Di dalam mobil berkaca gelap. Sepasang pria dan wanita kembali mengenakan pakaiannya secara asal. Mereka berdua tertidur di kursi belakang setelah merasa kelelahan.
Sebelum fajar menyingsing, wanita lugu itu membuka mata secara perlahan. Namun, penglihatanya seperti berbayang dan berputar. Kedua tangan meremas kepala yang masih terasa pening.Luna sedikit beranjak dari sandarannya, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Matanya mengernyit seraya mengingat kejadian semalam. Namun, mata kecoklatan itu mendadak terbelalak, saat samar-samar adegan semalam melintas di benaknya.Benar saja, Luna tersentak ketika melihat sosok pria tampan yang tak lain adalah suami dari sahabatnya tengah tertidur di sampingnya.Spontan, wanita itu membentak. "Rayyan?! Apa yang sudah kamu lakukan?!"Mendengar suara bernada tinggi, Rayyanza terbangun. "Luna, kamu ...?"PLAAAAK!!Sebuah tamparan mendarat dengan sempurna di pipi pria tampan itu. Rayyanza langsung terperanjat. Ia merasa kaget dan langsung memegangi pipinya yang terasa berdenyut nyeri. Seumur hidup, baru kali ini ia merasakan tamparan di wajahnya.Rayyanza melihat ke arah bawah bagian tubuhnya sendiri. Ia langsung membenahi celananya yang tidak tertutup dengan benar."Luna, aku-!" Belum selesai pria itu berkata, Luna langsung mencoba membuka pintu mobil."Tunggu Luna, kita bisa bicara baik-baik" cegah Rayyanza ketika wanita yang ada di sampingnya berusaha keluar dari mobilnya."Kamu mau bicara apa, hah? Kamu benar-benar sudah gila! Dasar brengsek kamu, Rayyan!" maki Luna memukul-mukul dada bidang Rayyanza."Tapi-, semalam kita sama-sama mabuk! Ini benar-benar diluar kendaliku!"Luna terdiam. Memegangi kepalanya yang masih terasa pening."Kamu itu suami sahabatku. Aku tidak bisa membayangkan jika sampai Amanda tau apa yang sudah kita lakukan!"Seketika, penglihatanya menjadi buram, akibat air yang mulai mengumpul di pelupuk matanya. Hingga akhirnya, genangan itu jatuh menganak sungai di pipi mulusnya."Maafkan aku, Luna! Aku akan bertanggung jawab!" ucap Rayyanza seraya menyeka air mata wanita lugu itu.Luna mendengus kasar. "Apa ...? Apa aku tidak salah dengar? Tanggung jawab seperti apa yang akan kamu berikan untukku, hah?!""Aku akan menceraikan Amanda, lalu menikahimu!""Kamu benar-benar sudah gila Rayyan!" sentak Luna. "Aku mau pulang!" Luna kembali mencoba membuka pintu mobil."Tunggu, Luna! jangan pergi!" Rayyanza kembali menarik tangan luna. Namun, wanita itu menghempaskan cekalan tangan Rayyanza dengan kasar."Dengar Luna! Aku menikahi Manda karena terpaksa. Sebenarnya, perasaanku padamu tidak pernah hilang," tutur pria tampan bertubuh atletis itu.Mendengar pengakuan Rayyanza, Luna tersenyum miring. Rasanya ingin sekali wanita itu menampar pipi Rayyanza tanpa henti agar ia tersadar dari kebodohannya.Luna benar-benar marah. Ia tak peduli dengan pengakuan Rayyanza. Ia mencoba membuka kembali pintu mobilnya. Namun, tangan Pria itu langsung menahannya."Lepas! Aku bilang, lepas!" sentak wanita itu berusaha melepaskan cengkraman tangan Rayyanza."Luna, pliiiiss ...! Aku mohon Luna," ucap Rayyanza dengan wajah memelas."Lepas! Atau aku akan berteriak!" Luna merasa sudah sangat murka menghadapi suami sahabatnya itu.Dengan ragu, Rayyanza melepaskan genggaman tangannya. Wanita itu pun keluar dari mobil, berjalan dengan sedikit sempoyongan. Menahan pening dan perih di area intinya.Luna berjalan hingga menemukan tempat pemberhentian bus. Ia duduk menunggu bus dengan pikiran yang sangat kacau.Rayyanza masih terdiam di dalam mobil. Merenungi tindakan bodohnya yang tega merenggut kesucian wanita yang sudah sejak lama ia cintai. Pria yang tidak mengenakan baju atasan itu menoleh ke arah celana jeans berwarna blue wash yang ia kenakan. Di celana itu terdapat bercak merah milik Luna."Benar! Dia masih perawan!" gumamnya.Baru kali ini ia merenggut kesucian seorang wanita. Karena, ketika pertamakali melakukannya dengan Amanda, istrinya itu mengakui jika dirinya sudah tidak perawan. Namun, Rayyanza samasekali tidak memedulikannya. Lagi pula, ia menikahi Amanda karena terpaksa.Amanda Harumi Mukti, atau biasa dipanggil dengan sebutan Manda, adalah seorang anak dari pengusaha sukses yang tak lain adalah penanam saham terbesar di perusahaan milik Ayah Rayyanza.Drrrrttt .... Drrrrrtt ....Ponsel Rayyanza bergetar. Ia meraih benda pipih yang tergeletak di sebelah kursi kemudi."Hallo, Sayang! Kamu dimana? Dari semalam aku telpon kamu tapi tidak diangkat-angkat!" sapa suara wanita di seberang sana."Maaf, Sayang. Semalam aku lupa menyalakan deringnya. Aku tertidur di dalam mobil. Semalam terlalu banyak minum. Sekarang aku akan pulang. Tunggu ya, Sayang!" terang Rayyanza."Oke. Hati-hati, ya!" jawab Amanda.Rayyanza meraih kaosnya yang menggantung di setir mobil. Kemudian, mengenakannya.Ia membuka bagasi mobil mencari celana ganti yang biasa ia simpan untuk berjaga jika ada meeting dadakan bersama klien.Beruntung, stock celana meeting itu masih tersimpan rapih terbungkus plastik laundry di dalam bagasi mobilnya. Dengan cepat, Ia mengganti celana yang terdapat bercak kemerahan itu dengan celana berbahan kain yang biasa ia gunakan untuk meeting.Rayyanza menghidupkan mesin mobilnya. Mengemudi dengan hati yang tidak menentu. Di dalam perjalanan, ia mampir ke sebuah laundry di dekat rumahnya untuk mencuci celana jeans bekas pertempurannya agar Amanda tidak mencurigainya."Hai, Sayang. Kamu ini, malah membuat aku khawatir," tegur Amanda yang berdiri menyambut Rayyanza di ambang pintu."Maaf, Sayang. Semalam aku terlalu banyak minum," jawabnya seraya berjalan lurus menuju kamarnya.Amanda yang masih berdiri di ambang pintu, memperhatikan suaminya yang terlihat kusut. Namun, ada satu hal yang mencuri perhatianya. Yaitu, celananya!"Mengapa Rayan memakai celana berbahan kain? Kalau tidak salah, kemarin malam ia memakai setelan casual?" batin Amanda seraya mengingat ulang. Namun, ia juga lupa persisnya Rayyanza memakai celana yang mana.****BRUGH!!Suara pintu kamar ditutup oleh wanita cantik yang baru saja tiba di rumahnya. Ia berdiri di balik pintu. Tubuhnya merosot hingga jatuh di atas lantai. Duduk dengan posisi memeluluk kedua lututnya.Air mata yang sedari tadi sudah mendesak ingin keluar, akhirnya tumpah diiringi teriakan penuh emosi. "Brengsek kamu, Rayyan! Mengapa kamu melakukan itu padaku?" umpatnya.Luna menarik kain pelapis kasur sembari menangis histeris. Untung saja di rumahnya sedang tidak ada Nikita. Adiknya itu tengah menginap di rumah sang bibi.Kini, wanita itu mulai mengingat potongan kejadian yang terjadi semalam. Saat dengan gagahnya Rayyanza merampas mahkota miliknya."Mengapa ini harus terjadi?"Luna benar-benar frustasi. Ia terus menangis, menyesali semuanya. Tetapi, sebesar apa pun peyesalan itu, tentu saja tidak akan bisa mengubah sesuatu yang telah terjadi.Luna yang terkulai di lantai kamarnya segera bangkit. Kemudian, merangkak masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari sisa semalam. Namun, ia merasa kaget ketika menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Beberapa noda merah menghiasi leher jenjangnya."Benar-benar brengsek kamu Rayyan!" makinya sembari menangis tak terkendali.Luna terus menangis meraung menyesali perbuatanya. Ia tak pernah menyangka jika pria yang merenggut kesuciannya adalah suami dari sahabatnya sendiri. "Maafkan aku Manda, aku benar-benar tidak berniat melakukannya!" Tanda merah di leher Luna terlihat sangat jelas walaupun sudah di tutupi menggunakan kerah baju yang ia kenakan.Nikita, adik Luna yang baru saja tiba dirumah, masuk ke dalam kamar untuk sekedar menyapanya. Gadis tomboy itu memperhatikan sang kakak yang terlihat murung. "Kaka sakit?" tanya Nikita yang kemudian duduk di atas ranjang berhadapan dengan Luna. Luna menggelengkan kepala. Nikita merasa penasaran. Ia memegang kening sang kakak untuk memastikan jika kakaknya memang tidak demam. Nikita juga meraba bagian leher Luna, guna membandingkan suhu tubuh dengan bagian keningnya. Namun, Nikita melihat sesuatu yang membuatnya penasaran di area leher jenjang milik sang kakak. Gadis cantik itu menautkan kedua alisnya. "Kak? Semalam Kakak bersama siapa?" Luna menggoyangkkan
"Laluna ...! Aku menyukaimu!" Suara bariton itu terdengar dengan sangat jelas walaupun terpisah jarak beberapa meter. "Apa?" Wanita yang tengah menunggu bus itu melotot dan langsung melihat ke sekeliling mereka. Ia khawatir ada seseorang yang akan mendengar ucapan Rayyanza. Tapi, untungnya tidak ada satu orang pun berada di sana. Luna melangkahkan kaki, mendekatkan tubuhnya pada Rayyanza. "Kamu jangan bercanda, ya!" ucapnya setengah berbisik. "Tidak, Luna. Aku serius. Aku menyukaimu!" terangnya menatap luna dengan tatapan sayu. "Maukah kamu menjadi pacarku?" tanyanya lagi.Luna tersenyum miring, tentu saja ia tidak percaya dengan perkataan Rayyanza. Ia menganggap ungkapan itu hanyalah sebuah omong kosong belaka. Lagi pula, mana mungkin hanya beberapa kali bertemu di ruang himpunan pria itu bisa langsung jatuh cinta padanya. "Maaf, Kak Rayyan. Saat ini, aku ingin fokus belajar di kampus ini. Aku harus mendapat nilai yang bagus agar aku bisa terus memperoleh beasiswa di kampus ini,"
Sosok Pria tampan berdiri tegap membuka kacamatanya secara perlahan. Menatap sinis Amanda dengan raut menantang. Wanita yang sebelumnya sangat emosi itu, tiba-tiba saja meleleh seperti lilin yang tersulut api. "Kamu punya mata gak, hah?!" sentak pria pemilik mobil hitam itu.Amanda terus menatap wajah pria berhidung mancung itu tanpa memedulikan pertanyaan sekaligus makian yang terlontar dari mulutnya. Ia memilih melempar senyum manisnya. Tak peduli jika pria itu tak membalas senyumannya. "Manda!" teriak Luna, yang kemudian turun dari mobil berjalan setengah berlari menghampiri Amanda, ia langsung berdiri di samping sahabatnya. Pria yang penuh emosi itu menggeser pandanganya pada gadis pujaan hatinya yang beberapa hari lalu menolak cintanya. Mereka saling beradu pandang selama beberapa saat sebelum pria itu mencetuskan kata-kata makian berikutnya. "Ini gara-gara kelakuan kalian bermain handphone di dalam mobil. Sekarang, lihat sendiri kan akibatnya?!" teriak Rayyanza seraya berkaca
Tak lama setelah penolakan yang bertubi-tubi. Rayyanza diketahui berpindah ke Amerika. Ia tinggal bersama sang paman untuk melanjutkan study di sana. Kepindahannya yang sangat tiba-tiba, menjadi berita terpanas di kampus tersebut. Amanda merasa patah hati. Baru saja dirinya berkenalan dengan Rayyanza, kini harus menelan pil pahit karena pujaan hatinya itu meninggalkan Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Empat tahun berlalu. Setelah lulus kuliah, Luna bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang advertising. Ia menjabat sebagai staf administrasi di perusahaan tersebut. Sedangkan Amanda bekerja di perusahaan milik sang Ayah. Secara kebetulan, Amanda dan Rayyanza dipertemukan kembali ketika Amanda ditugaskan mengurusi urusan penanaman saham di perusahaan milik Ayah Rayyanza. Yang dimana Rayyanza menjabat sebagai CEO di perusahaan tersebut. Setelah pertemuan itu. Amanda mengungkapkan kekagumannya terhadap Rayyanza kepada Ibunya. Hingga akhirnya, terjadi kesepakatan di antar
Di dalam rumah yang tidak begitu luas, Nikita memeluk erat sang kakak. Mencoba membantu menenangkannya. "Nih, Kak. Sebaiknya Kakak minum dulu!" Gadis itu menyodorkan segelas teh manis hangat ke hadapan sang kakak. Kemudian, Luna meniup dan menyeruput teh yang masih mengeluarkan asap tipis itu. Setelah merasa sedikit tenang, Luna menceritakan kejadian malam itu pada Nikita. Selama ini, ia memang selalu terbuka pada adik satu-satunya itu. "Sudahlah, Kak. Kaka tidak perlu lagi merasa bersalah pada Kak Amanda. Lagi pula, semua itu terjadi karena Kakak dan dia sedang mabuk. Kejadian itu juga terjadi begitu saja tanpa ada unsur disengaja!""Tapi, Nik. Bagaimana jika sampai Manda tau? Aku takut dia akan marah dan tidak menganggapku sebagai temannya lagi!" ucap Luna dengan resah. "Selama dia dan Kak Luna bisa menyimpan kejadian ini rapat-rapat. Aku yakin Kak Manda tidak akan sampai mengetahuinya. Lagi pula, tidak ada yang melihat kalian berdua ada di sana, kan?!" Sebenarnya, Nikita merasa
Sore itu, tepat di jam biasanya Nikita pulang dari membantu Bibi Santika di cafe. Gadis itu membuka pintu pagar. Matanya menatap ke arah bawah, melihat sepasang sepatu pria yang terbuat dari bahan kulit asli dan sepertinya berharga mahal."Sepatu siapa?!" gumamnya dalam hati. Tak ingin membuang waktu, Nikita memegang handle pintu, kemudian menekannya ke bawah sembari mendorongnya. "Kamu! Mau apa kamu datang ke sini, hah?!" Teriakan Nikita memecah keheningan. Gadis itu berdiri di hadapan Rayyanza. Matanya melotot dan berkacak pinggang. Ia benar-benar tak dapat menahan amarahnya ketika melihat secara langsung pria yang telah menodai Kakaknya. Luna beranjak dari duduknya, kemudian mendekati Nikita. "Sudah Nik, biar aku yang menyelesaikannya sendiri. Sekarang, kamu masuk ke dalam kamar, oke?!" ujar Luna seraya mengelus bahu Nikita. "Tapi, kak-." "Sudaaah ..., ayo!" Luna menggerakan kepala mengarahkannya ke dalam kamar.Gadis cantik yang mengenakan kaos hitam itu mendelikan mata lalu
Mendengar pertanyaan Amanda, Luna mendadak gugup. Seperti layaknya orang yang ketahuan berbohong. Luna yang sebelumnya tidak pernah membohongi sahabatnya, kini menjadi panik karena harus mengarang cerita dengan cepat agar Amanda tidak curiga. "Eum ..., itu-," kata-katanya terhenti karena ia tidak berhasil menemukan bahan untuk berbohong. "Itu milik temanku, Kak!" cetus Nikita yang baru saja keluar dari kamarnya. "Oh ..., punya temanmu? Teman atau pacar, ayo ngaku?" ledek Amanda seraya melebarkan senyum. Wanita itu meletakkan korek elektrik yang ia pegang di atas meja ruang tamu. Luna yang merasa kesulitan untuk berbohong, akhirnya bisa bernapas lega. "O-ya, ada urusan apa kamu ke korea?""Biasalah ..., aku liburan bersama mama. Rayyan tidak ikut karena dia sedang sibuk dengan pekerjaanya!" terangnya. "Kamu mau ikut?" tanya Amanda. Luna tersenyum. "Sudah ku katakan, jika aku tidak masuk kerja, apalagi sampai dua minggu, aku akan ditendang!" "Tenang ..., perusahaan sahabatmu ini
Sore itu, Luna merasa sudah kehabisan kesabaran. Setelah sebelumnya ia menghadapi Rayyanza dengan cara yang lembut namun tidak berhasil, kali ini ia mencoba dengan cara yang kasar. "Jangan pernah kamu dekati aku lagi, mengerti!" Luna melayangkan tatapan tajam dan raut marah. Ia benar- benar bingung menghadapi sikap suami dari sahabatnya itu. Rayyanza diam mematung. Lagi-lagi, wanita itu menolaknya dengan kasar. Luna segera pergi dari hadapan Rayyanza. Ia sama sekali tak memedulikan Rayyanza yang berdiri memandanginya dengan raut sedih. Pria dengan perawakan tinggi atletis itu berbalik badan. Berjalan masuk ke dalam mobilnya. "Bagaimana mungkin aku bisa menganggap tidak pernah terjadi sesuatu diantara kita?" gerutu Rayyanza sembari tangannya menekan tombol start engine. Kendaraan berwarna merah seharga dua belas miliar melaju pelan meninggalkan pelataran parkir swalayan. Banyak pasang mata memandang mobil sedan sport tersebut dengan perasaan kagum. Luna berjalan kaki menuju rumah