Tiga hari setelah hari di mana Regi memecat Sandra, alhasil, Regi sendiri kini yang dibuat kelimpungan karena semua pekerjaaannya jadi terbengkalai dan kacau balau.
Regi sadar bahwa dia membutuhkan sekretaris, dia membutuhkan Sandra dan menyesali perbuatan yang dia lakukan terhadap Sandra kala itu.Padahal sebelumnya, Tazkia sudah memperingatkan Regi, bahkan membujuk Regi untuk tidak memecat Sandra, namun Regi tetap bersikukuh melakukannya.Kini, tanpa Sandra di kantor, seluruh pekerjaan tak bisa selesai tepat waktu sementara Mesya, karyawan yang diangkat menjadi sekretaris sementaranya, selalu saja melakukan kesalahan dalam bekerja. Membuat Regi tak hentinya memaki dalam hati hingga menumpahkan kekesalannya itu pada barang-barang yang terdapat di atas meja kerjanya.Maju mundur, Regi ingin menghubungi Sandra. Namun egonya sebagai seorang CEO dan laki-laki membuat Regi merasa kesulitan melakukannya.Meski, pada akhirnya, Regi pun melakukan hal itu juga.Teleponnya sudah tersambung pada nomor Sandra dan belum dijawab hingga akhirnya operator memutuskan panggilan.Regi mencoba sekali lagi dan beruntung kali ini teleponnya dijawab juga oleh Sandra."Halo, ini siapa?" Terdengar suara serak Sandra menyapa di seberang.Regi terdiam. Entah kenapa bibirnya mendadak kelu."Halo? Halo?"Regi menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Melakukan hal itu hingga tiga kali dan berkata, "ini saya Regi,"Hening...Suara Sandra yang tadinya berhalo-halo ria mendadak senyap."San, saya minta maaf atas sikap saya tiga hari yang lalu sama kamu," ungkap Regi dengan harga dirinya yang berada jauh pada titik terendah. Regi benar-benar terpaksa melakukannya, karena dia memang sudah sangat klop bekerja dengan Sandra.Cukup tiga hari ini dia merasakan penyesalan itu, oleh karenanya Regi ingin menyelesaikannya hari ini juga."Hm, kamu ada waktu hari ini? Gimana kalau kita makan siang bersama? Saya traktir," bujuk Regi berharap hati Sandra luluh.Sandra masih saja terdiam di ujung sana, hingga setelahnya, lamat-lamat Regi mendengar suara isakan tangis terdengar."San? Kamu baik-baik ajakan?" Suara Regi bernada khawatir."Sa-saya nggak apa-apa kok Pak," jawab Sandra parau dan Regi semakin yakin kalau Sandra kini tengah menangis. Perasaan bersalahnya semakin menjadi-jadi."Saya benar-benar minta maaf San. Saya butuh kamu di kantor. Besok, masuk ya, bekerja lagi sama saya seperti biasa,""Buat apa?" Tanya Sandra cepat."Buat apa gimana?""Ya, buat apa saya bekerja lagi kalau ujung-ujungnya cuma untuk dibentak-bentak seperti kemarin, padahal saya cuma melakukan kesalahan kecil! Apalagi kalau saya melakukan kesalahan besar, bisa-bisa Bapak membunuh saya mungkin?" Sandra sadar ucapannya terlalu lancang, hanya saja, dia benar-benar kesal pada Regi yang sudah menghancurkan harga dirinya di hadapan Tazkia sedemikian rupa. Meski, dalam hati kecil wanita itu, dia terus berteriak kegirangan begitu mengetahui Regi kembali menghubunginya dan memintanya untuk kembali bekerja.Menurut Sandra, ini sebuah keajaiban.Keajaiban besar."Sandra, saya sudah mengakui kesalahan saya dan meminta kamu secara baik-baik untuk kembali ke perusahaan, saya sendiri loh yang melakukannya. Bahkan sejak perusahaan ini berdiri, nggak pernah satu kali pun saya rela merendahkan harga diri saya dengan melakukan hal ini! Paham kamu? Dan kenapa saya sekarang melakukan hal itu, karena saya sudah nyaman bekerja dengan kamu. Itulah sebabnya saya sangat berharap, kamu bisa kembali bekerja dengan saya. Lagi pula, ini atas permintaan istri saya juga. Sejak hari itu, Tazkia terus meminta saya untuk menghubungi kamu agar saya meminta kamu kembali bekerja. Jadi, bagaimana? Apa kamu mau menerima tawaran saya kali ini? Tawaran yang jelas-jelas nggak akan datang untuk kedua kalinya," Dan ucapan panjang itu dirasa cukup bagi Regi untuk memperjelas maksudnya pada Sandra. Setelah ini, Regi tidak akan mengulang kalimat permintaannya agar Sandra kembali.Terdengar suara Sandra yang terbatuk-batuk di sana. Membuat Regi menautkan kedua alisnya."Kamu sakit?" Tanya lelaki itu kemudian.Sandra menghembus napas berat. "Iya Pak, sudah dari kemarin. Baik kalau begitu, besok saya akan mulai bekerja,"Senyuman Regi mengembang lebar.Tidak sia-sia usahanya kali ini."Sudah berobat?""Belum,""Kenapa nggak berobat?""Ya, beginilah nasib hidup sebatang kara Pak, sakit ya dirasakan sendiri. Jangankan bisa pergi berobat, baru bangun dari tempat tidur aja kepala saya langsung pusing,""Kalau begitu, gimana bisa kamu besok masuk kerja?" Regi tampak berpikir."Saya akan usahakan, sebisa saya Pak,""Oh, No, no, no, no! Kamu pulihkan dulu kesehatan kamu, baru kamu masuk bekerja kembali ya?"Sandra tidak menjawab, tapi malah terus terbatuk-batuk di sana."Hm, atau gini aja deh, nanti sore saya mampir ke rumah kamu, saya antar kamu berobat? Bagaimana?"Dan di balik telepon itu, Sandra yang sebenarnya hanya bersandiwara menutup mulutnya menahan agar jeritan gembiranya tidak terdengar Regi.Tubuh wanita itu berjingkrak-jingkrak di atas kasur sambil sesekali berjoget riang."Halo, San?" Panggilan Regi membuat Sandra menghentikan aktifitasnya sejenak. Mengatur napas saking senangnya."I-iya Pak,""Tolong kirimkan alamat rumah kamu ya?""Tapi, apa nggak merepotkan Bapak nanti? Terus, saya nggak enak sama Bu Tazkia,""Masalah Tazkia nggak perlu dipikirkan, itu urusan saya. Yang penting sekarang, kamu harus berobat supaya kesehatan kamu lekas pulih jadi kamu bisa segera kembali masuk kantor. Oke?""Iya Pak, terima kasih,""Baiklah, saya tutup dulu ya. Sampai bertemu nanti sore,"*****Seperti apa yang dia katakan pada Sandra di telepon tadi, sore ini lelaki itu benar-benar menyambangi kediaman Sandra yang terletak tak jauh dari gedung perkantoran miliknya.Hanya saja, gang masuk menuju kontrakan Sandra yang berada di pemukiman padat penduduk tak memungkinkan mobil Regi masuk, alhasil, Regi jadi memparkirkan mobilnya di tepi jalan raya.Langkah kaki lelaki itu terayun memasuki gang Mawar dengan ponselnya yang terus terhubung dengan Sandra.Sandra yang menjelaskan pada Regi, rute jalan yang harus Regi tempuh hingga sampai ke kontrakannya yang memang cukup jauh masuk ke dalam gang.Begitu melihat bangunan bertingkat dua bercat hijau yang disebut-sebut Sandra, Regi tau dia sudah sampai di lokasi tempat Sandra tinggal.Menghitung pintu yang berjejer di lantai dua, sampai pada pintu bernomor 8, Regi pun mengetuknya."Masuk aja, Pak, nggak dikunci," suara Sandra terdengar melalui sambungan telepon yang masih hidup.Regi pun memutar kenop pintu kontrakan tersebut, melihat Sandra yang kini terbaring di kamarnya, di ruang tengah.Memutar kepala, melihat ke sekeliling ruangan, Regi memuji dalam hati, kediaman Sandra cukup bersih untuk seorang perempuan dan lagi, rumah ini sangat wangi.Wangi khas tubuh Sandra."Duduk Pak," Sandra hendak bangkit, bermaksud untuk membuatkan minum untuk sang tamu, namun kepalanya yang sakit membuatnya jadi urung melakukan hal itu.Regi yang cepat tanggap, langsung beringsut ke arah Sandra dan membantu Sandra duduk bersandar setelah Regi menyusun bantal di balik punggung wanita itu."Kamu nggak akan kuat jalan ke depan kalau begini, saya hubungi teman saya saja untuk datang ke sini memeriksa kamu, ya. Kebetulan saya punya kenalan dokter," ucap Regi yang masih duduk di sisi tempat tidur, posisinya dekat sekali dengan Sandra saat itu.Membuat tubuh Sandra berdesir tak karuan tatkala bahunya dengan bahu Regi kini saling bersentuhan.Aroma maskulin yang menguar dari tubuh Regi selalu sukses membuat Sandra terbuai. Aroma yang sangat sensual, sesensual Regi.Setelah mendapat persetujuan Sandra, Regi menelepon Dokter Ilham, sahabat karibnya itu, meminta tolong agar Ilham bersedia datang untuk memeriksa kondisi kesehatan Sandra."Mba Sandra cuma terkena Flu biasa. Asam lambungnya naik karena pola makan yang tidak teratur. Terlebih, Mba sering begadang. Itulah sebabnya, kepala Mba jadi sering sakit," ucap Dokter Ilham begitu selesai memeriksa Sandra.Setelah memberikan resep obat yang harus ditebus pada Regi, Ilham pun izin pamit.Sekalian mengantar Ilham ke depan, Regi ikut serta untuk sekalian mencari apotik dan menebus obat yang sudah diresepkan Ilham.Tak lupa, Regi juga membelikan makanan yang cukup banyak untuk Sandra.Berkali-kali pikiran lelaki itu berkelana ketika ingatannya tertuju pada kejadian di kontrakan Sandra tadi, saat dia membantu Sandra duduk, tanpa sengaja tatapannya tertuju pada sesuatu yang menyembul dari balik tank top Sandra yang ketat itu. Bisa-bisanya Sandra memakai pakaian seminim itu padahal dia tahu Regi akan datang.Regi benar-benar tak habis pikir.Sekembalinya Regi ke kontrakan Sandra, lalu lelaki itu menyuruh Sandra makan dan meminum obatnya, Regi hendak izin pamit karena hari sudah gelap, ponselnya yang mati total membuat dia tak bisa menghubungi istrinya."Kamu memang terbiasa di rumah pakai pakaian seperti ini?" Tanya Regi saat Sandra bangkit untuk mengantarnya pulang ke depan pintu.Pertanyaan yang sejak tadi tersimpan di tenggorokan akhirnya terlontar begitu saja dari mulut Regi.Sandra melihat ke bawah, tak ada yang salah menurutnya. "Memangnya kenapa dengan pakaian saya Pak?" Tanyanya sok polos, padahal dia memang sengaja mempertontonkan tubuhnya di hadapan Regi dengan harapan Regi bisa tergoda.Nyatanya, lelaki itu tetap saja dingin."Nggak kenapa-kenapa sih. Cuma area tempat tinggal kamu inikan cukup padat, apalagi kamu mengontrak, kalau nanti ada tetangga lelaki yang datang bagaimana?""Ya kalau ada tamu tinggal saya suruh masuk, hehehe,"Regi jadi tertawa hambar. "Yasudahlah, saya pulang dulu,""Terima kasih banyak ya Pak. Obatnya manjur, badan saya langsung berasa enakan," kata Sandra lagi."Bagus kalau begitu,""Saya antar sampai sini aja ya Pak,""Iya, kamu istirahat saja."Regi baru saja memakai kembali sepatunya, ketika hujan tiba-tiba saja turun dengan sangat derasnya.Membuat aktifitas lelaki itu terhenti."Aduh, hujan lagi, kamu ada payung, San?"Seketika, sebuah ide kembali berputar di kepala Sandra saat itu.Ide yang diyakininya bisa menahan Regi lebih lama lagi di rumahnya.Sepertinya, hari ini dewi fortuna memang sedang bergelayut manja di sekitar Sandra.Hujan yang turun mengguyur kota Jakarta malam itu semakin deras, padahal Regi sudah menunggu lebih dari satu jam di kediaman Sandra setelah Sandra mengatakan bahwa payung yang dia miliki rusak dan sudah dia buang beberapa hari yang lalu, untuk saat ini Sandra belum sempat membeli payung baru. Itulah sebabnya, Regi kini terjebak di kediaman Sandra yang sejak tadi asik menonton televisi di sisinya.Saat itu, keduanya duduk di karpet lantai di ruang depan. Menikmati beberapa cemilan yang tadi Regi beli.Malam semakin larut dan sampai detik ini Regi belum juga berhasil menghubungi Tazkia, bahkan sampai dia meminjam ponsel Sandra untuk menghubungi sang istri, namun Tazkia tak juga menjawab panggilannya.Regi hanya berpikir, sepertinya Tazkia memang sudah tidur karena dia tahu kalau Tazkia selalu tidur lebih awal.Paha mulus dengan kulit putih bersih yang terpampang di hadapan Regi sejak tadi membuat lelaki itu duduk gelisah, fokusnya buyar pada acara televisi yang ditonton Sandra.Merasa t
Setelah bulak-balik memilih pakaian yang pantas dia kenakan malam ini untuk menyambut kedatangan Regi, akhirnya pilihan Sandra jatuh pada tank top hitam bermodel korean waffle backless, di mana Sandra memutuskan untuk melepas Bra yang dia kenakan, agar punggung mulusnya terlihat lebih jelas dari balik tali-tali tank topnya yang bersilangan.Untuk bawahannya sendiri, Sandra tak memiliki pilihan lain selain koleksi hotpants nya yang memang itu-itu saja.Semenjak Ibunya meninggal dan Sandra menganggur, sudah sangat lama dia tak pernah berbelanja apapun dalam hal fashion. Jangankan untuk membeli pakaian, untuk biaya hidupnya sehari-hari saja susah, terlebih dia memang sempat hutang pada rentenir sewaktu Ibunya masih dirawat di rumah sakit karena persediaan uangnya sudah habis akibat dia yang terlalu boros. Alhasil, belum apa-apa, Sandra sudah kelimpungan tutup lobang, gali lobang.Bahkan, kini dia harus terpaksa pindah ke kontrakan jelek ini karena kontrakan lamanya itu uang sewanya sanga
"Regi..."Belum sempat Sandra berkata-kata, Regi sudah lebih dulu mengunci bibir Sandra kembali, dengan menjalin ciuman.Sementara tangan Regi yang memegang pisau kini merayap di balik punggung Sandra.Tubuh Sandra membeku saat merasakan ujung pisau itu seperti meraba kulitnya hingga terdengar suara sesuatu yang dirobek.Ternyata, Regi hanya ingin membuka tank top itu dengan caranya sendiri, yakni memutuskan tali temali rumit tank top yang dikenakan Sandra menggunakan pisau dapur tersebut.Dan cara Regi itu sukses membuat Sandra sempat didera rasa takut.Tapi kini, wanita itu mulai kembali rileks ketika Regi sudah melempar pisau tadi ke lantai dan menggendong tubuh Sandra yang sudah setengah polos itu menuju kamar.Regi melepas pakaian atasnya dengan tergesa sebelum akhirnya dia kembali mencumbu Sandra yang sudah pasrah menunggu Regi memenuhi tubuhnya dengan kenikmatan."Are you still a virgin, Baby?" Bisik Regi ketika tubuh keduanya sudah sama-sama dalam keadaan polos.Gelengan kepal
Terengah-engah Tazkia masuk ke dalam kamarnya, namun tak didapatinya keberadaan Regi di sana."Mas?" Panggilnya sembari melangkah memasuki kamar.Berjalan menuju kamar mandi, berpikir Regi ada di dalam kamar mandi, namun dugaannya salah karena kamar mandi itu kosong.Hingga sebuah deritan pintu yang terdengar dari arah lain membuat napas Tazkia tercekat."Aku di sini, sayang," ucap Regi yang baru saja keluar dari ruangan pribadinya.Sebuah ruangan khusus yang menjadi tempat di mana Regi menumpahkan hasrat terpendamnya selama ini, bersama Tazkia.Regi merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan melihat stopwatch yang dia nyalakan tadi. "Telat lima detik!" Ucapnya kemudian.Tazkia menelan salivanya dengan susah payah, tungkai kakinya mendadak lemas ketika dia memaksakan diri membalikkan tubuh ke arah suara Regi terdengar.Tampak dalam penglihatan Tazkia, Regi yang saat itu masih menggunakan celana Chino panjangnya, sementara tubuh atasnya shirtless, kini sedang berdiri dengan tubuh
Isah dan Lilis melihat saat Tazkia berlari dari arah pintu utama lalu menaiki tangga dengan tergesa, bahkan setelah sebelumnya mereka baru saja selesai membenahi kamar sang majikan yang berantakan akibat amukan Regi.Mereka tahu bahwa suasana hati majikan laki-lakinya itu sedang tidak baik dan sekelebat ingatan tentang apa yang diucapkan Bi Inah pembantu lama pada mereka kembali terngiang dalam ingatan."Biasanya, Pak Regi akan melakukan hal itu sama Bu Tazkia kalau suasana hatinya lagi buruk atau marah,"Dan karena hal itulah, kini mereka jadi mengkhawatirkan nasib majikan perempuan mereka, Bu Tazkia."Kita nggak bisa diem aja Sah, kita harus tolongin Bu Tazkia," ucap Lilis dengan wajah cemasnya."Ya tapi gimana caranya? Kita cuma pembantu di sini?" Isah jadi bingung sendiri."Apa kita lapor polisi aja kali ya?""Semprul!" Isah langsung menoyor kepala Lilis. "Kamu mau dibunuh Pak Regi? Aku sih ogah! Aku masih mau hidup! Adikku-adikku masih butuh aku untuk bayar biaya sekolah,""Terus
Tazkia tidak tahu apa yang sedang Regi lakukan di luar sana hingga berjam-jam lamanya sang suami tak juga kembali.Berusaha sekuat tenaga melepaskan diri pun percuma karena rantai besi ini jelas sangat kuat dan hanya bisa terlepas dengan kunci gembok yang kini ada di tangan Regi.Tubuh Tazkia yang sudah seratus persen polos tanpa sehelai benang pun mulai menggigil kedinginan karena hawa sejuk AC di ruangan tersebut. Bahkan saat itu, aliran deras air matanya sudah mengering di pelipisnya.Tak tahu lagi apa yang kini Tazkia harapkan, berharap Regi datang, sama saja berharap pada kematian. Sementara jika dibiarkan terus dalam keadaan seperti ini pun Tazkia merasa sangat tidak nyaman.Dia merasa dirinya seperti seekor hewan qurban yang ingin disembelih.Setelah hampir tiga jam berlalu semenjak Regi keluar dari kamar itu, Tazkia mendengar suara pintu kamarnya dibuka, membuat jantung wanita itu kembali mengencang, berdebar tak karuan.Apakah itu Regi?Tanyanya dalam benak.Tatapan Tazkia te
Setelah pertemuannya dengan Regi tadi, Fadli tidak langsung pergi dari tempat dia memparkirkan motornya, tak jauh dari pintu gerbang kediaman Regi dan Tazkia.Lelaki itu cukup lama termenung di sana.Duduk di sisi trotoar.Sampai akhirnya, sebuah suara decitan pintu gerbang yang dibuka tertangkap indra pendengarannya.Dilihatnya sebuah mobil pribadi hitam keluar dari arah rumah mewah itu.Lalu tak lama setelahnya, Fadli melihat Tazkia keluar berjalan kaki dari pintu gerbang dengan kepala tertunduk dan matanya yang agak sembab.Bahkan wajah wanita itu terlihat sedikit pucat.Tazkia berdiri di sisi trotoar bersebelahan dengan trotoar di mana Fadli berada, hanya saja jarak mereka memang cukup jauh.Wanita berhijab itu tampak mengutak-atik ponselnya dan berdiri di tepi jalan sepi itu cukup lama.Fadli masih terus memperhatikan gerak gerik Tazkia hingga dia menangkap saat-saat di mana Tazkia yang sesekali menyeka sudut mata dan pipinya berkali-kali.Sampai akhirnya, sebuah mobil mendekat da
Bel tanda berakhirnya jam sekolah berteriak nyaring.Pelajaran terakhir hari itu berakhir usai semua anak murid membaca doa.Seorang lelaki berseragam SMA yang merupakan anak kelas Tiga tampak berdiri di sisi jendela anak kelas satu, mengintip aktifitas di dalam kelas itu. Tatapannya intens menatap seseorang."Woy! Diintipin mulu! Bintitan tar tuh mata!" Ucap seorang lelaki lain yang juga berseragam SMA, yang baru saja menepuk keras bahu sahabatnya yang bernama Fadli. Lelaki yang berdiri di sisi jendela anak kelas satu tadi.Fadli yang kaget langsung mendengus kesal sambil menggerutu. "Apaan sih lo! Sok tahu!""Emang gue tau! Diem-diem gini juga gue merhatiin, kenapa setiap pulang sekolah, sekarang lo lewat sini," ujar Ragil lagi dengan gaya sok taunya itu."Apa?" Fadli mendelik. Berjalan ke arah tangga disusul oleh Ragil yang merangkul bahunya.Tatapan Ragil tertuju pada sosok gadis di depan sana, lalu terkekeh ke arah Fadli. "Sebagai seorang sahabat terdekat lo, gue jelas tau kalau s