Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi.
Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayangnya Aileen masih mengarungi mimpi indahnya, hingga suara teriakan dan ketukan pintu dari luar mengganggu tidur cantiknya.
Tok..tok..tok!!! "Aileeenn, banguuuun!" teriak seseorang berusaha membangunkan, tapi tak ada suara dari dalam. Lama menunggu membuatnya kesal sendiri pada temannya itu.
"Astaga! Aileeenn, dengar nggak sih? Mau berangkat kerja nggak?" teriaknya lagi dengan kesal.
Merasa terganggu dan kasihan pada temannya yang sudah berteriak-teriak dari tadi membuatnya melangkah dengan berat hati, walau mata setengah terpejam ia mencoba membuka pintu.
"Ada apa sih, Dina? Dari tadi teriak mulu nggak sakit apa tuh tenggorokan," tanya Aileen pada Dina teman yang sudah membantunya mendapatkan pekerjaan.
"Pake nanya lagi, ada apa, nggak ingat pengumuman kemarin sebelum restoran tutup, haah?" ucap Dina yang berusaha menahan tangannya untuk tidak mengguncang tubuh mungil temannya yang masih tampak santai dengan gaun tidurnya.
Mendengar kata pengumuman membuat Aileen menepuk jidatnya sekeras mungkin. "Astaga ...! Aku lupa, Din, ini sudah jam berapa!" serunya panik.
"Nah baru panik kan sekarang! Makanya kalau tidur jangan kebablasan, sekarang sudah setengah tujuh sementara kita semua diminta berkumpul tepat jam tujuh."
Aileen seketika membulatkan matanya. "Mampusss, aku sudah terlambat," dengan langkah lebar ia menuju kamar mandi meninggalkan temannya yang menggeleng melihat kelakuan Aileen.
"Leen, aku duluan yah, sorry hari ini kita nggak berangkat bareng, aku tunggu di restoran," teriaknya didepan pintu.
"Iyaaaa, duluan aja," sahut Aileen dari dalam kamar mandi.
Setelah membersihkan diri Aileen segera keluar dari kamar mandi menuju lemari pakaian lalu mengambil kemeja putih dan rok span hitam selutut, karena memang sudah ketentuan dari pihak restoran, demi mempersingkat waktu setelah berpakaian Aileen melangkah menuju dapur dan mengambil dua lembar roti tawar dengan selai coklat favoritnya kemudian berjalan tergesa-gesa menuju lift.
"Ya ampun, aku pasti dapat ceramah setelah sampai disana gara-gara terlambat, kenapa aku sampai lupa sih, kalau hari ini hari yang sangat penting," gumamnya pada diri sendiri didalam lift.
Setelah keluar dari apartemen dengan setengah berlari Aileen berada dipinggir jalan mencoba menghentikan taxi, menurutnya menggunakan taxi untuk hari ini tidak masalah yang penting ia cepat sampai daripada menggunakan Bus yang akan memakan waktu yang cukup lama.
**********
Tiba di restoran Aileen melangkah masuk dengan perasaan was-was, Perlahan ia melangkahkan kakinya sambil mengedarkan pandangannya kesegala arah mencari sosok yang sangat ditakutinya.
"Huuffft, akhirnya sampai juga, dan untung banget karena Pak Manajer nya sedang tidak ada, jadi aman," ucapnya sambil tersenyum sumringah, tapi tanpa ia ketahui orang yang dihindari nya ternyata sudah berdiri tepat dibelakangnya.
"Oooh, sudah aman yah, hmmm," seru seorang pria paruh baya dengan suara berat membuat Aileen menoleh dengan cepat ke arah sumber suara.
"Eh, Pak Alvin, hehehe! Maaf Pak saya terlambat," seru Aileen gugup melihat atasannya yang sedang memandang datar kearahnya.
"Bagus kalau kamu menyadari kesalahanmu, sebagai hukuman atas keterlambatanmu bersihkan semua meja, pastikan tidak ada debu yang menempel, setelah itu bersiap siaplah karena sebentar lagi Tuan Muda Devan akan segera tiba, dan pastikan kamu tidak membuat kesalahan, paham?"
"I-iya Pak, kalau begitu permisi saya akan mulai membersihkan," ucap Aileen yang hanya diangguki oleh atasannya.
*******
Iringan mobil Devan memasuki area parkir restoran yang begitu luas, setelah memastikan mobil terparkir rapih, security bergegas membukakan pintu mobil milik Devan. Devan pun keluar dari mobil dan melangkah masuk dengan angkuhnya diikuti oleh Leon dan para pengawalnya yang disambut dengan penuh hormat oleh Alvin dan juga security serta para karyawan yang berlomba mendapatkan perhatian dari Devan dengan melemparkan senyum menggoda, mereka mengakui bahwa pesona yang dimiliki oleh Devan sungguh membuat siapa pun akan terbuai. Tapi, diantara para karyawan yang terang-terangan menggoda sang pemilik restoran tersebut ada seorang gadis yang tidak meliriknya sama sekali dan gadis itu adalah Aileen, baginya orang sombong tidak ada gunanya diperebutkan.
"Selamat datang Tuan Devan," sapa Alvin dengan penuh hormat yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Devan.
"Mari silahkan duduk Tuan, kami sudah menyiapkan hidangan yang spesial untuk anda," lanjutnya.
Devan yang mendengarnya hanya memandang datar, Devan adalah tipe orang yang tidak suka basa basi apapun yang menyangkut tentang pekerjaan harus langsung ke intinya saja, Leon yang melihat ketidaknyamanan Devan segera mengambil alih pembicaraan.
"Terima kasih sebelumnya Pak Alvin, kami menghargai kerja keras anda dalam menyambut kedatangan kami, tapi saya harap anda tidak lupa tujuan kami kemari," ucap Leon memberi pengertian.
"Oh, tentu saja Tuan, saya tidak lupa, baiklah kita akan segera membahas tentang perkembangan restoran ini tapi sambil menikmati hidangan yang telah kami siapkan untuk anda semua Tuan."
"Baik, bawa makanan itu kemari," ucap Devan dingin.
Aileen yang sedari tadi memperhatikan tingkah Devan membuatnya muak.
"Ciih, orang kaya ternyata begitu sombong yah, mentang-mentang dia punya segalanya seenaknya saja bertingkah," gerutunya tanpa henti hingga membuat temannya kesal.
"Ssssstt, berisik banget sih, kalau sampai Tuan Devan dengar gimana, mau jadi pengangguran kamu, haah! Lagi pula kenapa harus kamu komentarin kan suka-suka dia maunya ngapain. Kan dia bossnya, intinya orang kaya mah bebas," papar Dina panjang lebar.
"Iiissshh, iya deh iya maaf!" seru Aileen.
"Minta maaf kok sama aku, minta maafnya sama Tuan Devan sana kan dia yang kamu omelin barusan, awas jangan terlalu kentara kalau gak suka sama orang nanti jatuh cinta baru tau rasa loh!" goda Dina menaik turunkan alisnya. Aileen yang mendengarnya langsung menatap horor kearah temannya kemudian berlalu.
Tanpa mereka sadari Devan memperhatikan interaksi keduanya meskipun tidak mendengar percakapan mereka tapi Devan yakin bahwa yang jadi topik pembahasan mereka adalah dirinya.
"Kalau begitu tunggu sebentar Tuan, saya akan menyiapkannya untuk anda," ucap Alvin lalu beranjak dari duduknya menuju dapur.
Setibanya didapur ia langsung meminta karyawannya untuk menyiapkan semuanya.
"Aileen, tolong siapkan menu spesial untuk Tuan Devan dan antar ke mejanya, ingat jangan sampai melakukan kesalahan," perintahnya membuat Aileen membelalakkan matanya.
"Kenapa harus saya, Pak, bukankah itu tugasnya Dina! Kan kemarin bapak sendiri yang bilang," protes Aileen.
"Apa kamu ingin membantah, bukankah itu tugasmu juga? Jika memang masih ingin bekerja di sini lakukan tugasmu sekarang," serunya sambil menatap tajam Aileen.
Aileen mengalihkan tatapannya kearah Dina meminta persetujuannya agar tidak ada kesalahan fahaman, seolah mengerti arti tatapan temannya Dina akhirnya mengangguk mengiyakan, dengan berat hati Aileen pun mengangkat nampan yang berisi makanan dan minuman untuk Devan.
"Nah kalau jadi penurut kan bagus," seru Alvin kemudian berlalu diikuti oleh Aileen dari belakang.
*******
Saat jarak meja Devan dengan Aileen tinggal selangkah, entah karena gugup atau memang kesialan nya hingga tanpa bisa dihindari ia tiba-tiba tersandung oleh kakinya sendiri dan tanpa aba-aba makanan juga minuman yang dibawanya tumpah tepat diwajah dan pakaian milik Devan.
"Tuan Devan ...!" seru semua orang yang terkejut. Sementara Aileen jadi pucat setelah melihat kilatan amarah dimata Devan dan juga tatapan tajam dari Alvin.
BRAAAAKKK...! Suara meja yang dipukul begitu keras membuat Aileen tersentak kaget. "Berani sekali kau mengotori wajah dan juga pakaianku, sialan!" bentak Devan penuh emosi.
"Ma-maafkan saya, Tu-tuan, saya ti-tidak sengaja," ucap Aileen gemetar ketakutan.
"Kau pikir dengan kata maaf bisa mengganti pakaianku yang sudah kau kotori, haah!! Jangankan mengumpulkan gajimu selama setahun bahkan jika kau menjual tubuhmu pun kau tidak akan pernah bisa menggantinya," hina Devan pada Aileen.
Mendapat hinaan yang begitu menyakitkan dari mulut Devan serta manjadi sorotan semua pasang mata orang-orang yang berada di dalam restoran tersebut membuat Aileen tak mampu menahan laju air matanya yang semakin deras mengalir, jika saja ada pintu ajaib maka saat itu juga ia akan menghilang dari tempat itu.
"Maaf Tuan Devan yang terhormat, saya memang orang miskin tapi sesulit apapun kehidupan yang kulalui, tak pernah terlintas sedikitpun niat untuk menjual diri, apalagi hanya untuk mengganti pakaian Anda," seru Aileen dengan berani menantang putra sang penguasa tersebut.
Devan yang melihat keberanian Aileen membuatnya semakin berang, selama ini tidak ada satupun orang yang berani menantangnya terang-terangan.
"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi."Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir. Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin."Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan."Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata."Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen. Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja
Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu."Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift."Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah."Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi."Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku.""Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus."Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.&nbs
Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu. "Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk. "It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya. "Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam. "Baik Tuan," jawab Leon. Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay
Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati. Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam."Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita it