kandungan, tapi ayahmu melenyapka
Gravin langsung menoleh ke sumber suara begitu mendengar pertanyaan orang di belakangnya. Ternyata itu Hans yang baru saja kembali. Lelaki itu tampak masih berlumuran darah dengan tatapan yang kentara dipenuhi rasa penasaran."Aku akan membuat wanita itu tak bisa lari dariku! Sekarang hanya dia yang akan menuntun Eldrick pada kita. Jadi aku harus bisa membuatnya tetap berada di sisisku," sahut Gravin tanpa keraguan.Hans tampak manggut-manggut mendengar perkataan Gravin. Memang hanya dengan tetap membuat gadis itu berada di sana maka ada kemungkinan besar Eldrick akan kembali mendatangi mereka.Bagaimanapun juga, gadis itu adalah putrinya, satu-satunya keluarga Eldrick yang tersisa. Jadi, tak mungkin lelaki itu mengabaikan anaknya sendiri."Hans, tolong kamu bawakan aku gaun pengantin dan panggilkan juga pemuka agama untuk menikahkan aku dengan gadis itu. Aku akan menikahinya sekarang juga," ujar Gravin membuat Hans langsung membulatkan mata."Ma-maksud Anda? Anda benar-benar akan men