Hujan yang turun mengguyur kota Jakarta malam itu semakin deras, padahal Regi sudah menunggu lebih dari satu jam di kediaman Sandra setelah Sandra mengatakan bahwa payung yang dia miliki rusak dan sudah dia buang beberapa hari yang lalu, untuk saat ini Sandra belum sempat membeli payung baru. Itulah sebabnya, Regi kini terjebak di kediaman Sandra yang sejak tadi asik menonton televisi di sisinya.
Saat itu, keduanya duduk di karpet lantai di ruang depan. Menikmati beberapa cemilan yang tadi Regi beli.Malam semakin larut dan sampai detik ini Regi belum juga berhasil menghubungi Tazkia, bahkan sampai dia meminjam ponsel Sandra untuk menghubungi sang istri, namun Tazkia tak juga menjawab panggilannya.Regi hanya berpikir, sepertinya Tazkia memang sudah tidur karena dia tahu kalau Tazkia selalu tidur lebih awal.Paha mulus dengan kulit putih bersih yang terpampang di hadapan Regi sejak tadi membuat lelaki itu duduk gelisah, fokusnya buyar pada acara televisi yang ditonton Sandra.Merasa tak kuat lagi menahan diri, Regi pun berinisiatif mengambil selimut di kamar Sandra dan melemparnya ke arah sang sekretaris."Cuaca dingin, tutupi tubuhmu nanti masuk angin," ucapnya beralasan dan kembali duduk di tempatnya semula.Sandra hanya diam, menahan tawa melihat ekspresi tak biasa Regi saat itu. Perlahan tapi pasti, sepertinya Sandra mulai berhasil membuat lelaki itu tergoda.Setelah menutup setengah tubuhnya dengan selimut, Sandra menoleh sekilas ke arah Regi yang terlihat fokus menonton televisi."Bapak mau kopi lagi? Saya buatin yang baru ya?" Tawar Sandra setelah melihat gelas kopi Regi sudah kosong."Oh nggak usah," jawab Regi seraya melirik kembali ke arah jam dinding. "Udah malem banget, apa saya terobos hujan aja kali ya? Kamu sudah mau istirahatkan?" Tanya Regi yang jadi tidak enak hati, malam-malam begini masih bertamu di rumah orang."Saya udah kenyang tidur Pak sesiangan tadi, makanya kalau malam saya jadi begadang, susah tidur," jawab Sandra apa adanya."Begadang sekali-kali boleh. Tapi kalau keseringan nggak baik jugakan buat kesehatan,""Ya itulah nasibnya hidup sebatang kara, jadi pengangguran pula. Kalau siang nggak tidur juga mau ngapain lagi coba?""Terus, kalau siang tidur, malamnya kamu ngapain dong?""Yaudah, paling tidur-tiduran aja di sini sambil nonton TV, ngapain lagi? Ya kali saya ikut warga jaga di pos ronda, nanti yang ada mereka bukannya jagain maling malah jagain saya, hahaha,"Regi jadi ikutan tertawa. "Makanya cari suami, biar kalau malam begadang ada yang nemenin," ujarnya kemudian."Yah jangankan suami, Pak, pacar aja saya nggak punya,""Ah, masa? Cewek secantik dan sepintar kamu belum punya pacar?" Regi jelas tak percaya."Ya, logika aja sih Pak, kalau saya udah punya pacar, Bapak nggak mungkin ada di sinikan sekarang?"Regi berpikir sejenak, dan membenarkan perkataan Sandra, masih dengan senyumannya yang merekah. Membuat Sandra semakin gemas."Bapak sih enak, kalau malam begadang ada yang nemenin ya Pak," ucap Sandra lagi."Istri saya nggak suka begadang. Biasanya selepas shalat Isya, jam-jam delapan atau setengah sembilan itu dia sudah tidur," beritahu Regi akan kebiasaan Tazkia di rumah."Yah nggak asik dong, terus yang nemenin Bapak siapa?"Regi menoleh ke Sandra, tatapan lelaki itu penuh arti. "Ya, maunya sih kamu," tawa Regi pecah setelah ucapannya itu sukses membuat hati Sandra berbunga-bunga."Wah boleh tuh Pak. Tapi berhubung saya besok sudah mulai bekerja lagi, jadi saya tutup lowongan dulu untuk begadang malam. Paling bisanya sabtu minggu," balas Sandra diantara serius dan candaan.Dan berawal dari candaan itulah kedekatan antara Regi dan Sandra di luar jam kantor mulai terjalin.Tepatnya, sewaktu Regi yang iseng di malam minggu tetiba menghubungi Sandra melalui gawainya.Kebetulan malam itu, Tazkia tidak di rumah karena harus menjaga Radith di rumah sakit.Radith adalah adik kandung Tazkia yang usianya baru menginjak tujuh belas tahun, tapi sudah divonis mengidap kanker otak dan sudah bulak-balik melakukan perawatan intensif di rumah sakit selama beberapa tahun belakangan.Saat itu Radith kembali dilarikan ke ICU karena kondisinya yang tiba-tiba memburuk.Regi yang tidak bisa tidur di rumah akhirnya mencari kesibukan dengan mengganggu Sandra.Keduanya bercakap akrab di telepon mengusir penat.Hingga tanpa terasa, waktu berlalu begitu cepat dengan rutinitas baru mereka setiap weekend tiba, yakni saling mengobrol melalui telepon atau jika Regi sedang bersama Tazkia, maka lelaki itu hanya akan berkirim pesan singkat dengan Sandra.Dua bulan berlalu, hubungan keduanya semakin dekat terlebih setelah mereka membicarakan banyak hal melalui telepon selama ini.Jika di kantor waktu mereka terbatas untuk mengobrol intens, karena pekerjaan Regi yang memang sangat menyita waktunya.Agra Corporation kini sedang mengalami kemajuan yang sangat pesat di perindustrian Indonesia, itulah sebabnya, Regi mulai gencar mengadakan kerjasama baru dengan beberapa perusahaan luar negeri. Jika memang beruntung, dia bisa membuka cabang perusahaan baru di luar negaranya yang tentunya akan membuat perusahaannya semakin berkembang dan maju.Bersama Sandra, Regi seolah menemukan tempat baru untuk mengusir penatnya ketika dia mulai lelah bekerja.Meski sampai detik ini, hubungan mereka masih dalam tahap wajar, sebatas teman akrab mengobrol di telepon dan tidak lebih dari itu.RegiAku mau pergi sama Kia. Mau ke rumah sakit. Adik iparku operasi hari ini.Pesan terkirim ke Sandra.Lalu Sandra membalasnya dengan cepat.SandraYaudah, hati-hati di jalan. Nanti lanjut kalau kamu nggak sibuk.RegiKamu di rumah?SandraIyalah, masa di hutan. Hahaha...RegiBoleh aku mampir? Nanti sehabis dari rumah sakit.SandraSama istri kamu gitu?RegiYa nggaklah, sendiri. Aku cuma nganter aja, terus nemenin Kia sebentar. Aku nggak nunggu sampai operasi selesai. Kia nunggu sama orang tuanya.SandraYakin mau mampir?RegiKalau boleh. Kalau nggak juga nggak apa-apa.SandraBoleh kok. Mampir aja. Jangan lupa bawa cemilan. Hehehe...RegiAku maunya nyemilin kamu...Sandra(Emoticon terkejut)Regi(Emoticon tertawa)Dan percakapan di pesan itu pun berakhir saat Tazkia muncul di hadapan Regi dengan keadaan rapi."Kamu kenapa Mas? Kok senyum-senyum sendiri? Lagi sms-an sama siapa?" Tanyanya sambil melirik ke arah gawai Regi."Sama Pak Yanto, manager pemasaran, katanya dia mau nikah lagi," jawab Regi yang mulai sering berbohong."Hah? Pak Yanto yang istri ke tiganya baru melahirkan itu?" Pekik Tazkia kaget."Iya," jawab Regi singkat, sambil menyembunyikan senyum.Tazkia hanya geleng-geleng kepala.Benar-benar tak menyangka.Setelah bulak-balik memilih pakaian yang pantas dia kenakan malam ini untuk menyambut kedatangan Regi, akhirnya pilihan Sandra jatuh pada tank top hitam bermodel korean waffle backless, di mana Sandra memutuskan untuk melepas Bra yang dia kenakan, agar punggung mulusnya terlihat lebih jelas dari balik tali-tali tank topnya yang bersilangan.Untuk bawahannya sendiri, Sandra tak memiliki pilihan lain selain koleksi hotpants nya yang memang itu-itu saja.Semenjak Ibunya meninggal dan Sandra menganggur, sudah sangat lama dia tak pernah berbelanja apapun dalam hal fashion. Jangankan untuk membeli pakaian, untuk biaya hidupnya sehari-hari saja susah, terlebih dia memang sempat hutang pada rentenir sewaktu Ibunya masih dirawat di rumah sakit karena persediaan uangnya sudah habis akibat dia yang terlalu boros. Alhasil, belum apa-apa, Sandra sudah kelimpungan tutup lobang, gali lobang.Bahkan, kini dia harus terpaksa pindah ke kontrakan jelek ini karena kontrakan lamanya itu uang sewanya sanga
"Regi..."Belum sempat Sandra berkata-kata, Regi sudah lebih dulu mengunci bibir Sandra kembali, dengan menjalin ciuman.Sementara tangan Regi yang memegang pisau kini merayap di balik punggung Sandra.Tubuh Sandra membeku saat merasakan ujung pisau itu seperti meraba kulitnya hingga terdengar suara sesuatu yang dirobek.Ternyata, Regi hanya ingin membuka tank top itu dengan caranya sendiri, yakni memutuskan tali temali rumit tank top yang dikenakan Sandra menggunakan pisau dapur tersebut.Dan cara Regi itu sukses membuat Sandra sempat didera rasa takut.Tapi kini, wanita itu mulai kembali rileks ketika Regi sudah melempar pisau tadi ke lantai dan menggendong tubuh Sandra yang sudah setengah polos itu menuju kamar.Regi melepas pakaian atasnya dengan tergesa sebelum akhirnya dia kembali mencumbu Sandra yang sudah pasrah menunggu Regi memenuhi tubuhnya dengan kenikmatan."Are you still a virgin, Baby?" Bisik Regi ketika tubuh keduanya sudah sama-sama dalam keadaan polos.Gelengan kepal
Terengah-engah Tazkia masuk ke dalam kamarnya, namun tak didapatinya keberadaan Regi di sana."Mas?" Panggilnya sembari melangkah memasuki kamar.Berjalan menuju kamar mandi, berpikir Regi ada di dalam kamar mandi, namun dugaannya salah karena kamar mandi itu kosong.Hingga sebuah deritan pintu yang terdengar dari arah lain membuat napas Tazkia tercekat."Aku di sini, sayang," ucap Regi yang baru saja keluar dari ruangan pribadinya.Sebuah ruangan khusus yang menjadi tempat di mana Regi menumpahkan hasrat terpendamnya selama ini, bersama Tazkia.Regi merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan melihat stopwatch yang dia nyalakan tadi. "Telat lima detik!" Ucapnya kemudian.Tazkia menelan salivanya dengan susah payah, tungkai kakinya mendadak lemas ketika dia memaksakan diri membalikkan tubuh ke arah suara Regi terdengar.Tampak dalam penglihatan Tazkia, Regi yang saat itu masih menggunakan celana Chino panjangnya, sementara tubuh atasnya shirtless, kini sedang berdiri dengan tubuh
Isah dan Lilis melihat saat Tazkia berlari dari arah pintu utama lalu menaiki tangga dengan tergesa, bahkan setelah sebelumnya mereka baru saja selesai membenahi kamar sang majikan yang berantakan akibat amukan Regi.Mereka tahu bahwa suasana hati majikan laki-lakinya itu sedang tidak baik dan sekelebat ingatan tentang apa yang diucapkan Bi Inah pembantu lama pada mereka kembali terngiang dalam ingatan."Biasanya, Pak Regi akan melakukan hal itu sama Bu Tazkia kalau suasana hatinya lagi buruk atau marah,"Dan karena hal itulah, kini mereka jadi mengkhawatirkan nasib majikan perempuan mereka, Bu Tazkia."Kita nggak bisa diem aja Sah, kita harus tolongin Bu Tazkia," ucap Lilis dengan wajah cemasnya."Ya tapi gimana caranya? Kita cuma pembantu di sini?" Isah jadi bingung sendiri."Apa kita lapor polisi aja kali ya?""Semprul!" Isah langsung menoyor kepala Lilis. "Kamu mau dibunuh Pak Regi? Aku sih ogah! Aku masih mau hidup! Adikku-adikku masih butuh aku untuk bayar biaya sekolah,""Terus
Tazkia tidak tahu apa yang sedang Regi lakukan di luar sana hingga berjam-jam lamanya sang suami tak juga kembali.Berusaha sekuat tenaga melepaskan diri pun percuma karena rantai besi ini jelas sangat kuat dan hanya bisa terlepas dengan kunci gembok yang kini ada di tangan Regi.Tubuh Tazkia yang sudah seratus persen polos tanpa sehelai benang pun mulai menggigil kedinginan karena hawa sejuk AC di ruangan tersebut. Bahkan saat itu, aliran deras air matanya sudah mengering di pelipisnya.Tak tahu lagi apa yang kini Tazkia harapkan, berharap Regi datang, sama saja berharap pada kematian. Sementara jika dibiarkan terus dalam keadaan seperti ini pun Tazkia merasa sangat tidak nyaman.Dia merasa dirinya seperti seekor hewan qurban yang ingin disembelih.Setelah hampir tiga jam berlalu semenjak Regi keluar dari kamar itu, Tazkia mendengar suara pintu kamarnya dibuka, membuat jantung wanita itu kembali mengencang, berdebar tak karuan.Apakah itu Regi?Tanyanya dalam benak.Tatapan Tazkia te
Setelah pertemuannya dengan Regi tadi, Fadli tidak langsung pergi dari tempat dia memparkirkan motornya, tak jauh dari pintu gerbang kediaman Regi dan Tazkia.Lelaki itu cukup lama termenung di sana.Duduk di sisi trotoar.Sampai akhirnya, sebuah suara decitan pintu gerbang yang dibuka tertangkap indra pendengarannya.Dilihatnya sebuah mobil pribadi hitam keluar dari arah rumah mewah itu.Lalu tak lama setelahnya, Fadli melihat Tazkia keluar berjalan kaki dari pintu gerbang dengan kepala tertunduk dan matanya yang agak sembab.Bahkan wajah wanita itu terlihat sedikit pucat.Tazkia berdiri di sisi trotoar bersebelahan dengan trotoar di mana Fadli berada, hanya saja jarak mereka memang cukup jauh.Wanita berhijab itu tampak mengutak-atik ponselnya dan berdiri di tepi jalan sepi itu cukup lama.Fadli masih terus memperhatikan gerak gerik Tazkia hingga dia menangkap saat-saat di mana Tazkia yang sesekali menyeka sudut mata dan pipinya berkali-kali.Sampai akhirnya, sebuah mobil mendekat da
Bel tanda berakhirnya jam sekolah berteriak nyaring.Pelajaran terakhir hari itu berakhir usai semua anak murid membaca doa.Seorang lelaki berseragam SMA yang merupakan anak kelas Tiga tampak berdiri di sisi jendela anak kelas satu, mengintip aktifitas di dalam kelas itu. Tatapannya intens menatap seseorang."Woy! Diintipin mulu! Bintitan tar tuh mata!" Ucap seorang lelaki lain yang juga berseragam SMA, yang baru saja menepuk keras bahu sahabatnya yang bernama Fadli. Lelaki yang berdiri di sisi jendela anak kelas satu tadi.Fadli yang kaget langsung mendengus kesal sambil menggerutu. "Apaan sih lo! Sok tahu!""Emang gue tau! Diem-diem gini juga gue merhatiin, kenapa setiap pulang sekolah, sekarang lo lewat sini," ujar Ragil lagi dengan gaya sok taunya itu."Apa?" Fadli mendelik. Berjalan ke arah tangga disusul oleh Ragil yang merangkul bahunya.Tatapan Ragil tertuju pada sosok gadis di depan sana, lalu terkekeh ke arah Fadli. "Sebagai seorang sahabat terdekat lo, gue jelas tau kalau s
Malam sudah semakin larut, seorang lelaki dengan pakaian casualnya tampak asik duduk di salah satu meja Bar sambil sesekali menenggak whisky.Hati dan pikirannya yang kalut membuat Regi akhirnya menjadikan minuman sebagai pelariannya malam ini.Bayang-bayang Tazkia dengan wajahnya yang penuh dengan ketakutan terus berputar dalam benak Regi saat itu.Terlebih dengan jawaban Tazkia atas pertanyaannya yang meminta izin untuk menikah lagi, hal itu semakin membuat hati Regi merasa resah, gelisah tak menentu, was-was dan takut.*"Jika aku menikah lagi dengan perempuan lain, apa kamu mengizinkan?"Saat itu, tatapan Regi tak lepas dari Tazkia, detik-detik yang berlalu seakan menguliti hati dan pikirannya secara bersamaan. Sadar bahwa pertanyaan itu harusnya tak pantas dia utarakan bahkan di saat dia baru saja membuat Tazkia menangis.Dirinya memang sudah keterlaluan menyakiti Tazkia baik secara fisik maupun batin, dan jawaban yang Tazkia berikan saat itu justru terasa menusuk hati dan jiwany