Share

04. Masalah yang Direncanakan

    Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu.

"Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift.

"Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah.

"Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi.

"Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku."

"Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus.

"Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.

    Sementara didalam sebuah ruang kerja yang begitu mewah terlihat seorang pria tampan sedang duduk dikursi kebesarannya, pria dengan balutan kemeja putih yang dipadukan dengan jas hitam mewahnya itu tengah fokus memeriksa beberapa berkas penting, hingga suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya.

Tok...tok...tok!

Ceklek...! Pintu terbuka menampilkan asisten pribadinya dengan sebuah amplop ditangannya.

"Tuan Devan, saya sudah mendapatkan  data Nona Aileen," ucapnya kemudian menyerahkan amplop yang dibawanya.

Devan yang melihatnya segera meraih amplop itu dan membukanya. "š˜ˆš˜Ŗš˜­š˜¦š˜¦š˜Æ š˜•š˜¢š˜µš˜©š˜¢š˜Æš˜Ŗš˜¢, hmmm! Nama yang indah," gumamnya kemudian lanjut membaca semua data diri milik Aileen, setelah selesai ia beralih menatap asistennya.

"Kau yakin dia tinggal seorang diri?" tanyanya tak percaya.

"Iya Tuan, semua yang tertulis dikertas itu benar bahwa Nona Aileen tinggal di sebuah apartemen seorang diri, setelah kematian orang tuanya ia memilih pindah ke kota ini untuk mencari pekerjaan."

"Ternyata dia orang baru dikota ini, apa kau sudah melakukan tugasmu yang lainnya?"

"Sudah Tuan, saya pastikan tidak akan ada yang memberinya pekerjaan, bahkan saya sudah memerintahkan seseorang untuk mengawasinya," Leon menjawab dengan tegas membuat Devan tersenyum puas.

"Apakah masih ada tugas yang harus saya kerjakan, Tuan?"tanya Leon memastikan.

"Buat dia diusir dari apartement yang ditempatinya sekarang, pastikan dia benar-benar menderita, sisanya biar jadi bagianku, dan ingat! Jika pemilik apartement itu menolak, berikan pelajaran padanya," Leon yang mendapatkan perintah pun langsung mengangguk mengiyakan, baginya apapun yang diperintahkan oleh atasannya itu harus ia patuhi karena membantah sama saja mencari mati. 

    Setelah keluar dari ruangan Devan, Leon bergegas menuju mobilnya, ia ingin menemui pemilik apartement yang ditempati Aileen, meski merasa iba namun ia tak bisa berbuat apa-apa.

*****

  Panas matahari membuat Aileen memilih untuk beristirahat sejenak, setelah mendaratkan bokongnya di sebuah bangku ia kembali memeriksa berkas yang dibawanya.

"Aneh, semuanya sudah lengkap kok, tapi mengapa setiap tempat yang ku datangi selalu menolak ku? Apa ada yang salah dengan diriku? Tapi apa? Kemana lagi aku harus mencari pekerjaan" tanyanya pada diri sendiri.

   Karena lelah berjalan akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke apartemennya, setidaknya jika ia mengistirahatkan tubuhnya sejenak bisa membuat bebannya sedikit berkurang. Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih dengan menggunakan Bus ia sampai di gedung apartement yang baru ditempatinya selama beberapa bulan.

Saat melangkah masuk Aileen mengernyit heran melihat pandangan sinis dari orang-orang disekitarnya. "Ada apa lagi ini," gumamnya dalam hati. Penasaran ingin tahu apa yang terjadi akhirnya ia mempercepat langkahnya menuju pintu apartemennya.

Tepat didepan pintu langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat semua barang miliknya sudah berada di luar, belum sepenuhnya ia mengerti dengan semua yang terjadi Aileen kembali dikejutkan oleh teriakan dari sang pemilik apartement.

"Aileen ...!! Sebaiknya ambil semua barang-barangmu dan pergi kau dari tempatku," teriaknya dengan lantang mengundang perhatian semua orang.

"Maaf Bu, tapi bisa tolong dijelaskan kesalahan apa yang sudah kuperbuat sehingga saya diusir?" tanya Aileen masih dengan wajah bingung.

"Kamu masih bertanya apa kesalahanmu, haah!! Kamu sudah membuat nyawa keluarga saya dalam bahaya hanya karena mengizinkanmu tinggal disini."

"What!! Apa Anda sedang membuat lelucon? Tapi, ini sungguh tidak lucu, apa yang sudah saya lakukan sehingga membuat nyawa orang lain dalam bahaya? Bahkan terlibat dalam tindakan kriminal pun tidak, jadi bisa berikan bukti atas ucapan Anda?" Tanya Aileen mulai kesal.

"Ti-tidak, untuk apa kamu meminta bukti lagi sudah jelas-jelas kamu bersalah jadi sebaiknya bawa semua barangmu keluar dari apartement ku," jawabnya terbata, setelah mengatakan hal tersebut wanita itu pergi terburu-buru, Aileen yang melihatnya jadi curiga.

"Aku yakin pasti ada seseorang yang memang sengaja membuatku terusir dari sini," ucapnya kemudian mengambil semua barang miliknya lalu pergi meninggalkan apartement tersebut.

Dengan langkah perlahan Aileen menyusuri jalanan, Aileen tak tau harus kemana di kota yang baru beberapa bulan ia datangi, ia tidak punya keluarga temannya hanya Dina dan sekarang mereka tidak akan bertemu lagi tanpa sempat ia pamit karena terlanjur diusir, lalu kemana ia akan tinggal, mengapa dunia begitu kejam pada orang kecil.

Saat mengingat semua masalah yang terjadi dalam hidupnya tanpa bisa dicegah cairan bening meluncur begitu saja dipipi mulusnya, menangis? Yah, tentu saja hanya itu yang bisa Aileen lakukan sekarang. Hari menjelang sore Aileen memilih duduk didepan sebuah toko yang tertutup. Dari kejauhan sepasang mata yang selalu mengawasinya terlihat menghubungi seseorang.

"Halo Tuan, gadis itu sudah diusir dari apartement."

"Tetap awasi dia," jawab seseorang di seberang telfon.

"Baik Tuan, saya akan selalu mengawasinya," ucapnya kemudian memutuskan panggilan. Tepat setelah memberi laporan beberapa preman berbadan kekar menghampiri Aileen membuatnya panik. "Sial, bagaimana ini aku tidak mungkin kesana dan melawan para preman itu seorang diri bisa-bisa aku mati konyol," umpat nya kesal. Merasa tak ada cara lain mau tak mau ia kembali menghubungi Seseorang yang telah memberinya pekerjaan.

Aileen yang baru saja memejamkan  matanya tersentak kaget saat merasakan sentuhan di lengannya. 

"Si-siapa kalian, dan apa yang kalian inginkan?" Tanyanya ketakutan. Para preman yang melihatnya langsung tertawa lalu menatap Aileen penuh nafsu.

"Jangan takut cantik, kami tidak akan menyakitimu asalkan kamu mau bersenang-senang dengan kami," ucapan dari preman tersebut semakin membuat Aileen gemetar.

"Tidak! Kumohon jangan menggangguku dan pergilah," ucapnya terisak.

Melihat Aileen terisak membuat para preman itu saling menatap, kemudian salah satu dari mereka membuka suara. "Baiklah Nona manis kami tidak akan mengganggumu tapi sebagai gantinya serahkan semua barang-barangmu termasuk uang yang kau miliki."

Belum sempat Aileen menjawab, semua Barang-barangnya direnggut paksa, tenaganya yang jauh berbeda membuat Aileen tak sanggup melawan, hanya pakaian yang melekat ditubuhnya yang ia miliki saat ini. Hari semakin gelap Aileen baru menyadari bahwa perutnya belum terisi makanan sedikitpun.

"Oh God! Lengkap sudah penderitaan ku, seharian aku belum makan dan sekarang untuk membeli air mineral saja aku tidak mampu," ucapnya lirih sambil memegang perutnya yang terasa sakit.

Dari kejauhan seorang pria tampan yang duduk manis didalam mobil menatapnya tajam,tak ada yang tahu apa yang sedang difikirkan oleh pria tersebut. "Jalankan mobilnya dan berhenti didekat gadis itu," perintahnya pada asistennya yang duduk dibalik kemudi.

"Baik Tuan."

Aileen menyipitkan matanya saat melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat didepannya. "Siapa lagi dia," gumamnya tanpa beranjak dari tempatnya sedikitpun.

Leon turun dari mobil lalu melangkah ke arah Aileen. "Selamat malam Nona Aileen," sapanya ramah.

"Kamu!" Teriak Aileen. "Untuk apa berada disini, apa kamu sengaja mengikutiku? Oh, atau Jangan-jangan semua yang terjadi padaku adalah perbuatanmu?" tanyanya kesal.

Leon hanya tersenyum tipis melihat kekesalan Aileen tanpa berniat untuk menjawab tuduhan yang dilayangkan padanya. "Perkenalkan saya Leon asisten pribadi Tuan Devan."

"Yah saya tau kamu asisten si pria sombong itu lalu apa urusannya denganku?" tanya Aileen ketus.

"Saya hanya menyampaikan bahwa Tuan Devan ingin memberikan pekerjaan untuk Anda Nona."

"Ciih, Orang-orang kaya seperti kalian taunya hanya merendahkan, bukankah tuanmu itu yang menginginkan saya dipecat waktu direstoran? Lalu mengapa sekarang kamu datang dan mengatakan ingin menawarkan pekerjaan untukku?" Tanya Aileen dengan nada mencibir.

"Katakan pada tuanmu itu aku tidak sudi menerima tawaran pekerjaan darinya, dan tolong pergilah dari hadapanku," lanjutnya lalu mengusir Leon.

"Tapi Nona-"

"Pergilah," potong Aileen cepat, tidak ingin mendengarkan ucapan Leon. Tak mau berdebat akhirnya Leon mengalah dan berlalu menuju mobil, Devan yang melihatnya hanya diam ia tau tidak mudah menaklukkan Aileen.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status