Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu.
"Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk.
"It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya.
"Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam.
"Baik Tuan," jawab Leon.
Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa yang terjadi padanya ia pun tidak mengerti, mungkinkah Devan sudah jatuh cinta? Atau hanya sekedar penasaran dengan Aileen? Setiap kali ia mengingat gadis itu membuat darahnya berdesir hingga hal-hal gila muncul di otaknya, setelah tersadar ia menggeleng keras.
"Shitt..!" umpat nya tiba-tiba membuat Leon terkejut.
"Ada apa Tuan?" Tanya Leon masih dengan wajah terkejutnya.
"Antar aku ke hotel, malam ini si kecil ingin dimanjakan." Leon yang mengerti maksud tuannya itu langsung mengangguk, sementara Devan begitu gelisah karena berusaha menahan sesuatu yang membuatnya semakin sesak.
"Damn it! gadis itu membuatku tidak waras, hanya dengan mengingat wajahnya bisa membangunkan yang tertidur, ada apa denganku," gumamnya setengah berbisik bahkan Leon pun tidak mendengarnya.
Setelah mobilnya terparkir ditempat khusus pemilik hotel, Leon bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Devan.
"Silahkan Tuan, wanita yang akan menemani Anda malam ini sudah menunggu didalam," tutur Leon.
"Bagus, jika kau ingin bermain juga tidak masalah, bermainlah sepuasmu."
"Tidak Tuan, terimakasih, saya akan menunggu Anda saja," tolak Leon dengan halus.
Devan yang mendengarnya hanya mengangkat bahu cuek dan melangkah masuk tanpa mempedulikan tatapan menggoda dari resepsionis dan juga para pegawai hotel lainnya, dengan cepat ia menuju lift baginya tidak ada yang lebih penting selain mendapatkan kepuasan malam ini, apapun yang dilakukan olehnya tidak ada yang berani menentangnya karena hotel tersebut milik keluarganya jadi apa yang harus ia takutkan lagipula tidak ada yang mampu melawan putra sang penguasa.
Tepat di depan pintu kamar hotel yang begitu mewah Devan langsung membukanya dan benar seorang wanita dengan lingerie hitam telah menunggunya diatas ranjang berukuran king size, Devan yang melihatnya segera mendekat.
"Puaskan aku malam ini."
"Dengan senang hati, Tuan!" seru wanita itu bangkit dan mendekat kearah Devan dan melakukan tugasnya sebaik mungkin.
*********
Ditengah keramaian kota di malam hari Aileen tetap tidak beranjak dari tempatnya, rasa haus, lapar, dan lelah bercampur menjadi satu membuatnya tak sanggup untuk berdiri apalagi jika ia harus berjalan. Semakin ia menahan semakin terasa pula sakit di perutnya, merasa tak ada tenaga lagi akhirnya ia terjatuh dan tidak sadarkan diri, orang yang ditugaskan untuk mengawasi Aileen menjadi panik dengan cepat ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Halo Tuan Leon! Nona Aileen tidak sadarkan diri, apakah aku harus membawanya ke rumah sakit?" Tanyanya panik membuat Leon juga ikutan panik.
"Tidak! Jangan membawanya ke rumah sakit tanpa izin dari Tuan Devan, sebaiknya bawa dia ke mobilmu dulu, aku akan menghubungi Tuan Devan," perintahnya lalu memutuskan panggilan. Leon yang gelisah berjalan kesana kemari tanpa tujuan, berkali-kali ia melirik arlojinya.
"Bagaimana ini, apakah aku harus menghubungi Tuan Devan atau berangkat sendiri kesana, tapi jika aku pergi sendiri pasti Tuan Devan akan marah dan jika aku sampai mengganggu aktivitasnya tetap saja aku akan kena imbasnya, apa yang harus kulakukan?" Tanyanya pada diri sendiri. Merasa tak ada cara lain mau tidak mau ia akhirnya tetap menghubungi Devan.
Dalam dering ke-tiga panggilannya dijawab namun hening membuat Leon semakin gelisah. "Ha-halo Tuan, a-apa saya mengganggu Anda?" Tanyanya gugup.
"Tidak, katakan ada apa kau menghubungiku," jawab Devan setelah terdiam beberapa menit karena mengatur nafasnya yang memburu.
"Nona Aileen tidak sadarkan diri Tuan! Apa yang harus saya lakukan, apakah saya harus membawanya ke rumah sakit?" tanyanya memastikan.
"Bawa dia Ke penthouseku, biar dokter pribadiku yang akan memeriksanya," jawab Devan yang memakai pakaiannya tanpa membersihkan diri dan meletakkan beberapa lembar cek diatas meja lalu melangkah terburu-buru keluar dari hotel menuju tempat parkir dimana Leon menunggunya. Semua pasang mata kembali tertuju kearahnya karena ia keluar dengan penampilan yang berantakan juga rambut acak-acakan, tapi hal itu tidak dipedulikan Devan.
"Apa kau sudah menghubungi dokter?" tanyanya setelah duduk di dalam mobil.
"Sudah Tuan," jawab Leon dan hanya dibalas anggukan dari Devan.
*********
Devan yang lebih dulu tiba bergegas masuk, hal tersebut membuat para bodyguard menatap heran karena yang mereka ketahui tuannya itu akan pulang setelah subuh atau pagi hari jika sedang bermain dihotel.
"Ada apa dengan Tuan Devan?" Tanya salah satu bodyguard tersebut pada teman-temannya dengan suara yang begitu pelan takut Devan akan mendengarnya.
"Entahlah! Aku pun tidak tahu," jawab yang lainnya mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh.
Sebuah mobil mewah yang membawa Aileen memasuki pelataran gedung yang menjulang tinggi dimana Penthouse Devan berada, Leon dengan cepat berlari kearahnya untuk membantu membawa Aileen, hal tersebut lagi-lagi membuat yang lainnya merasa tercengang.
"Baringkan dia di kamarku," Leon mengangguk mendengar perintah Devan, ia membawa Aileen kedalam kamar dan membaringkan nya dengan hati-hati diatas ranjang king size milik Devan, meski ratusan pertanyaan bersarang di otaknya namun Leon tidak memiliki keberanian untuk mengutarakan nya.
"Devan, apa yang terjadi? Siapa yang sakit?" tanya Bram dokter pribadi Devan yang juga merupakan sahabatnya dari kecil.
Devan dan Leon segera memberi jalan. "Masuklah orangnya ada di kamarku," ucapnya datar.
Ekspresi terkejut terlihat jelas dari raut wajah sang dokter saat melihat seorang gadis dengan penampilan yang bisa dibilang sangat berantakan tengah terbaring didepannya. "Siapa gadis yang beruntung ini, Devan?" pertanyaan sang dokter sukses mendapatkan tatapan tajam dari pemilik kamar.
"Kamu dipanggil kemari untuk memeriksanya bukan menjadi wartawan, bodoh!" pekiknya marah.
"Wow! Santai kawan, aku hanya bertanya karena ini kali pertama kamu mengizinkan seorang gadis masuk bahkan ia tidur di kamar pribadimu," ucapnya santai, Bram sudah tahu seperti apa sifat sahabatnya,jadi sedikitpun ia tidak merasa tersinggung dengan kata-kata Devan.
"Apapun yang kulakukan bukan urusanmu, sekarang kerjakan tugasmu dan cepat pergi dari hadapanku." tanpa menunggu lagi dokter Bram segera memeriksa kondisi Aileen.
"Bagaimana kondisinya, dokter?" tanya Leon saat melihat Bram kembali memasukkan alat-alat medisnya kedalam tas.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dia baik-baik saja, hanya butuh istirahat dan setelah dia sadar berikan vitamin ini agar kondisinya kembali pulih," jelasnya, kemudian beranjak dari tempatnya, tepat saat berada disamping Devan Bram membisikkan sesuatu lalu mengerling nakal kearahnya.
Devan mendelik kesal pada sahabatnya. "Diam kau sialan, cepatlah pergi dari sini tugasmu sudah selesai."
"Hey, apa tuanmu itu kurang servis malam ini sampai-sampai bawaannya sensitif sekali?" Tanyanya pada Leon tanpa mempedulikan kemarahan Devan, ia berlalu sambil tertawa keras, hari ini ia merasa puas bisa membuat sahabatnya kesal.
Setelah kepergian Bram, Devan mendekati Aileen yang masih memejamkan matanya. Ucapan dokter Bram masih terngiang di telinganya, sungguh Devan pun kadang bertanya-tanya pada dirinya sendiri, ada apa dengannya? Bukankah ini yang diinginkannya? seharusnya ia senang melihat Aileen menderita, Lalu mengapa harus se peduli ini? Entahlah!
"Leon, belikan dia pakaian dan panggil dua pelayan kemari untuk mengurusnya."
"Baik Tuan!"serunya lalu beranjak meninggalkan Devan yang masih setia memandangi Aileen.
**********
Sepasang mata indahnya mulai terbuka, perlahan-lahan ia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar yang begitu asing baginya.
"Awwww, kepalaku sakit sekali," Aileen mencoba bangkit namun ia tidak bisa karena kondisinya masih lemah. "Aku ada dimana sekarang? Dan bagaimana bisa aku berada disini?" gumamnya penuh tanya.
Belum hilang rasa penasarannya ia dikagetkan dengan pintu yang terbuka, pandangannya tertuju pada dua orang pelayan yang membawa nampan berisi makanan.
"Syukurlah Nona sudah sadar," ucapnya dengan senyum ramah.
"Maaf, Anda siapa? Dan bagaimana saya bisa berada disini?"
"Sebaiknya Anda makan dulu, Nona setelah itu ganti pakaian Anda." Melihat keramahan yang ditunjukkan oleh kedua pelayan tersebut membuat Aileen menurut, toh yang dikatakan pelayan itu benar juga saat ini yang dibutuhkannya adalah makanan agar ia memiliki tenaga untuk berjalan.
"Baiklah berikan makanannya," dengan hati-hati semua makanan diletakkan didepan Aileen.
Tak butuh waktu lama baginya untuk menghabiskan semua makanan yang ada didepannya, selain karena lapar makanan itu juga sangat lezat dan sayang jika diabaikan.
"Nona, ini pakaian untuk Anda!" seru salah satu pelayan tersebut yang menyerahkan sebuah paper bag pada Aileen.
"Tidak! Sebaiknya saya pergi dari tempat ini, terima kasih untuk makanannya," tolak Aileen halus.
"Jika Anda ingin berterima kasih maka sampaikan langsung pada pemilik tempat ini, Nona, karena beliau yang sudah membawa Anda kemari," Aileen menatap kedua wanita di depannya.
"Bisakah aku bertemu dengannya? Aku hanya ingin mengucapkan terimakasih padanya," pinta Aileen.
"Ganti pakaian Anda dulu Nona." Meski terlihat ragu namun Aileen tetap menerima nya, akhirnya ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Didalam ruang kerja yang luas dan mewah, Devan hanya menatap berkas didepannya tanpa minat.
"Huffft, pekerjaan ini sungguh tak ada habisnya," Devan beranjak dari tempatnya menuju kamar dimana Aileen berada, ia ingin tahu kondisi gadis itu.
Pintu terbuka, kedua pelayan yang menunggu Aileen segera membungkuk hormat saat Devan memasuki kamarnya. "Dimana dia?" Tanyanya saat melihat ranjangnya kosong.
"Ada didalam kamar mandi, Tuan, sedang membersihkan diri dan juga berganti pakaian." Devan mengangguk mengangkat tangannya meminta kedua pelayan itu pergi. Aileen yang selesai membersihkan diri juga berganti pakaian berjalan dengan santai keluar dari kamar mandi, ia tidak menyadari kehadiran pria tampan yang duduk disofa sedang menatapnya tajam.
"Apa Anda begitu menikmati fasilitas di dalam kamar ini, Nona?"
Degg ...! Aileen terkejut mendengar suara seseorang yang sama sekali tidak ingin ia temui, ia tahu siapa pemilik suara itu, dengan cepat ia berbalik dan mendapati Devan tersenyum mengejek kearahnya.
"Ka-kamu!" serunya gugup bercampur emosi. "Ada perlu apa kamu datang ke kamar ini?"
Devan menaikkan alisnya mendengar pertanyaan Aileen. "Apa aku harus memiliki sebuah alasan untuk masuk ke kamarku sendiri?" tanyanya balik.
"Jadi, i-ini kamarmu?" Aileen menatap tak percaya ke arah pria angkuh di depannya, yang benar saja apakah dunia sesempit ini sampai-sampai mereka harus kembali bertemu.
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay
Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati. Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam."Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita it
Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi. Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayang
"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi."Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir. Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin."Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan."Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata."Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen. Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja
Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu."Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift."Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah."Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi."Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku.""Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus."Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.&nbs