Tazkia tidak tahu apa yang sedang Regi lakukan di luar sana hingga berjam-jam lamanya sang suami tak juga kembali.Berusaha sekuat tenaga melepaskan diri pun percuma karena rantai besi ini jelas sangat kuat dan hanya bisa terlepas dengan kunci gembok yang kini ada di tangan Regi.Tubuh Tazkia yang sudah seratus persen polos tanpa sehelai benang pun mulai menggigil kedinginan karena hawa sejuk AC di ruangan tersebut. Bahkan saat itu, aliran deras air matanya sudah mengering di pelipisnya.Tak tahu lagi apa yang kini Tazkia harapkan, berharap Regi datang, sama saja berharap pada kematian. Sementara jika dibiarkan terus dalam keadaan seperti ini pun Tazkia merasa sangat tidak nyaman.Dia merasa dirinya seperti seekor hewan qurban yang ingin disembelih.Setelah hampir tiga jam berlalu semenjak Regi keluar dari kamar itu, Tazkia mendengar suara pintu kamarnya dibuka, membuat jantung wanita itu kembali mengencang, berdebar tak karuan.Apakah itu Regi?Tanyanya dalam benak.Tatapan Tazkia te
Setelah pertemuannya dengan Regi tadi, Fadli tidak langsung pergi dari tempat dia memparkirkan motornya, tak jauh dari pintu gerbang kediaman Regi dan Tazkia.Lelaki itu cukup lama termenung di sana.Duduk di sisi trotoar.Sampai akhirnya, sebuah suara decitan pintu gerbang yang dibuka tertangkap indra pendengarannya.Dilihatnya sebuah mobil pribadi hitam keluar dari arah rumah mewah itu.Lalu tak lama setelahnya, Fadli melihat Tazkia keluar berjalan kaki dari pintu gerbang dengan kepala tertunduk dan matanya yang agak sembab.Bahkan wajah wanita itu terlihat sedikit pucat.Tazkia berdiri di sisi trotoar bersebelahan dengan trotoar di mana Fadli berada, hanya saja jarak mereka memang cukup jauh.Wanita berhijab itu tampak mengutak-atik ponselnya dan berdiri di tepi jalan sepi itu cukup lama.Fadli masih terus memperhatikan gerak gerik Tazkia hingga dia menangkap saat-saat di mana Tazkia yang sesekali menyeka sudut mata dan pipinya berkali-kali.Sampai akhirnya, sebuah mobil mendekat da
Bel tanda berakhirnya jam sekolah berteriak nyaring.Pelajaran terakhir hari itu berakhir usai semua anak murid membaca doa.Seorang lelaki berseragam SMA yang merupakan anak kelas Tiga tampak berdiri di sisi jendela anak kelas satu, mengintip aktifitas di dalam kelas itu. Tatapannya intens menatap seseorang."Woy! Diintipin mulu! Bintitan tar tuh mata!" Ucap seorang lelaki lain yang juga berseragam SMA, yang baru saja menepuk keras bahu sahabatnya yang bernama Fadli. Lelaki yang berdiri di sisi jendela anak kelas satu tadi.Fadli yang kaget langsung mendengus kesal sambil menggerutu. "Apaan sih lo! Sok tahu!""Emang gue tau! Diem-diem gini juga gue merhatiin, kenapa setiap pulang sekolah, sekarang lo lewat sini," ujar Ragil lagi dengan gaya sok taunya itu."Apa?" Fadli mendelik. Berjalan ke arah tangga disusul oleh Ragil yang merangkul bahunya.Tatapan Ragil tertuju pada sosok gadis di depan sana, lalu terkekeh ke arah Fadli. "Sebagai seorang sahabat terdekat lo, gue jelas tau kalau s
Malam sudah semakin larut, seorang lelaki dengan pakaian casualnya tampak asik duduk di salah satu meja Bar sambil sesekali menenggak whisky.Hati dan pikirannya yang kalut membuat Regi akhirnya menjadikan minuman sebagai pelariannya malam ini.Bayang-bayang Tazkia dengan wajahnya yang penuh dengan ketakutan terus berputar dalam benak Regi saat itu.Terlebih dengan jawaban Tazkia atas pertanyaannya yang meminta izin untuk menikah lagi, hal itu semakin membuat hati Regi merasa resah, gelisah tak menentu, was-was dan takut.*"Jika aku menikah lagi dengan perempuan lain, apa kamu mengizinkan?"Saat itu, tatapan Regi tak lepas dari Tazkia, detik-detik yang berlalu seakan menguliti hati dan pikirannya secara bersamaan. Sadar bahwa pertanyaan itu harusnya tak pantas dia utarakan bahkan di saat dia baru saja membuat Tazkia menangis.Dirinya memang sudah keterlaluan menyakiti Tazkia baik secara fisik maupun batin, dan jawaban yang Tazkia berikan saat itu justru terasa menusuk hati dan jiwany
"Apa kamu mau menikah denganku Sandra?"Keheningan sempat tercipta beberapa saat di dalam mobil itu.Sandra yang tertegun mendengar ucapan Regi seolah tak mampu berbicara, saking bahagianya dia.Sandra benar-benar tak menyangka jika Regi justru akan mengatakan hal itu secepat ini.Apakah itu artinya, Regi memang sudah benar-benar mencintainya?Itulah satu hal yang Sandra yakini benar.Sebab jika Regi tidak benar-benar mencintainya, kenapa lelaki itu bisa dengan mudah mengajaknya menikah?Terlebih dengan posisi Regi yang kini sudah beristri. Hal itu jelas semakin membuat Sandra yakin bahwa dirinya kini patut berbangga diri karena telah berhasil merebut hati Regi dari istri pertamanya."Regi... Kamu...""Aku serius, Sandra. Aku ingin menikah denganmu," ulang Regi masih dengan tatapan lembutnya.Sandra tersenyum penuh haru.Memeluk Regi dengan tangisannya yang mulai merebak."Ya, aku mau, Regi. Aku mau menikah denganmu," ucap Sandra saat itu.Sandra melepas pelukannya saat sesuatu tiba-t
Setelah mengalami koma selama lima hari pasca operasi, akhirnya Tuhan yang Maha Kuasa pun memanggil Radith berpulang ke sisinya.Temuan adanya penyakit komplikasi serius di otak tak membuat nyawa Radith tertolong meski sudah melakukan serangkaian operasi.Air mata duka mengalir tak tertahankan dari pihak keluarga yang ditinggalkan, terlebih kedua orang tua renta, Gading dan Dina, yang merupakan orang tua Radith.Banyak hal tersimpan rapat dalam hati mereka selama ini. Hal yang ingin mereka selesaikan saat ini juga, usai mereka kembali dari pemakaman Radith, putra bungsu yang sangat mereka sayangi itu."Ada sesuatu yang ingin Bapak dan Ibu bicarakan dengan Regi, Kia. Bolehkan malam ini Bapak dan Ibu mampir ke rumah kalian?" Ucap Dina pada sang putri, Tazkia.Tazkia hanya mengangguk. Gurat kesedihan mendalam tampak jelas di wajahnya yang pucat tanpa make up.Hari ini, Regi masih ada urusan di luar kota, itulah sebabnya sang suami tak bisa hadir dalam acara pemakaman Jenazah Radith.Usai
Kepulangan Regi dari luar kota disambut senyuman oleh kedua orang tua Tazkia yang langsung mengajak sang menantu duduk bersama mereka di ruang tengah untuk menyampaikan maksud dan tujuan keberadaan mereka di sini.Melihat keberadaan Gading dan Dina di kediamannya, ekspresi wajah Regi tampak terkejut, meski setelahnya, lelaki itu malah berkata, "Kebetulan kalau begitu, mumpung Ibu sama Bapak ada di sini, Regi juga ada sesuatu hal penting yang mau diomongin ke kalian. Dan sekali lagi maaf banget kalau Regi nggak bisa hadir di acara pemakaman Radith kemarin," ucap Regi membalas kalimat Bapak mertuanya."Iya, tidak apa-apa. Kami paham kesibukan kamu,"Tazkia yang saat itu juga berada di sana jelas paham hal penting apa yang ingin disampaikan oleh Regi pada kedua orang tuanya itu. Tak ingin banyak bicara, Tazkia menyerahkan semuanya pada Regi, sebab, apapun yang hendak dilakukan suaminya itu, Tazkia sudah tak lagi perduli.Bukti foto-foto mesra Regi bersama Sandra di luar kota kemarin, cuk
Setelah pertemuan dengan kedua Ibu dan Bapak mertuanya tadi, Regi kini sedang berada di dalam kamarnya bersama Tazkia sementara Sandra sudah dia suruh pergi sebelum kedua orang tua Tazkia bicara hal yang tidak-tidak di hadapan Sandra.Regi jelas tak mau Sandra sampai curiga padanya akibat kebodohan Tazkia juga keluarga istrinya itu."Apa sebenarnya yang udah kamu rencanakan dengan kedua orang tuamu, Kia?" Tanya Regi yang sebisa mungkin menahan ledakan emosinya saat ini. Meski tangannya sudah gatal ingin memberi Tazkia pelajaran atas kelancangannya kali ini yang sudah berani menentang keinginan Regi."Aku nggak merencanakan apapun sama mereka Mas! Aku sendiri nggak tau kenapa mereka bisa bicara seperti itu tadi. Padahal, selama ini mereka nggak pernah perduli sama aku, kamu tau itukan?" Balas Tazkia masih dengan keberanian dalam benaknya yang entah muncul darimana. Apa mungkin, ini efek karena dia sudah terlalu muak pada Regi?Terlebih saat tatapannya menangkap senyum penuh kemenangan