Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati.
Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam.
"Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita itu.
"Tapi aku masih menginginkanmu, Sayang!" seru wanita tersebut kemudian beranjak dari tempat tidur dan berjalan kearah Devan dengan tubuh yang hanya berbalut selimut.
"Ciih, menjauhlah dari ku, Bitch! karena sampai kapan pun permintaanmu itu tidak akan pernah kupenuhi."
Setelah mendengar ucapan Devan, bukannya menjauh wanita itu justru semakin mendekat ke arah nya dan langsung membuka selimut yang menutupi tubuh polosnya, memeluk dari belakang lalu menempelkan kedua bukit kembarnya tepat di punggung Devan, juga tangannya tak tinggal diam berharap Devan akan merespon sentuhannya. Tapi, yang terjadi malah diluar dugaan, bukannya bereaksi dengan sentuhan tersebut wanita itu justru dilempar ke lantai.
"Sudah kubilang menjauhlah dari ku," bentak Devan dengan kasar lalu melemparkan selembar cek tepat diwajah wanita itu.
"Ambil cek ini, dan jangan pernah temui aku lagi," lanjutnya dan bergegas memakai pakaiannya lalu meninggalkan kamar hotel tanpa mempedulikan kondisi wanita yang masih terduduk meringis dilantai.
Devan berjalan keluar menuju mobilnya, setelah duduk di balik kemudi, ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata berharap cepat sampai ke penthouse miliknya, meskipun orang tuanya sering meminta Devan untuk tinggal bersama di rumah mereka. Tapi, ia tak pernah menurut karena tak ingin kebebasannya dibatasi.
*******
Setelah mobilnya terparkir cantik, Devan langsung disambut oleh para bodyguard nya yang dengan sigap membukakan pintu mobil. Devan yang baru turun dari mobilnya langsung memicingkan mata saat melihat mobil ayahnya terparkir rapi.
"Apa Ayahku ada di dalam?" tanya Devan pada bodyguard nya.
"Benar Tuan, beliau sudah menunggu anda dari tadi," ucap salah satu bodyguard tersebut.
"Lalu mengapa tidak ada yang memberi tahuku?" tanyanya lagi.
"Maafkan kami Tuan! Kami tidak ingin mengganggu kesenangan Anda."
"Ck," Devan hanya berdecak sambil berlalu menuju lift, setelah berada di dalam kotak besi tersebut Devan bertanya-tanya pada dirinya sendiri, ada hal penting apa sampai ayahnya datang menemuinya.
Tak ingin menebak hal yang tak pasti, Devan akhirnya melangkah keluar setelah lift terbuka dan berjalan cepat menuju pintu Penthouse miliknya, setelah pintu terbuka ia mendapati sang ayah tengah duduk santai disofa bersama asisten pribadinya.
"Tuan Devan!" seru Leon asisten pribadi Devan yang langsung berdiri memberi hormat padanya.
"Hmmm, pergilah," usir Devan pada Leon.
"Baik Tuan, permisi," pamitnya kemudian berlalu meninggalkan ayah dan anak yang saling melemparkan tatapan tajam.
"Ada perlu apa sampai Ayah datang kemari bahkan rela menungguku?" tanya Devan memulai percakapan.
"Apa ayah tidak boleh menemuimu?" bukannya menjawab, ayahnya justru balik bertanya.
"Ck, bukan begitu Ayah. Tapi, tidak biasanya," ucap Devan curiga.
"Mau sampai kapan kamu bertingkah seperti ini Devan? Apakah kamu tidak ada niat untuk menikah? Dan kapan kamu akan serius mengelola bisnis keluarga kita?"
Devan yang mendapat pertanyaan beruntun dari ayahnya hanya memutar bola matanya malas, bukan hanya sekali dua kali ia ditanyai seperti itu tapi setiap kali ia bertemu kedua orang tuanya pasti yang ditanyakan adalah hal yang sama.
"Hufftt, jawabanku tetap sama, Ayah! Ini hidupku dan aku mencintai kebebasanku, tolong jangan memintaku untuk menikah karena itu sungguh merepotkan, dan soal pekerjaan, Ayah tenang saja aku akan membantu mengelola bisnis keluarga kita, jadi aku mohon pada ayah untuk tidak lagi memintaku melakukan hal yang tidak bisa kupenuhi," papar Devan panjang lebar.
"Baiklah, ayah tidak akan melakukannya lagi, sebenarnya kedatangan ayah kesini karena ayah ingin kamu datang ke restoran cabang kita yang baru untuk melihat perkembangannya disana, apakah semuanya baik-baik saja atau sedang ada masalah karena sudah sebulan ini tidak ada laporan yang masuk mengenai perkembangan restoran tersebut," ucap ayahnya dengan serius.
"Loh, bukankah Ayah yang seharusnya datang kesana?"
"Iya itu benar, tapi kali ini ayah tidak bisa, Devan! Karena ayah akan pergi ke negara F selama satu minggu, jadi ayah minta kamu yang datang kesana, ayah sudah menghubungi orang kepercayaan ayah yang ada di sana bahwa kamulah yang akan menggantikan ayah"seru ayahnya penuh harap.
"Baik Ayah, aku akan berangkat besok," jawab Devan mantap.
"Ya sudah, kalau begitu ayah pamit," ucapnya kemudian berdiri dan menghampiri Devan lalu menepuk bahu putranya. "Semoga suatu hari nanti kamu bisa menemukan seseorang yang bisa mengubah kebiasaan burukmu itu," lanjutnya lalu melangkah keluar meninggalkan Devan yang memandang datar kearah ayahnya yang perlahan menjauh.
Dengan kasar Devan menghempaskan bokongnya ke sofa sambil memijat pangkal hidungnya, ia pusing mendengar ucapan orang tuanya yang selalu memintanya untuk menikah, sedangkan bagi Devan pernikahan adalah hal yang begitu rumit untuk dijalani, menurutnya yang dibutuhkan oleh wanita hanya uang dan juga kepuasan tanpa harus ada ikatan, jadi untuk apa ada pernikahan. Tak ingin dibuat pusing dengan hal-hal konyol, Devan beranjak dari duduknya kemudian memanggil asistennya.
"Leoonn!" serunya.
"Iya Tuan, ada yang bisa saya bantu," ucap Leon yang berjalan masuk dengan tergesa-gesa saat mendengar namanya dipanggil.
"Lain kali jika Ayahku datang kemari segera hubungi aku" peringat Devan dengan tegas. "Siapkan keperluan ku untuk besok karena kita akan pergi ke restoran cabang yang baru dan kita akan berangkat sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan, jadi pastikan tidak ada yang kurang, paham?"
"Baik Tuan, saya akan segera mempersiapkan keperluan anda, dan soal yang tadi saya minta maaf Tuan karena tidak menghubungi anda saat Tuan Besar datang berkunjung, saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi," Leon menjawab dengan wajah tertunduk.
"Bagus, aku pegang janjimu! Dan satu lagi, malam ini aku ingin bersenang-senang jadi siapkan gadis cantik untukku, pastikan tubuhnya bersih dari penyakit, jika kau sudah mendapatkannya segera bawa ke hotel aku akan menunggu disana," perintahnya.
"Sesuai permintaan anda Tuan, akan segera ku laksanakan, kalau begitu saya permisi," ucap Leon yang segera beranjak dari hadapan tuannya yang gila, yah menurutnya sebutan gila sangat cocok untuk seorang Devan yang tak pernah merasa puas bercinta dengan wanita-wanita malam.
Devan tak pernah absen dari aktivitas malam panasnya, hal itulah yang membuat orang tuanya mendesak Devan untuk segera menikah. Namun bukannya menurut ia bahkan semakin menggila membuat orang tuanya tak mampu lagi berkata-kata. Tapi, meskipun ia melakukannya dengan banyak wanita Devan tak pernah ceroboh ia selalu bermain aman, baginya cukup menikmati dan mendapatkan kepuasan bersama tanpa harus menanamkan benihnya di rahim wanita malam, karena ia tak ingin dikemudian hari banyak wanita yang datang kepadanya menangis meminta pertanggung jawaban.
Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi. Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayang
"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi."Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir. Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin."Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan."Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata."Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen. Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja
Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu."Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift."Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah."Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi."Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku.""Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus."Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.&nbs
Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu. "Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk. "It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya. "Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam. "Baik Tuan," jawab Leon. Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay