"A-apa yang kamu katakan? Kenapa kamu mengatakan kalau ayahku seorag pembunuh? Ayah bukan seperti orang yang kamu katakan! Ayahku tidak mungkin membunuh siapa pun!" ucap Kania menyangkal dengan tegas apa yang Kalisa katakan.
Kalisa langsung tersenyum sinis mendengar sanggahan yang terucap dari bibir Kania. Entah wanita di depannya ini memang sangat-sangat bodoh hingga tidak bisa mengerti kenapa Gravin memperlakukannya dengan kasar atau memang wanita itu pura-pura tidak tahu apa pun untuk mengelabui semua orang. Sungguh wajah pura-pura polos itu sangat-sangat menyebalkan untuk Kalisa."Meskipun kamu terus menyangkal apa yang aku katakan tapi itu tidak akan merubah kebenaran jika memang kamu adalah anak dari seorang pembunuh. Aku harap kamu tidak akan dicincang hidup-hidup oleh Tuan Gravin! Aku sarankan agar kamu banyak berdoa saja dan turuti apa yang Tuan Gravin katakan kalau ingin selamat. Kecuali kalau kamu ingin menyusul keluargamu yang bejad itu," ujar Kalisa dengan senyum sinis yang tampak terukir di bibirnya.Kania hanya diam membeku mendengarkan apa yang Kalisa katakan. Entah kejahatan seperti apa yang sebenarnya sudah dilakukan oleh ayahnya hingga kini tiba-tiba banyak orang jahat yang siap menerkamnya.Padahal setahu Kania selama ini ayahnya selalu bersikap sangat-sangat baik kepada semua orang. Jadi, Kania tidak percaya kalau sampai ayahnya benar-benar melakukan kejahatan itu."Jangan terlalu banyak melamun, gadis pembunuh! Sebaiknya kamu bersiap-siap menghadapi neraka yang akan Tuan Gravin berikan padamu. Asal kamu tahu saja, dia bukan orang yang suka pilih-pilih saat melakukan kekerasan. Dia akan menumpas habis tubuhmu sampai semua amarah dalam dirinya sirna! Jadi, aku sarankan agar kamu lebih berhati-hati lagi dalam bertindak. Jangan sampai kamu memancing amarah Tuan Gravin lebih dari ini!"Setelah memberikan peringatan pada Kania, Kalisa segera keluar dari kamar. Tak lupa Kalisa juga mengunci kamar itu agar Kania tidak akan lari.Tentu Kalisa pun tak ingin menjadi sasaran amukan Gravin hanya karena tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik. Terlebih, Gravin bukanlah orang yang akan mentolelir sebuah kesalahan.Sementara Gravin kini tampak duduk bersidekap dada di depan Seto. Tak lupa sosok Hans yang selalu setia berdiri di sampingnya. Sepertinya, ketiga orang itu sedang terlibat perbincangan serius saat ini."Grav, apa kamu yakin dengan keputusan yang kamu ambil ini? Bukan Paman meragukanmu, hanya saja kelemahan seorang laki-laki itu ada pada wanita. Paman hanya tidak ingin kalau kamu salah langkah, Grav! Bagaimanapun juga kamu itu sudah seperti putra Paman. Paman tentu tidak akan membiarkan putera Paman salah dalam mengambil keputusan," ucap Seto terdengar khawatir dengan keputusan yang diambil oleh Gravin."Paman tenang saja karena aku tidak mungkin jatuh ke dalam perangkap anak dari orang yang sudah melenyapkan kedua orang tuaku! Haram bagiku untuk jatuh hati padanya! Aku mengikatnya hanya karena ingin membuat si iblis Eldrick muncul ke permukaan. Aku tidak ingin dia terus bersembunyi dan tidak mempertanggungjawabkan perbuatannya pada kedua orang tuaku!" tegas Gravin meyakinkan Seto kalau dia tak akan mungkin tertipu dengan apa pun yang dilakukan Kania.Bagi Gravin, Kania tak lebih hanya umpan untuk dia mendapatkan Seto. Hanya dengan menahan Kania di sisinya Gravin yakin kalau Seto tak akan bisa terus bersembunyi. Lelaki itu pasti akan bertindak untuk menyelamatkan putrinya sendiri."Baguslah kalau memang kamu tidak akan tertarik padanya. Jangan pernah melupakan tujuan hidupmu hanya demi anak seorang pembunuh. Bagi Paman, kesuksesan Paman itu adalah melihatmu berhasil membalaskan dendam mu. Hanya itu saja, Grav," ucap Seto menatap Gravin dengan begitu lekat."Tentu, Paman. Terimakasih karena sudah mendukungku selama ini," ucap Gravin benar-benar beruntung bisa bertemu dengan orang yang begitu baik seperti Seto.Seto bukan hanya memberikan tempat berlindung pada Gravin tapi juga memberikan peluang untuk Gravin membalaskan dendam. Sungguh ini merupakan kebaikan yang tidak akan pernah dilupakan oleh Gravin sampai kapan pun."Jangan berterimakasih seperti itu, Grav! Ingat Paman ini adalah orang tuamu jadi wajar kalau Paman menginginkan yang terbaik untukmu. Lakukan apa yang kamu anggap benar selama itu tidak akan membuatmu melenceng dari tujuan hidupmu selama ini. Kecuali kalau nanti kamu sudah berhasil membalaskan dendam, maka Paman akan lepas tangan. Gapai mimpimu dan berbahagialah!" ujar Seto dengan senyum penuh ketulusan.Tanpa basa-basi Gravin langsung beranjak lalu memeluk laki-laki yang sudah dia anggap sebagai ayahnya. Rasa bahagia yang Gravin rasakan di hatinya tidak bisa dilukiskan lagi saat ini.Di balik kemalangan yang menimpanya, Tuhan masih mengirimkan orang baik untuk Gravin. Ini menjadi salah satu penawar duka yang bisa membuat Gravin tetap tegak berdiri sampai saat ini."Jangan cengeng, Grav ingat kau itu laki-laki! Malulah pada Hans yang sedari tadi melihat kelakuanmu yang mirip anak kecil ini," ucap Seto sembari menepuk lembut punggung Gravin.Gravin langsung terkekeh mendengar perkataan Seto. Lelaki itu segera melepaskan pelukannya lalu kembali duduk penuh wibawa."Maaf, Paman. Aku hanya sedang melampiaskan rasa bahagiaku saja," ucap Gravin masih dengan tawa yang tersisa di bibirnya."Hem, tentu!"Gravin kembali berbincang dengan Seto membahas ini itu. Sementara Hans hanya sesekali menimpali itu pun kalau Gravin dan Seto bertanya padanya.Hans memang lebih kaku daripada Gravin. Mungkin itu karena dia tidak ingin dianggap tidak sopan karena ikut nimbrung dalam pembicaraan para Bosnya."Ayah, aku sudah menyiapkan kamar untuk kita menginap di sini. Sebaiknya Ayah istirahat!" ucap Kalisa yang tiba-tiba datang menghampiri."Menyiapkan kamar untuk apa? Kita tidak akan menginap di sini, Kalisa," sahut Seto heran dengan kelakuan anaknya.Sementara Gravin dan juga Hans memilih diam tak ingin ikut nimbrung pada pembicara sepasang anak dan ayah itu. Toh Seto pasti lebih tahu apa yang harus dikatakan pada Kalisa."Kok Ayah ngomong gitu, sih? Bukannya kita ke sini itu untuk menginap?" tanya Kalisa terlihat tidak mengerti apa yang ayahnya katakan. Wanita itu bahkan melempar pandang pada Gravin. Namun, seperti biasa Gravin akan memilih membuang muka daripada ikut berbicara."Kalisa, Gravin itu baru saja menikah jadi dia butuh waktu untuk bersama istrinya. Kita pulang dan menginap lain waktu saja. Lagipula, Ayah juga punya pekerjaan yang sudah menunggu di rumah," ujar Seto berusaha memberikan penjelasan pada anaknya.Namun, Kalisa yang mendengar perkataan ayahnya langsung memasang wajah tak suka. Bagaimana bisa Kalisa membiarkan Gravin menghabiskan malam dengan wanita lain sementara lelaki itu adalah miliknya. Sampai kapan pun Kalisa tidak akan pernah terima. Gravin miliknya dan akan selalu seperti itu. "Aku mau menginap di sini, Yah! Kalau Ayah mah pulang, pulang saja sendiri karena aku akan tetap ….""Kalisa jangan membantah! Ayo kita pulang sekarang!" tegas Seto tak menerima bantahan."Tapi Ayah, aku ….""Tidak ada penolakan, Kalisa! Jangan terus mendebat Ayah! Kita pulang sekarang juga!" ajak Seto tak ingin Kalisa terus mendebatnya.Kalisa langsung menghentakkan kakinya penuh kekesalan. Bahkan Kalisa memilih keluar lebih dulu meninggalkan ayahnya sendirian.Seto yang melihat kelakuan anaknya hanya geleng-geleng kepala. "Maafkan Kalisa, Grav. Dia memang seperti itu," ucap Seto tidak enak dengan kelakuan anaknya."Tidak apa-apa, Paman," sahut Gravin berusaha melukiskan senyuman."Ya sudah kalau begitu Paman pulang dulu. Jangan lupakan apa yang Paman katakan," ucap Seto sembari menepuk pundak Gravin.Gravin hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Tidak mungkin dia melupakan tujuan hidupnya hanya karena seorang putri dari musuhnya. Kematian kedua orang tua dan juga kakak sepupunya harus terbalaskan. Gravin tidak akan rela kalau mereka tidak akan mendapatkan keadilan."Tuan, sepertinya Tuan putri Kalisa merajuk karena tak bisa mengganggu malam pertama Anda," celetuk Hans begitu Seto ta
Cukup lama Gravin menunggu Kania mandi, akhirnya wanita itu muncul juga dari balik pintu kamar mandi. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk, menampilkan bahu seputih susu yang begitu menggoda. Belum lagi setengah pahanya yang terekspos bebas membuat seringai di bibir Gravin semakin lebar saja. Sepertinya, memang alam pun berpihak pada Gravin hingga lelaki itu tak perlu mencari alasan untuk menjalankan misinya. Tanpa membuang waktu Gravin langsung berjalan mendekat pada gadis itu. Tatapannya tak sedikitpun teralihkan dari sang gadis yang hanya bisa menunduk menyembunyikan wajah. Tangan Kania semakin rapat bersilang di depan dada seolah ingin menutupi apa yang tersembunyi di sana. Apalagi kala melihat dengan sudut matanya Gravin semakin mendekat, membuat Kania tidak karuan saja.Begitu Gravin menyentuh pundak polosnya, detak jantumg Kania begitu cepat seolah baru saja melakukan lari maraton. Setiap persendian tubuhnya pun terasa lemas tak bertenaga. Ingin sekali Kania lari, menyelamatka
Dengan penuh semangat Gravin memilih lebih dulu duduk di meja makan. Lelaki itu sengaja memberikan Kania sedikit waktu untuk meluapkan kesedihannya. Apalagi, melihat wajah kusut dan mata sembab wanita itu akan menjadi hiburan tersendiri untuk Gravin. Jadi Gravin tak ingin menyia-nyiakan menikmati moment itu.Ya, Gravin yakin saat ini Kania sedang asik menangis di dalam kamar mandi meratapi kejadian yang baru saja terjadi. Biasanya juga adegan seperti itu sering muncul di film-film saat seorang gadis baru saja dinodai.Benar-benar menggelikan, bukan?Saat sedang asik melamun, suara panggilan masuk di ponselnya membuat Gravin mengalihkan perhatian. Begitu melihat nama yang tertera di layar ponselnya adalah Hans, tanpa basa-basi lagi Gravin segera menjawab panggilan itu.Bagaimanapun juga Gravin tahu benar Hans tidak mungkin menghubunginya kalau bukan karena ada hal penting. Jadi Gravin tak akan mungkin mengabaikan orang kepercayaannya itu "Hallo, Hans, ada apa kamu menghubungiku?" tany
Dengan tangan bergetar Kania segera menggapai bubur di depannya. Beberapa kali wanita itu menelan ludahnya kasar dengan tatapan yang tak lepas dari makanan mengerikan itu.Meskipun itu bubur buatannya dan dia tahu benar apa saja isi bubur itu, namun melihat bentukannya yang ancur-ancuran tentu Kania pun merasa mual sendiri. Rasanya, ingin sekali Kania membuang bubur itu kalau saja tak takut suaminya malah akan mencekiknya. Sungguh, Kania merasa mual sendiri meskipun belum memakan bubur itu sedikitpun."Cepat makan buburnya! Bukankah itu buatanmu? Jangan sampai kamu membuang-buang makanan, Kania!" titah Gravin lagi.Kania langsung mengangguk lesu sebagai jawaban. Sepertinya memang tak ada pilihan lain selain menikmati apa yang terhidang di depannya. Itu pun, kalau Kania masih ingin hidupnya baik-baik saja.Sedangkan Gravin yang melihat kelakuan Kania hanya tersenyum sinis. Salah Kania sendiri yang malah menghidangkan muntahan hewan di hadapannya. Harusnya Kania lebih berhati-hati lagi
Pagi harinya, Gravin bangun dengan tubuh yang lebih segar. Senyum lebar terukir di wajah lelaki itu. Sepertinya hari ini tidur lelaki itu benar-benar nyenyak tidak seperti biasanya yang selalu dihantui dengan bayang-bayang kejadian kelam di masa lalunya.Mungkin ini terjadi karena sedikit demi sedikit Gravin sudah bisa membalaskan dendam yang selama ini menggunung di hatinya. Terlebih sudah ada senjata di tangannya untuk bisa menjerat Eldrick. Tinggal menunggu waktu saja maka lelaki itu akan menunjukkan batang hidungnya. Rasanya Gravin hanya perlu bersabar sedikit saja maka semuanya akan selesai.Hari ini saatnya Gravin bersenang-senang dengan memberikan beberapa pelajaran berharga untuk wanita yang tak lain istri dan juga anak dari orang yang paling dia benci di dunia. Neraka di hari kedua untuk gadis itu akan dimulai sebentar lagi. Rasanya Gravin sudah tidak sabar untuk melihat bagaimana tersiksanya gadis itu di dalam istananya.Apalagi semalam Gravin memberikan ultimatum yang cukup
Di bawah pengawasan Gravin, lantai yang tadi bak mengalami banjir lokal itu kini bisa kembali kering. Entah berapa kali Gravin harus meninggikan suaranya agar wanita itu mengerti tentang bagaimana harusnya Kania bekerja.Tentu saja minus mencontohkan. Gravin tidak mungkin mau repot-repot turun tangan. Lelaki itu hanya asik tunjuk-tunjuk saja tanpa mau mengulurkan tangan membantu Kania."Akhirnya semuanya sudah selesai. Jadi Tuan mau saya masakin apa?" tanya Kania terlihat begitu kelelahan setelah menyelesaikan tugas membersihkan rumah."Buatkan saja aku salad buah! Aku tidak biasa memakan makanan berat di pagi hari," titah Gravin berharap kali ini masakan Kania tidak akan hancur seperti halnya kemari."Baik Tuan, tolong tunggu sebentar!"Kania langsung berlari menuju dapur untuk melaksakan tugas selanjutnya dari Gravin. Dari gayanya, sepertinya Kania tidak akan kembali melakukan kesalahan seperti yang dilakukannya kemarin.Akan tetapi kalau wanita itu masih tidak bisa belajar dari kes
"Bu, apa Ayah akan pulang lebih cepat hari ini?" tanya seorang anak laki-laki penuh harap.Si ibu tersenyum lalu berjongkok di hadapan anaknya."Tentu saja, Sayang. Ini kan, hari ulang tahunmu. Ayah sudah berjanji akan membawakanmu mainan mobil-mobilan yang kamu mau itu," jawab si ibu membuat anak kecil itu kegirangan."Yee … akhirnya Avin akan mempunyai mobil-mobil seperti Mas Bimo," teriaknya sambil melompat-lompat.Anak itu berlari menghampiri anak laki-laki yang mungkin seusianya. Ia tersenyum lalu memeluk anak laki-laki itu dengan erat."Mas Bimo dengarkan, kalau aku juga akan dibelikan mainan yang sama seperti Mas Bimo? Jadi sekarang kita tidak akan bertengkar karena berebut mainan lagi," ujarnya senang."Kau benar, Vin. Aku tidak sabar menunggu Paman segera pulang. Aku ingin melihat mobil-mobil baru milikmu itu," ucap anak yang dipanggil Bimo itu tak kalah antusias."Hu'um."Mereka tidak sabaran menunggu, berjalan hilir-mudik sambil sesekali melihat ke arah pintu. Perasaan sena
Masih terekam jelas di ingatan Gravin bagaimana dia berjalan terseok-seok keluar dari rumah. Para pembunuh bayaran itu tidak menyisakan sepotong daging keluarganya untuk bisa dikuburkan dengan layak. Itu dilakukan atas perintah dari orang yang membayar mereka untuk menghilangkan jejak kejahatannya terhadap keluarga dari Gravin.Di tangannya, Gravin membawa hadiah mobil-mobilan yang dibeli oleh ayahnya sebagai hadiah ulang tahun. Hingga Gravin tiba di sebuah gedung tua, kakinya tidak bisa dibawa untuk melangkah lagi. Anak kecil itu tumbang, dia kehilangan kesadarannya dengan rasa sakit yang teramat dalam di hatinya.Kilasan adegan pembantaian orang tuanya, membangunkan dia dari tidur panjangnya.Gravin mengerjap, menelisik setiap ruangan yang terasa asing baginya. Saat dia akan beranjak dan melarikan diri, seorang laki-laki yang mungkin seusia ayahnya, menghentikan dia.Dialah Seto Pahlevi, seorang pengusaha ternama yang dengan tangan lebar merangkulnya dalam perlindungan."Aku dimana