Gravin langsung menoleh ke sumber suara begitu mendengar pertanyaan orang di belakangnya. Ternyata itu Hans yang baru saja kembali. Lelaki itu tampak masih berlumuran darah dengan tatapan yang kentara dipenuhi rasa penasaran.
"Aku akan membuat wanita itu tak bisa lari dariku! Sekarang hanya dia yang akan menuntun Eldrick pada kita. Jadi aku harus bisa membuatnya tetap berada di sisisku," sahut Gravin tanpa keraguan.Hans tampak manggut-manggut mendengar perkataan Gravin. Memang hanya dengan tetap membuat gadis itu berada di sana maka ada kemungkinan besar Eldrick akan kembali mendatangi mereka.Bagaimanapun juga, gadis itu adalah putrinya, satu-satunya keluarga Eldrick yang tersisa. Jadi, tak mungkin lelaki itu mengabaikan anaknya sendiri."Hans, tolong kamu bawakan aku gaun pengantin dan panggilkan juga pemuka agama untuk menikahkan aku dengan gadis itu. Aku akan menikahinya sekarang juga," ujar Gravin membuat Hans langsung membulatkan mata."Ma-maksud Anda? Anda benar-benar akan menikahinya, Tuan? Tapi bagaimana bisa?" tanya Hans seakan tak percaya dengan apa yang dia dengar."Lakukan saja apa yang aku perintahkan, Hans. Aku tahu apa yang harus aku lakukan!" kesal Gravin tak suka saat Hans mempertanyakan keputusannya."Ba-baik, Tuan. Kalau begitu saya pamit undur diri," pamit Hans dan hanya dijawab anggukan kepala oleh Gravin.Begitu Hans menghilang dari pandangannya, Gravin langsung mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi seseorang. Dia harus memberitahukan apa saja yang terjadi barusan karena mungkin orang itu sudah menunggunya."Hallo, Paman," sapa Gravin begitu panggilan terhubung."Hallo, Grav. Bagaimana? Apa kamu berhasil melumpuhkan iblis itu?" tanya Pahlevi terdengar tidak sabaran untuk mengetahui kabar rivalnya."Belum sepenuhnya berhasil, Paman. Eldrick berhasil melarikan diri saat aku sedang menghabisi anak lelakinya. Aku tidak tahu lelaki itu kabur ke mana tapi aku punya sesuatu untuk membuat lelaki biadab itu kembali keluar dari persembunyiannya," sahut Gravin dengan senyuman yang tampak tersungging di bibirnya."Apa yang kamu punya untuk membuat Eldrick bisa kembali muncul ke permukaan? Kamu tahu kan, kalau si Eldrik itu sangat licin? Dia tidak akan mungkin menyerahkan nyawanya secara percuma, Grav!" ujar Pahlevi merasa sanksi dengan apa yang dikatakan oleh Gravin."Paman tenang saja, saat ini anaknya bungsunya berada di tanganku. Aku yakin Eldrick tidak akan mungkin membiarkan anak gadisnya kenapa-kenapa. Dia akan aku jadikan senjata untuk membawa Eldrick kembali dan menyerahkan diri. Aku yakin itu akan terjadi sebentar lagi, Paman," jawab Gravin penuh percaya diri.Terdengar helaan nafas kasar dari Pahlevi. Mungkin lelaki itu masih tidak percaya dengan apa yang Gravin katakan."Buanglah semua kekhawatiranmu itu, Paman! Aku yakin dengan apa yang aku lakukan bisa membuat Eldrick kembali menemui kita. Sebaiknya, Paman dan juga Kalisa datanglah ke sini. Hari ini juga aku akan menikahi anak dari Eldrick!" pinta Gravin ingin apa yang menjadi keputusannya akan dihadiri oleh Pahlevi."Hah, menikah?! Apa kamu yakin, Gravin?" tanya Pahlevi terdengar begitu ragu."Ya, tentu saja. Aku bukan hanya akan mengikat kedua kaki wanita itu saja agar tidak bisa lari jauh dariku, tapi aku juga akan mengikat jiwa dan raganya. Aku akan memberikan dunia baru untuk anak dari lelaki kejam itu. Dunia yang tak ubahnya neraka untuk gadis itu," ucap Gravin dengan tangan yang terkepal erat hingga buku jarinya memutih. Tak lupa kilatan kemarahan di matanya tampak begitu jelas saat ini.Hening! Tak ada sahutan apa pun dari seberang sana. Mungkin Pahlevi masih syok dengan keputusan yang Gravin ambil. Namun, tekad Gravin sudah bulat. Dia tidak akan goyah atau pun merubah niatnya hanya karena Pahlevi melarang. Itu pun, kalau benar bungkamnya Pahlevi adalah karena lelaki itu tak setuju dengan keputusan Gravin."Jadi, bagaimana Paman, apa Paman akan ke sini?" tanya Gravin tidak sabaran."Huft, baiklah! Aku akan datang ke sana sekarang juga bersama Kalisa. Aku rasa, kamu sudah memikirkan semuanya matang-matang jadi aku percaya kalau kamu bisa mengatasi segalanya dengan baik, Grav," ucap Pahlevi dengan helaan nepas kasar."Tentu, Paman. Terima kasih karena sudah mau hadir di acara bahagiaku. Aku senang mendengarnya," sahut Gravin dengan senyum yang tampak mengembang di bibirnya."Hem, tentu saja. Kamu sudah aku anggap seperti anakku sendiri, tentu aku akan mendukung apa pun yang menjadi keputusan anakku," ujar Pahlevi semakin membuat Gravin tersenyum lebar."Baiklah, aku tunggu kedatangan kalian."Tut.Gravin langsung menutup panggilannya dengan perasan yang benar-benar lega. Setidaknya, akan ada orang yang dia anggap keluarga di acara pentingnya meskipun memang dilakukan dengan anak gadis dari musuhnya."Tuan, ini gaun yang ada pesan. Untuk orang yang akan menikahkan Anda pun sedang dalam perjalanan karena barusan dijemput oleh anak-anak," ucap Hans menyerahkan paper bag pada Gravin."Hem, kalau nanti sudah datang, langsung beritahu aku!" pinta Gravin."Baik, Tuan."Gravin segera berlalu dari hadapan Hans menuju kembali kamar di mana anak gadis Eldrick berada. Senyum smirk tampak jelas di wajah lelaki itu saat membayangkan raut terkejut dari wajah gadis itu saat nanti Gravin menyampaikan tujuannya untuk menikahi gadis itu.Tentu ini akan menjadi beban mental untuk gadis itu. Siapa yang akan Sudi menikahi laki-laki yang sudah melenyapkan keluarganya dan itu pun tepat di depan mata kepalanya sendiri.Ah! Gravin benar-benar bahagia! Rasanya sedikit demi sedikit rasa sakit itu mulai terkikis di hati Gravin saat pembalasan dendam itu mulai dia lakukan kepada orang-orang yang sudah membuat keluarganya meninggal dunia.Gravin berjanji dalam hatinya akan membuat gadis itu menginginkan kematian dari pada harus hidup dengan Gravin. Namun, tentu Gravin tidak akan akan membiarkan gadis itu atau pun Eldrick mati dengan mudah.Ceklek!Gravin langsung membuka pintu kamar hingga tampaklah sosok gadis yang sedang meringkuk memeluk lutut sambil menangis tersedu-sedu."Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk membersihkan diri, hah? Tapi kenapa kamu masih diam saja? Apa kamu ingin aku yang memandikanmu?" kesal Gravin melihat gadis itu tidak melakukan apa yang dia perintahkan.Gadis itu masih tetap asik menangis tanpa memperdulikan Gravin. Tentu saja itu membuat Gravin benar-benar kesal bukan main.Dengan secepat kilat Gravin menarik tangan gadis itu hingga berdiri bersejajar dengannya. Kilat kemarahan jelas terpancar di wajah Gravin kala melihat wajah gadis itu yang malah bersimbah air mata."Cepat bersihkan dirimu sekarang lalu pakai gaun ini! Kita akan menikah sekarang juga jadi jangan membuatku semakin marah padamu!" titah Gravin tanpa bantahan."Hah, menikah?""Ya, kita akan menikah? Kenapa? Apa kamu sangat bahagia mengetahui aku akan menikahimu?" tanya Gravin dengan bibir penuh seringai."Ti-tidak! Aku mohon jangan lakukan itu," lirih gadis itu penuh permohonan."Ini bukan permintaan atau pun penawaran, gadis cantik! Ini adalah perintah dariku! Kalau kamu tidak mengikuti apa yang aku katakan, maka kamu akan mati sekarang juga!"Deg!Mata gadis itu tampak membulat sempurna dengan mulut yang menganga. Syok! Itulah mungkin yang sedang dirasakan oleh gadis itu saat mendengar apa yang Gravin katakan barusan.Namun, untuk Gravin sendiri ekspresi gadis itu benar-benar menggemaskan. Dia ingin membuat si gadis terus berada dalam keadaan yang benar-benar di bawah tekanan. Sukur-sukur kalau si gadis menjadi gila, itu akan lebih menyenangkan untuk Gravin."Kenapa malah diam saja? Kamu berharap aku menarik kembali kata-kataku, begitu? Tidak! Aku tidak akan pernah melakukannya. Sekarang, mandilah dan pakaian gaun ini! Pastikan penampilanmu sempurna kalau memang kamu masih ingin selamat!" titah Gravin sembari menghempaskan tubuh gadis itu dengan kasar."Aku tidak tahu apa-apa, kenapa kamu melakukan ini padaku?" lirih sang gadis saat Gravin dengan tanpa perasaan seolah mempermainkan dirinya."Orangtuaku pun tidak bersalah, sepupuku bahkan tidak tahu apa-apa, apalagi calon adikku yang masih dalam kandungan, tapi ayahmu melenyapka
"A-apa yang kamu katakan? Kenapa kamu mengatakan kalau ayahku seorag pembunuh? Ayah bukan seperti orang yang kamu katakan! Ayahku tidak mungkin membunuh siapa pun!" ucap Kania menyangkal dengan tegas apa yang Kalisa katakan.Kalisa langsung tersenyum sinis mendengar sanggahan yang terucap dari bibir Kania. Entah wanita di depannya ini memang sangat-sangat bodoh hingga tidak bisa mengerti kenapa Gravin memperlakukannya dengan kasar atau memang wanita itu pura-pura tidak tahu apa pun untuk mengelabui semua orang. Sungguh wajah pura-pura polos itu sangat-sangat menyebalkan untuk Kalisa."Meskipun kamu terus menyangkal apa yang aku katakan tapi itu tidak akan merubah kebenaran jika memang kamu adalah anak dari seorang pembunuh. Aku harap kamu tidak akan dicincang hidup-hidup oleh Tuan Gravin! Aku sarankan agar kamu banyak berdoa saja dan turuti apa yang Tuan Gravin katakan kalau ingin selamat. Kecuali kalau kamu ingin menyusul keluargamu yang bejad itu," ujar Kalisa dengan senyum sinis ya
"Tidak ada penolakan, Kalisa! Jangan terus mendebat Ayah! Kita pulang sekarang juga!" ajak Seto tak ingin Kalisa terus mendebatnya.Kalisa langsung menghentakkan kakinya penuh kekesalan. Bahkan Kalisa memilih keluar lebih dulu meninggalkan ayahnya sendirian.Seto yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng-geleng kepala. "Maafkan Kalisa, Grav. Dia memang seperti itu," ucap Seto tidak enak dengan kelakuan anaknya."Tidak apa-apa, Paman," sahut Gravin berusaha melukiskan senyuman."Ya sudah kalau begitu Paman pulang dulu. Jangan lupakan apa yang Paman katakan," ucap Seto sembari menepuk pundak Gravin.Gravin hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Tidak mungkin dia melupakan tujuan hidupnya hanya karena seorang putri dari musuhnya. Kematian kedua orang tua dan juga kakak sepupunya harus terbalaskan. Gravin tidak akan rela kalau mereka tidak akan mendapatkan keadilan."Tuan, sepertinya Tuan putri Kalisa merajuk karena tak bisa mengganggu malam pertama Anda," celetuk Hans begitu Seto ta
Cukup lama Gravin menunggu Kania mandi, akhirnya wanita itu muncul juga dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk, menampilkan bahu seputih susu yang begitu menggoda. Belum lagi setengah pahanya yang terekspos bebas membuat seringai di bibir Gravin semakin lebar saja. Sepertinya, memang alam pun berpihak pada Gravin hingga lelaki itu tak perlu mencari alasan untuk menjalankan misinya. Tanpa membuang waktu Gravin langsung berjalan mendekat pada gadis itu. Tatapannya tak sedikitpun teralihkan dari sang gadis yang hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah. Tangan Kania semakin rapat bersilang di depan dada seolah ingin menutupi apa yang tersembunyi di sana. Apalagi kala melihat dengan sudut matanya Gravin semakin mendekat, membuat Kania tidak karuan saja.Begitu Gravin menyentuh pundak polosnya, detak jantumg Kania begitu cepat seolah baru saja melakukan lari maraton. Setiap persendian tubuhnya pun terasa lemas tak bertenaga. Ingin sekali Kania lari, menyelamatka
Dengan penuh semangat Gravin memilih lebih dulu duduk di meja makan. Lelaki itu sengaja memberikan Kania sedikit waktu untuk meluapkan kesedihannya. Apalagi, melihat wajah kusut dan mata sembab wanita itu akan menjadi hiburan tersendiri untuk Gravin. Jadi Gravin tak ingin menyia-nyiakan menikmati moment itu.Ya, Gravin yakin saat ini Kania sedang asik menangis di dalam kamar mandi meratapi kejadian yang baru saja terjadi. Biasanya juga adegan seperti itu sering muncul di film-film saat seorang gadis baru saja dinodai.Benar-benar menggelikan, bukan?Saat sedang asik melamun, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Gravin mengalihkan perhatian. Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya adalah Hans, tanpa basa-basi lagi Gravin segera menjawab panggilan itu.Bagaimanapun juga Gravin tahu benar Hans tidak mungkin menghubunginya kalau bukan karena ada hal penting. Jadi Gravin tak akan mungkin mengabaikan orang kepercayaannya itu "Hallo, Hans, ada apa kamu menghubungiku?" tany
Dengan tangan bergetar Kania segera menggapai bubur di depannya. Beberapa kali wanita itu menelan ludahnya kasar dengan tatapan yang tak lepas dari makanan mengerikan itu.Meskipun itu bubur buatannya dan dia tahu benar apa saja isi bubur itu, namun melihat bentukannya yang ancur-ancuran tentu Kania pun merasa mual sendiri. Rasanya, ingin sekali Kania membuang bubur itu kalau saja tak takut suaminya malah akan mencekiknya. Sungguh, Kania merasa mual sendiri meskipun belum memakan bubur itu sedikitpun."Cepat makan buburnya! Bukankah itu buatanmu? Jangan sampai kamu membuang-buang makanan, Kania!" titah Gravin lagi.Kania langsung mengangguk lesu sebagai jawaban. Sepertinya memang tak ada pilihan lain selain menikmati apa yang terhidang di depannya. Itu pun, kalau Kania masih ingin hidupnya baik-baik saja.Sedangkan Gravin yang melihat kelakuan Kania hanya tersenyum sinis. Salah Kania sendiri yang malah menghidangkan muntahan hewan di hadapannya. Harusnya Kania lebih berhati-hati lagi
Pagi harinya, Gravin bangun dengan tubuh yang lebih segar. Senyum lebar terukir di wajah lelaki itu. Sepertinya hari ini tidur lelaki itu benar-benar nyenyak tidak seperti biasanya yang selalu dihantui dengan bayang-bayang kejadian kelam di masa lalunya.Mungkin ini terjadi karena sedikit demi sedikit Gravin sudah bisa membalaskan dendam yang selama ini menggunung di hatinya. Terlebih sudah ada senjata di tangannya untuk bisa menjerat Eldrick. Tinggal menunggu waktu saja maka lelaki itu akan menunjukkan batang hidungnya. Rasanya Gravin hanya perlu bersabar sedikit saja maka semuanya akan selesai.Hari ini saatnya Gravin bersenang-senang dengan memberikan beberapa pelajaran berharga untuk wanita yang tak lain istri dan juga anak dari orang yang paling dia benci di dunia. Neraka di hari kedua untuk gadis itu akan dimulai sebentar lagi. Rasanya Gravin sudah tidak sabar untuk melihat bagaimana tersiksanya gadis itu di dalam istananya.Apalagi semalam Gravin memberikan ultimatum yang cukup
Di bawah pengawasan Gravin, lantai yang tadi bak mengalami banjir lokal itu kini bisa kembali kering. Entah berapa kali Gravin harus meninggikan suaranya agar wanita itu mengerti tentang bagaimana harusnya Kania bekerja.Tentu saja minus mencontohkan. Gravin tidak mungkin mau repot-repot turun tangan. Lelaki itu hanya asik tunjuk-tunjuk saja tanpa mau mengulurkan tangan membantu Kania."Akhirnya semuanya sudah selesai. Jadi Tuan mau saya masakin apa?" tanya Kania terlihat begitu kelelahan setelah menyelesaikan tugas membersihkan rumah."Buatkan saja aku salad buah! Aku tidak biasa memakan makanan berat di pagi hari," titah Gravin berharap kali ini masakan Kania tidak akan hancur seperti halnya kemari."Baik Tuan, tolong tunggu sebentar!"Kania langsung berlari menuju dapur untuk melaksakan tugas selanjutnya dari Gravin. Dari gayanya, sepertinya Kania tidak akan kembali melakukan kesalahan seperti yang dilakukannya kemarin.Akan tetapi kalau wanita itu masih tidak bisa belajar dari kes