"Lebih baik sampai dia mati! Pergi cari lebih banyak wartawan!""Mengerti."Irene melempar ponselnya ke samping dengan emosi.Ayahnya baru meninggal. Kalau sesuatu terjadi pada pabrik, Yasmin pasti kewalahan menangani perusahaan.Selama dia bisa membuat Yasmin menderita, dia tidak peduli dengan konsekuensinya!Yasmin memasuki kantor. Dia melihat setumpuk dokumen di meja yang perlu dia kerjakan. Setelah melihat-lihat dokumen itu, dia menemukan selembar daftarDia mengeluarkannya, lalu melihat selembar per selembar.Beberapa perlu tanda tangannya.Yasmin mengeluarkan pulpennya. Dia menggambar sebuah lingkaran.Ada yang langsung membuka pintu kantor dengan tidak sopan.Yasmin lihat orang yang masuk adalah Irene. Tanpa ekspresi dia bertanya, "Ada apa?""Ayah sudah tiada. Seberapa jauh perusahaan ini bisa berkembang di tanganmu? Kalau kamu mundur sekarang masih sempat," ujar Irene."Aku mengelola perusahaan ini, yang merupakan keinginan ayah. Mengapa harus mundur? Jangan lupa, sekarang peru
Jangan mengira Yasmin tidak tahu kalau mereka satu komplotan.Penghancuran tembok pasti disengaja waktu itu. Dia tidak bertanya karena belum saatnya.Irene menggertakkan giginya dengan emosi, tapi dia berpura-pura tidak peduli. "Ngapain kamu memberitahuku? Untuk membuktikan kalau kamu hebat? Lucu sekali. Kemampuan terhebatmu cuman merayu pria!""Bu Yasmin, tolong saya. Saya sudah difitnah." Raffie masih memohon.Yasmin berkata, "Boleh! Beri tahu aku, siapa yang menyuruhmu? Seharusnya ada yang mengarahkanmu, 'kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin seberani ini."Mata Raffie mengelak. "Ng ... nggak. Saya yang serakah ...."Yasmin pun tidak bertanya lagi. "Pak Polisi, terima kasih.""Yasmin, berani-beraninya kamu menjebakku. Aku nggak akan melepaskanmu! Kamu bukan siapa-siapa ...." Raffie naik darah karena Yasmin tidak mau menolongnya. Kemudian, dia dimasukkan ke dalam mobil polisi.Yasmin melihat Irene yang sedang menahan amarah dengan ekspresi datar. "Kamu sangat kecewa, 'kan?"Irene berk
Martin terdiam.Yasmin juga terdiam.Ini jauh lebih buruk daripada golf!Yasmin membuang stik biliar ke atas meja dengan wajah datar. "Nggak seru. Aku nggak mau bermain lagi."Martin tidak bisa menahan tawanya. Dia mengambil bola di lantai dan berkata, "Begitu aku mulai, aku akan bermain sampai akhir."Yasmin melihat Martin meletakkan kembali bolanya, kemudian mulai bermain.Setiap bola yang dia pukul masuk ke dalam jaring. Terkadang hanya satu bola, terkadang dua atau gila bola sekaligus.Yasmin menontonnya dari samping."Apa kamu merasa lebih baik?" tanya Martin sambil memasukkan bola.Yasmin tahu apa yang dimaksud Martin.Martin juga ada menghadiri pemakaman ayahnya.Namun, saat itu Yasmin terlalu sedih dan sama sekali tidak memedulikannya."Aku merasa aku nggak akan pernah merasakan apa yang kamu rasakan," kata Martin. "Kalau ayahku meninggal dunia, bisa jadi aku akan merayakannya tiga hari tiga malam."Yasmin tahu Martin bukan sedang bercanda.Martin dan David sama sekali tidak de
Winnie sangat senang.Raymond berkata pada Winnie, "Kamu mencari tempat untuk beristirahat dulu. Nanti aku akan menyusulmu."Winnie melirik Yasmin, lalu dia tersenyum dengan sopan sebelum pergi.Yasmin terus menatap Winnie. Dia memperhatikan tubuh dan tinggi Winnie."Apa kamu sedang memiliki kursi pijat?" tanya Raymond."Iya. Ibuku bilang lehernya pegal, jadi aku datang untuk melihat-lihat. Ada terlalu banyak merek dan aku nggak tahu mana yang bagus," ujar Yasmin.Raymond membantu Yasmin memilih sebuah merek. "Yang ini. Aku pernah membelikannya untuk ibuku dan ini lumayan bagus.""Aku mau yang ini," kata Yasmin kepada staf toko.Staf toko pergi menulis tagihan untuknya.Ketika mereka sedang menunggu, Raymond berkata, "Ibuku yang mengaturnya. Kami sedang mencoba.""Itu sangat bagus. Dia terlihat sangat lucu." Lalu, Yasmin bertanya, "Apa pekerjaannya?""Guru.""Murid-murid pasti sangat menyukainya. Satu guru, satu kepala sekolah. Kalian benar-benar serasi," ujar Yasmin dengan jujur. Dia
Winnie berjalan mendekat. "Kenapa kamu ada di sini."Yasmin melihat Winnie dan tampak sangat terkejut. "Kamu ....""Aku bekerja di sini.""Aku mengingat Pak Raymond bilang kamu bekerja sebagai guru," kata Yasmin. "Aku punya tiga anak dan sedang berpikir haruskah aku menyekolahkan mereka di sini saja. Jadi, aku ingin bertanya-tanya."Winnie melihat Yasmin dengan terkejut. "Kamu sudah punya tiga anak? Aku nggak bisa melihatnya. Kamu muda sekali." Kalau begitu, dia tidak perlu mengkhawatirkan Yasmin sebagai saingannya. Dia mencurigai Yasmin adalah mantan pacar Raymond, tapi siapa yang akan menyukai wanita yang mempunyai tiga anak?Yasmin tersenyum. Dia memang masih muda, hanya saja dia cepat melahirkan.Tak peduli ke mana pun dia pergi, orang lain mengira dia masih mahasiswa. Bahkan mahasiswa tahun pertama."Kalau begitu, aku orang yang tepat. Aku sudah mengajar di sekolah ini hampir tiga tahun, jadi aku memahami semuanya," ujar Winnie.Setelah itu, terdengar suara klakson mobil di sebela
Yasmin berdiri di luar pintu. Setelah mobil itu menghilang dari pandangannya, dia baru masuk.Dia baru saja membuka pintu, lalu dia langsung melihat Klara sedang berdiri di sana sambil tersenyum. "Sepertinya itu bukan mobil Daniel?""Kenapa itu harus mobil Daniel? Apa dia nggak punya kesibukan sendiri?" Yasmin merasa dia sedang diejek ibunya."Apa itu Raymond?" tanya Klara.Yasmin tidak menyangkalnya. "Iya, itu dia. Ketika aku pergi membeli kursi pijat, aku berpapasan dengannya dan pacarnya. Setelah itu, dia mengantarku pulang." Dia tidak memberi tahu Klara kalau pacarnya Raymond memiliki tahi lalat di sudut mulutnya. Bagaimana kalau itu bukan dia? Lebih baik Yasmin merahasiakannya dulu."Pacar? Dia sudah punya pacar? Aku kira dia benar-benar nggak bisa melupakanmu. Ternyata dia juga bisa melupakan orang dengan mudah." Dia merasa pria yang bisa diandalkan benar-benar langka."Bukankah itu sangat bagus?" tanya Yasmin. "Aku dan dia nggak mungkin bisa bersama.""Iya, sekarang aku juga sud
Dulu, Klara tidak akan merasa seperti ini.Semenjak Andy meninggal dunia, Klara sering melamun. Dia memikirkan masa pacarannya dengan Andy, masa mereka putus, masa dia menikah dengan Jason dan masa dia bertemu dengan Andy lagi.Dia tidak menyangkal hatinya berdebar ketika dia melihat Andy.Andy adalah pria yang tampan, berusaha keras dan lembut.Setelah dia mati, semua perasaan yang tertahan di hati Klara meledak ....Klara memutuskan untuk mengunjungi makam Andy.Dia membeli buah-buahan, dupa dan bunga.Dia memasuki kawasan pegunungan. Area makam ada yang berjaga.Setelah gerbangnya di buka, mobil Klara baru bisa masuk.Klara mematikan mesin mobil setelah dia tiba di kaki gunung, kemudian dia keluar dari mobil.Tangga yang panjang menyambutnya di depan. Klara membawa barang-barang sambil menaikinya.Setelah dia tiba di atas, napasnya terengah-engah.Area makam sangat sepi dan hanya ada Klara sendiri.Bagaimanapun juga, sekarang bukan Hari Menyapu Makam.Dia menemukan makam Andy.Klara
Setelah Yasmin mengantar polisi keluar, sepanjang hari sudah berlalu.Polisi mengatakan Raffie bersikeras berkata tidak ada yang mengintruksinya dan memang dia sendiri yang serakah akan uang.Orang lain lebih tidak tahu apa-apa karena Raffie adalah ketua mereka.Selesai makan siang, Yasmin beristirahat sebentar.Yasmin memikirkan keraguan polisi sebelum mereka pergi. Mereka bahkan berkata padanya karena Raffie mengakui dia sendiri yang melakukannya, kasus ini pun berhenti.Kenapa Raffie berkata seperti itu?Meskipun dia sudah masuk kantor polisi, kenapa dia masih menutup mulutnya dengan rapat.Yasmin ingin tersenyum, tapi senyumannya tampak dingin.Bisa karena apa lagi? Karena Irene adalah tunangannya Daniel.Raffie bisa masuk penjara, tapi dia pasti tidak berani menyeret keluarganya.Sebenarnya, dari awal Yasmin sudah mengetahui ini.Dia hanya bisa menangkap Raffie. Dahlia dan Irene yang mengarahkan Raffie pun menjadi tak berdaya.Lagi pula, ini bukan kejadian pertama ....Maka itu, k