Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu.
"Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift.
"Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah.
"Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi.
"Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku."
"Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus.
"Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.
Sementara didalam sebuah ruang kerja yang begitu mewah terlihat seorang pria tampan sedang duduk dikursi kebesarannya, pria dengan balutan kemeja putih yang dipadukan dengan jas hitam mewahnya itu tengah fokus memeriksa beberapa berkas penting, hingga suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.
Tok...tok...tok!
Ceklek...! Pintu terbuka menampilkan asisten pribadinya dengan sebuah amplop ditangannya.
"Tuan Devan, saya sudah mendapatkan data Nona Aileen," ucapnya kemudian menyerahkan amplop yang dibawanya.
Devan yang melihatnya segera meraih amplop itu dan membukanya. "ššŖšš¦š¦šÆ šš¢šµš©š¢šÆšŖš¢, hmmm! Nama yang indah," gumamnya kemudian lanjut membaca semua data diri milik Aileen, setelah selesai ia beralih menatap asistennya.
"Kau yakin dia tinggal seorang diri?" tanyanya tak percaya.
"Iya Tuan, semua yang tertulis dikertas itu benar bahwa Nona Aileen tinggal di sebuah apartemen seorang diri, setelah kematian orang tuanya ia memilih pindah ke kota ini untuk mencari pekerjaan."
"Ternyata dia orang baru dikota ini, apa kau sudah melakukan tugasmu yang lainnya?"
"Sudah Tuan, saya pastikan tidak akan ada yang memberinya pekerjaan, bahkan saya sudah memerintahkan seseorang untuk mengawasinya," Leon menjawab dengan tegas membuat Devan tersenyum puas.
"Apakah masih ada tugas yang harus saya kerjakan, Tuan?"tanya Leon memastikan.
"Buat dia diusir dari apartement yang ditempatinya sekarang, pastikan dia benar-benar menderita, sisanya biar jadi bagianku, dan ingat! Jika pemilik apartement itu menolak, berikan pelajaran padanya," Leon yang mendapatkan perintah pun langsung mengangguk mengiyakan, baginya apapun yang diperintahkan oleh atasannya itu harus ia patuhi karena membantah sama saja mencari mati.
Setelah keluar dari ruangan Devan, Leon bergegas menuju mobilnya, ia ingin menemui pemilik apartement yang ditempati Aileen, meski merasa iba namun ia tak bisa berbuat apa-apa.
*****
Panas matahari membuat Aileen memilih untuk beristirahat sejenak, setelah mendaratkan bokongnya di sebuah bangku ia kembali memeriksa berkas yang dibawanya.
"Aneh, semuanya sudah lengkap kok, tapi mengapa setiap tempat yang ku datangi selalu menolak ku? Apa ada yang salah dengan diriku? Tapi apa? Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan" tanyanya pada diri sendiri.
Karena lelah berjalan akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke apartemennya, setidaknya jika ia mengistirahatkan tubuhnya sejenak bisa membuat bebannya sedikit berkurang. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih dengan menggunakan Bus ia sampai di gedung apartement yang baru ditempatinya selama beberapa bulan.
Saat melangkah masuk Aileen mengernyit heran melihat pandangan sinis dari orang-orang disekitarnya. "Ada apa lagi ini," gumamnya dalam hati. Penasaran ingin tahu apa yang terjadi akhirnya ia mempercepat langkahnya menuju pintu apartemennya.
Tepat didepan pintu langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat semua barang miliknya sudah berada di luar, belum sepenuhnya ia mengerti dengan semua yang terjadi Aileen kembali dikejutkan oleh teriakan dari sang pemilik apartement.
"Aileen ...!! Sebaiknya ambil semua barang-barangmu dan pergi kau dari tempatku," teriaknya dengan lantang mengundang perhatian semua orang.
"Maaf Bu, tapi bisa tolong dijelaskan kesalahan apa yang sudah kuperbuat sehingga saya diusir?" tanya Aileen masih dengan wajah bingung.
"Kamu masih bertanya apa kesalahanmu, haah!! Kamu sudah membuat nyawa keluarga saya dalam bahaya hanya karena mengizinkanmu tinggal disini."
"What!! Apa Anda sedang membuat lelucon? Tapi, ini sungguh tidak lucu, apa yang sudah saya lakukan sehingga membuat nyawa orang lain dalam bahaya? Bahkan terlibat dalam tindakan kriminal pun tidak, jadi bisa berikan bukti atas ucapan Anda?" Tanya Aileen mulai kesal.
"Ti-tidak, untuk apa kamu meminta bukti lagi sudah jelas-jelas kamu bersalah jadi sebaiknya bawa semua barangmu keluar dari apartement ku," jawabnya terbata, setelah mengatakan hal tersebut wanita itu pergi terburu-buru, Aileen yang melihatnya jadi curiga.
"Aku yakin pasti ada seseorang yang memang sengaja membuatku terusir dari sini," ucapnya kemudian mengambil semua barang miliknya lalu pergi meninggalkan apartement tersebut.
Dengan langkah perlahan Aileen menyusuri jalanan, Aileen tak tau harus kemana di kota yang baru beberapa bulan ia datangi, ia tidak punya keluarga temannya hanya Dina dan sekarang mereka tidak akan bertemu lagi tanpa sempat ia pamit karena terlanjur diusir, lalu kemana ia akan tinggal, mengapa dunia begitu kejam pada orang kecil.
Saat mengingat semua masalah yang terjadi dalam hidupnya tanpa bisa dicegah cairan bening meluncur begitu saja dipipi mulusnya, menangis? Yah, tentu saja hanya itu yang bisa Aileen lakukan sekarang. Hari menjelang sore Aileen memilih duduk didepan sebuah toko yang tertutup. Dari kejauhan sepasang mata yang selalu mengawasinya terlihat menghubungi seseorang.
"Halo Tuan, gadis itu sudah diusir dari apartement."
"Tetap awasi dia," jawab seseorang di seberang telfon.
"Baik Tuan, saya akan selalu mengawasinya," ucapnya kemudian memutuskan panggilan. Tepat setelah memberi laporan beberapa preman berbadan kekar menghampiri Aileen membuatnya panik. "Sial, bagaimana ini aku tidak mungkin kesana dan melawan para preman itu seorang diri bisa-bisa aku mati konyol," umpat nya kesal. Merasa tak ada cara lain mau tak mau ia kembali menghubungi Seseorang yang telah memberinya pekerjaan.
Aileen yang baru saja memejamkan matanya tersentak kaget saat merasakan sentuhan di lengannya.
"Si-siapa kalian, dan apa yang kalian inginkan?" Tanyanya ketakutan. Para preman yang melihatnya langsung tertawa lalu menatap Aileen penuh nafsu.
"Jangan takut cantik, kami tidak akan menyakitimu asalkan kamu mau bersenang-senang dengan kami," ucapan dari preman tersebut semakin membuat Aileen gemetar.
"Tidak! Kumohon jangan menggangguku dan pergilah," ucapnya terisak.
Melihat Aileen terisak membuat para preman itu saling menatap, kemudian salah satu dari mereka membuka suara. "Baiklah Nona manis kami tidak akan mengganggumu tapi sebagai gantinya serahkan semua barang-barangmu termasuk uang yang kau miliki."
Belum sempat Aileen menjawab, semua Barang-barangnya direnggut paksa, tenaganya yang jauh berbeda membuat Aileen tak sanggup melawan, hanya pakaian yang melekat ditubuhnya yang ia miliki saat ini. Hari semakin gelap Aileen baru menyadari bahwa perutnya belum terisi makanan sedikitpun.
"Oh God! Lengkap sudah penderitaan ku, seharian aku belum makan dan sekarang untuk membeli air mineral saja aku tidak mampu," ucapnya lirih sambil memegang perutnya yang terasa sakit.
Dari kejauhan seorang pria tampan yang duduk manis didalam mobil menatapnya tajam,tak ada yang tahu apa yang sedang difikirkan oleh pria tersebut. "Jalankan mobilnya dan berhenti didekat gadis itu," perintahnya pada asistennya yang duduk dibalik kemudi.
"Baik Tuan."
Aileen menyipitkan matanya saat melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat didepannya. "Siapa lagi dia," gumamnya tanpa beranjak dari tempatnya sedikitpun.
Leon turun dari mobil lalu melangkah ke arah Aileen. "Selamat malam Nona Aileen," sapanya ramah.
"Kamu!" Teriak Aileen. "Untuk apa berada disini, apa kamu sengaja mengikutiku? Oh, atau Jangan-jangan semua yang terjadi padaku adalah perbuatanmu?" tanyanya kesal.
Leon hanya tersenyum tipis melihat kekesalan Aileen tanpa berniat untuk menjawab tuduhan yang dilayangkan padanya. "Perkenalkan saya Leon asisten pribadi Tuan Devan."
"Yah saya tau kamu asisten si pria sombong itu lalu apa urusannya denganku?" tanya Aileen ketus.
"Saya hanya menyampaikan bahwa Tuan Devan ingin memberikan pekerjaan untuk Anda Nona."
"Ciih, Orang-orang kaya seperti kalian taunya hanya merendahkan, bukankah tuanmu itu yang menginginkan saya dipecat waktu direstoran? Lalu mengapa sekarang kamu datang dan mengatakan ingin menawarkan pekerjaan untukku?" Tanya Aileen dengan nada mencibir.
"Katakan pada tuanmu itu aku tidak sudi menerima tawaran pekerjaan darinya, dan tolong pergilah dari hadapanku," lanjutnya lalu mengusir Leon.
"Tapi Nona-"
"Pergilah," potong Aileen cepat, tidak ingin mendengarkan ucapan Leon. Tak mau berdebat akhirnya Leon mengalah dan berlalu menuju mobil, Devan yang melihatnya hanya diam ia tau tidak mudah menaklukkan Aileen.
Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu. "Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk. "It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya. "Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam. "Baik Tuan," jawab Leon. Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay
Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati. Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam."Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita it
Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi. Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayang
"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi."Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir. Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin."Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan."Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata."Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen. Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja