"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi.
"Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir.
Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin.
"Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan.
"Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata.
"Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen.
Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja dia yang menanggung semuanya padahal semua yang terjadi bukanlah hal yang disengaja. "Maaf bukan kah Anda sendiri yang mengatakan bahwa saya tidak akan sanggup mengganti semuanya lalu mengapa masih meminta saya untuk membayar ganti rugi."
'Sial baru kali ini aku dipermalukan oleh seorang gadis dan anehnya lagi sedikitpun dia tak terpikat olehku' Devan membatin menahan kesal dan juga malu mendengar ucapan Aileen, tapi bukan Devan namanya jika ia mudah menerima kekalahan.
"Terserah, itu menjadi urusanmu jadi fikirkan sendiri caranya," ucap Devan acuh tak acuh. "Dan satu lagi aku ingin dia di pecat dari restoran ini," lanjut Devan yang beralih ke arah Alvin.
Alvin yang mendapat perintah tentu saja mengiyakan karena jika ia membantah sudah pasti jabatannya dipertaruhkan.
"Aileen, kamu sudah dengar, kan? Apa yang dikatakan oleh Tuan Devan, mulai hari ini kamu dipecat," Aileen menghembuskan nafas lelah dan memaksakan bibirnya untuk tersenyum ia sudah mengetahui bahwa hal ini pasti akan terjadi, ingin rasanya ia melenyapkan orang yang berdiri didepannya, yah! siapa lagi kalau bukan Devan, tapi apa daya, kekuasaan mengalahkan segalanya bahkan yang bersalah pun akan dibela mati-matian jika ia memiliki segalanya.
"Baik Pak, saya mengerti, terimakasih sudah memberikan saya kesempatan untuk bekerja di sini, dan untuk Anda Tuan yang terhormat maaf sudah mengotori pakaian mahal Anda, saya janji akan mengganti semuanya tapi tidak sekarang karena saya masih harus mencari pekerjaan," ucap Aileen singkat pada Alvin dan juga Devan.
Merasa tak memiliki kepentingan lagi didepan orang-orang angkuh tersebut, Aileen melangkah ke arah teman-temannya.
"Din, aku pamit yah, dan untuk kalian semua aku minta maaf kalau pernah membuat kesalahan," ucapnya menunduk berusaha menahan cairan bening yang sewaktu-waktu meloloskan diri dari tempatnya.
Dina yang melihatnya ikut sedih, namun ia tak bisa berbuat apa-apa selain memeluk Aileen dan memberikan semangat untuk temannya itu. "Leen, maaf aku tidak bisa bantu apa-apa. Tapi aku yakin kamu akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik diluar sana.
"Terimakasih," ucap Aileen tersenyum tulus kemudian melangkah menjauh dari restoran tersebut, tanpa ia sadari bahwa tatapan Devan tak pernah lepas darinya.
*********
Setelah meninggalkan restoran, Aileen tidak langsung pulang ke apartemennya ia memilih duduk di sebuah bangku taman sambil memandangi orang-orang yang sedang asyik menikmati waktu bersantai, sesekali ia menatap langit yang mendung berharap langit memahami kesedihan yang tengah dirasakannya.
"Huffft...!! Mengapa hidupku begitu menyedihkan, mengapa masalah seakan tak pernah ada habisnya? Andai saja aku masih memiliki keluarga yang utuh mungkin hidupku tidak sesepi ini," gumam Aileen yang sesekali mengingat kisah hidupnya yang hancur karena kematian orang tuanya, semenjak kepergian orang tuanya membuat Aileen memutuskan untuk pindah ke negara A berharap mendapatkan pekerjaan dan bisa melupakan kesedihannya, tetapi yang terjadi tidak sesuai harapannya dan sekarang ia dihadapkan dengan sebuah masalah besar.
"Hmmmmm, entah uang dari mana aku bisa membayar kerugian yang sudah kuperbuat, Tuhan ...! Kumohon tunjukkan jalan keluar," ucapnya dengan air mata yang tak hentinya mengalir membasahi pipi mulusnya, dan disaat bersamaan hujan turun begitu derasnya membasahi tubuh mungilnya yang begitu rapuh, ia tidak peduli dengan keadaannya yang basah kuyup.
Sementara didalam restoran terlihat Devan yang segera beranjak dari duduknya setelah semua urusannya selesai dan melangkah dengan cepat menuju mobilnya diikuti Leon dan juga para pengawalnya, setelah duduk di dalam mobil ia kembali terdiam, entahlah! Semenjak kepergian Aileen beberapa jam yang lalu hatinya tak pernah merasa tenang, Leon yang melihat keanehan Devan merasa bingung dan bertanya-tanya apakah yang sedang difikirkan oleh atasannya itu.
"Maaf Tuan, apakah Anda butuh sesuatu?" tanya Leon.
"Ya, aku ingin kamu menyelidiki gadis yang dipecat dari restoran tadi," titah Devan pada orang kepercayaannya itu.
"Baik Tuan, saya akan memberikan informasi yang Anda inginkan secepatnya, apa masih ada lagi?"
"Pastikan dia tidak akan mendapatkan pekerjaan di manapun."
Leon mengerutkan keningnya mendengar perintah Devan. "Tuan bukankah Anda meminta gadis itu membayar ganti rugi? Lalu bagaimana ia bisa menggantinya jika tidak mendapatkan pekerjaan," tanyanya heran.
"Ckckck, sudah berapa lama kau bekerja denganku Leon? Apakah aku masih harus menjelaskan secara detail sifat dan sikap seorang Devan Narendra?" Tanya Devan dengan sinis.
"Maafkan saya Tuan," ucap Leon yang menundukkan kepalanya sesaat lalu kembali fokus menyetir.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang karena hujan turun begitu deras membuat jalanan menjadi licin, Devan yang sedang menatap air hujan dari dalam mobil tiba-tiba memicingkan matanya saat melihat seseorang tengah duduk di sebuah bangku taman dalam keadaan basah kuyup.
'Bukankah dia gadis ceroboh itu? Apa yang dia lakukan' gumam Devan dalam hati. Pandangan Devan tak pernah lepas dari bangku taman tersebut hingga mobilnya semakin menjauh.
"Hmmmm, cukup menarik! Apapun yang terjadi dia harus bisa ku taklukkan dan kita akan lihat berapa lama dia tidak tergoda oleh pesona Devan Narendra," gumam Devan sambil tersenyum misterius.
"Ada apa Tuan?" Tanya Leon yang tidak mendengar ucapan Devan dengan baik.
"Tidak ada, fokus saja pada jalan yang ada didepanmu," ucap Devan ketus
"Baik Tuan, apakah Anda ingin langsung pulang ke Penthouse atau ke hotel?" tanya Leon hati-hati takut salah bicara dan membuat tuannya mengamuk.
"Pulang ke Penthouse saja, aku ingin membersihkan diri dan istirahat, ah iya satu lagi malam ini aku sedang tidak ingin bermain, jadi kamu kerjakan saja tugas yang ku berikan tadi, paham?"
"Paham tuan," jawab Leon.
Apa yang dikatakan oleh Devan membuat Leon semakin heran, karena sikap tuannya tidak seperti biasanya, menurutnya Devan adalah pria yang tak pernah absen dari aktivitasnya bersama wanita malam lalu mengapa sekarang berubah. 'Ah, sudahlah apapun yang terjadi bukan masalahku, cukup kulakukan saja apa perintahnya' ucap Leon dalam hati.
Dilain tempat, terlihat Aileen berjalan perlahan-lahan ditengah derasnya hujan yang seakan enggan untuk berhenti, tak peduli dengan keadaannya yang kini berantakan ia tetap berjalan dengan perasaan tak menentu. Setelah tiba di apartemennya Aileen segera kekamar mandi untuk membersihkan diri selama beberapa menit, setelah dirasa cukup ia melangkah keluar menuju lemari pakaiannya dan memilih pakaian tebal untuk menghangatkan badannya yang kedinginan karena diguyur hujan berjam-jam di taman.
"Sudah cukup galaunya, sekarang fokus cari pekerjaan, ayo Aileen semangat kamu pasti bisa," tak ingin larut dalam kesedihan, Aileen mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu."Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift."Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah."Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi."Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku.""Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus."Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.&nbs
Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu. "Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk. "It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya. "Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam. "Baik Tuan," jawab Leon. Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay
Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati. Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam."Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita it
Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi. Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayang
Pertanyaan tiba-tiba dari Devan bagaikan petir yang menggelegar di siang bolong, seketika wajah para bodyguard itu menjadi pucat. Sekarang mereka benar-benar dalam masalah besar setelah menyadari bahwa Aileen sudah berbohong. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Devan, semuanya larut dalam keresahan. Entah apa yang harus mereka katakan, akankah ucapannya dipercayai oleh sang Tuan? Oh tidak, Devan tidak sebaik itu untuk percaya dan memberikan maaf. Devan yang melihat tingkah para bodyguard nya menjadi curiga. "Ada apa dengan kalian semua, mengapa mendadak bisu, hah!" bentak nya. Ia kesal saat pertanyaan-nya tidak kunjung mendapat jawaban. "A-anu Tuan, i-itu Nona Aileen ... Di-dia sudah ... Pergi," jawabnya gugup. "Apa maksud kalian mengatakan dia sudah pergi!" teriakan Devan semakin meninggi. "Maafkan ka--" "Bersiaplah menerima hukuman atas kebodohan kalian," tukasnya kemudian berlalu masuk menuju kamarnya. Para pelay
"Si-siapa kau ... Tolong le-paskan a-aku," pintanya gugup. Tapi, tetap tidak berani melihat orang tersebut, berbagai do'a ia rapalkan memohon perlindungan."Hahaha!" seketika suara tawa terdengar, Aileen mengerutkan keningnya ia merasa kenal dengan suara itu. "Hey! Aileen ... Ini aku, Dina," lanjutnya lagi.Aileen yang mendengar nama temannya itu segera berbalik dan benar saja ia mendapati Dina berdiri di depannya, semua rasa takut yang melanda nya kini perlahan-lahan menghilang. Tanpa diminta Aileen langsung memeluk temannya erat."Din, kamu membuat ku kaget! Tapi, aku senang akhirnya kita bisa bertemu lagi," ucapnya dengan antusias. "Eh ... Tapi, kamu kenapa bisa ada disini? Kamu tidak masuk kerja hari ini? Bagaimana kamu bisa tau kalau aku ada di tempat ini?" Aileen mencecar Dina dengan pertanyaan bertubi-tubi membuatnya kesal."Astaga! Pertanyaan-nya bisa satu persatu kan?" Dina berucap sinis, sementara Aileen hanya tersenyum lebar memperlihatkan dere
Dengan kasar Devan melempar Aileen ke atas ranjangnya rintihan kesakitan yang dirasakan gadis itu tidak sedikit pun membuatnya iba, tidak ada yang berani menghentikannya. Sebelum Aileen bergerak mundur dengan cepat Devan menindih nya mengunci pergerakan gadis itu agar tidak bisa kemana-mana, raut ketakutan terlihat jelas di wajahnya."Please don't ... mmphh," Devan membungkam mulut Aileen sebelum gadis itu banyak bicara, dengan kasar ia melumat bibir ranum itu."Kau terlalu banyak bicara sebaiknya diam dan nikmati saja," bisik Devan kemudian beranjak mencari sesuatu, dengan tegas Aileen menggeleng, ingin sekali ia melenyapkan pria gila ini bagaimana mungkin ia bisa menikmatinya bukankah ini pemaksaan? Ck, yang benar saja. Akan tetapi, hal itu hanya bisa diucapkannya dalam hati.Devan kesal saat ia tidak menemukan apa yang ia cari. "Shit! Pengamanku habis, bagaimana mungkin aku bisa lupa," umpat nya lalu melangkah kearah Aileen, ia tidak bisa menundanya lagi tubu
Aileen bergerak gelisah di dalam kamar, ia harus pergi dari tempat ini karena berurusan dengan Devan hanya akan memperburuk keadaan. Dengan cepat ia berjalan ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka tanpa menghiraukan Devan yang menatapnya tajam."Kau akan pergi dari kamar ini tanpa mengucapkan Terima kasih padaku karena sudah menolongmu?" kata Devan tiba-tiba, membuat Aileen menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Devan dengan berani."Apakah kamu selalu mengharapkan ucapan Terima kasih dari orang-orang yang kamu tolong, Tuan?" tanyanya sinis."Tentu saja tidak, hal ini hanya berlaku untukmu saja," jawab Devan menyeringai."Seharusnya kamu tak perlu bersusah-payah menolongku Tuan Terhormat!" Aileen dibuat kesal dengan kelakuan Devan, menghadapi pria itu hanya akan menambah penyakit untuknya. "Aku bisa hipertensi jika terus berada disini," gumamnya pelan."Aku masih bisa mendengar apa yang kamu katakan sekalipun kau mengucapkan ny
Selama diperjalanan Devan tetap tidak membuka suara membuat Leon merasa bersalah karena gagal menjalankan perintah tuannya itu. "Tuan, saya minta maaf karena gagal meyakinkan Nona Aileen," ucapnya dengan menunduk. "It's okay, fokus saja menyetir, urusan Aileen biar aku yang pikirkan caranya," jawab Devan santai namun dalam hatinya merasa tertantang setelah melihat sikap Aileen yang sedikit pun tak tergiur oleh harta dan pesona yang dimilikinya. 'Dia sungguh berbeda dengan wanita lainnya, aku ingin tahu sekuat apa dia mampu menolak ku' ucapnya dalam hati kemudian memejamkan matanya. "Pastikan dia tetap diawasi aku tidak ingin terjadi sesuatu padanya," perintahnya tegas masih dengan mata terpejam. "Baik Tuan," jawab Leon. Bukan tanpa alasan Devan melakukannya, setelah mendapat laporan bahwa beberapa preman mengganggu Aileen membuatnya emosi hingga tanpa sadar ia meninggalkan pekerjaannya dan menuju tempat dimana Aileen berada, apa
Pagi hari adalah waktu yang dinantikan oleh Aileen, saat ini ia begitu bersemangat untuk mulai dari awal lagi setelah dikeluarkan dari restoran milik Devan kini Aileen mencoba mencari pekerjaan baru, setelah semua berkas yang dibutuhkan untuk melamar pekerjaan sudah lengkap ia melangkah dengan riang menuju pintu."Selamat pagi, Aileen," sapa Dina saat melihat Aileen berjalan kearah lift."Eh! Dina, selamat pagi," jawabnya dengan senyum cerah."Mau kemana, Leen, sepagi ini?"tanyanya lagi."Rencana mau mencari pekerjaan, Din, siapa tau aja hari ini dapat yang sesuai dengan kemampuan ku.""Semangat yah, aku do'akan semoga hari ini cepat dapat pekerjaan," ucap Dina tulus."Terima kasih, Din, aku duluan yah!" seru Aileen berlalu meninggalkan temannya, hari ini ia memilih berjalan kaki menyusuri setiap tempat yang membuka lowongan pekerjaan, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang mengawasi setiap langkahnya.&nbs
"Aileen, cukup!! Apa kamu sadar dengan siapa kamu berbicara?" tanya Alvin dengan suara yang meninggi."Yah, tentu saja Pak, dia adalah pemilik restoran ini kan? Lagipula saya sudah meminta maaf tapi sepertinya permintaan maaf ku sama sekali tidak berarti apa-apa," ucap Aileen menyindir. Devan yang mendengar ucapan Aileen seketika menatap tajam kearah Alvin."Apa seperti ini kelakuan orang-orang yang kau pekerjakan direstoran milikku? Jika kau tidak bisa melakukan tugasmu dengan baik maka lepaskan jabatanmu sebagai manajer dan tinggalkan tempat ini, karena aku tidak ingin memiliki karyawan yang pekerjaannya sangat buruk," hina Devan."Ti-tidak Tuan, kumohon jangan lakukan hal itu, saya berjanji akan mengajari mereka semua dengan baik," ucap Alvin terbata."Aku tidak mau tau, dia harus membayar ganti rugi atas perbuatannya," tunjuk Devan tepat didepan mata Aileen. Aileen seketika membulatkan matanya, yang benar saja
Seperti yang dikatakan oleh Devan sebelumnya bahwa ia akan berangkat sepagi mungkin, selain untuk menghindari kemacetan, perjalanan yang ditempuh untuk sampai pun membutuhkan waktu beberapa jam, sekarang ia sudah berada didalam mobil bersama Leon asistennya yang duduk dibalik kemudi, mobilnya melaju dengan kecepatan sedang yang diikuti oleh beberapa mobil para pengawalnya. Devan adalah tipe orang yang sangat disiplin waktu jika sudah menyangkut tentang pekerjaan, jadi siapa pun yang terlambat tidak akan pernah mendapat toleransi. Namun, berbeda dengan seorang gadis cantik yang masih tertidur pulas didalam kamar apartemennya, Aileen Nathania gadis ceria, cantik nan polos yang baru beberapa hari bekerja di sebuah restoran mewah, hari ini seharusnya ia datang lebih awal karena manajer restoran tempatnya bekerja sudah menyampaikan bahwa pemilik dari restoran tersebut akan datang, jadi diharapkan pada seluruh karyawan untuk tidak terlambat, sayang
Pagi itu di dalam kamar hotel terlihat seorang pria duduk bersandar di sofa sambil menghisap sebatang rokok, sesekali ia memejamkan mata mengingat sisa-sisa percintaannya semalam dengan seorang wanita berambut pirang. Pria itu ialah Devan Narendra, pria tampan sejuta pesona yang mampu memikat hati para wanita, Devan adalah putra tunggal dari pasangan Gerald Narendra dan Regina Xavera Narendra sang penguasa negara A, hidup dengan bergelimang harta membuat Devan bertindak sesuka hati. Devan mematikan sisa rokoknya kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah lima belas menit Devan akhirnya berjalan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut dengan senyuman menggoda dan sapaan manja yang nyaris terdengar seperti desahan dari wanita yang ditiduri nya semalam."Jangan menggodaku, karena aku tidak akan pernah menikmati seorang wanita lebih dari sekali," ucap Devan dengan tegas saat melihat tingkah wanita it