Share

Autophile
Autophile
Author: Ar Ruzain

Senja Bersajak

Goresanku kali ini bersajak tentang senja

Mengisahkan tentang bola bundar bercahaya yang mulai turun ke garis cakrawala

Mengisahkan tentang sebuah kepergian dengan pesona indahnya

Meninggalkan sebuah kesan bagi pengagumnya

Teriknya membawa nuansa sepenggal kisah klasik yang tertinggal kala itu

Senja pergi secara perlahan seakan tahu,

Bagaimana sebuah kepergian agar tidak meninggalkan luka

Di sini, aku bergelut dengan setangkai pena dan secarik kertas usang tiada makna

Mengguratkan sepotong picisan tentang sebuah romansa

Dalam segenggam senja yang bergurat jingga.

Aku tengah duduk, menikmati sebuah kepergian yang begitu indah di pelantaran senja yang bergurat jingga. Aku sangat menikmati keanggunan senja yang setiap melihatnya ada kedamaian yang aku rasakan. Aku sudah terbiasa di sini, menyendiri menikmati angin yang membelai lembut hijabku, di tepi pantai yang menyuguhkan senja di depan mata. Aku suka menghabiskan waktu senja ku di sini, sembari merangkai beberapa kata yang mewakili isi hati menjadi sebuah untaian  puisi. Terlalu sering, hampir setiap hari jika cuaca mendukung. Ah, begitu menenangkan bukan? Hari ini aku mengenakan baju gamis kesayanganku, berwarna hijau army tua dengan hijab senada berwarna hijau muda. Cerah memang, secerah hatiku di senja ini.

Betapa aku mengagumi ciptaan-Mu, Tuhan. Jika dunia saja sudah seindah ini, lalu bagaimana dengan syurga-Mu? Sungguh tak bisa aku bayangkan. Tapi pantaskah aku menginjakkan kaki di syurga-Mu? Sedangkan aku tidak merasa pantas untuk itu, meski hanya mencium baunya saja. Tapi juga tak mampu menahan pedihnya siksa neraka. Yaa Muqallibal quluub, tsabbit qalbi ala diinik.

Kata penuh tanya itu tertera di atas kertas yang sedari tadi aku pegang. Tanpa sadar, ada bulir-bulir bening jatuh membasahi pipiku. Terasa ada yang baru saja menyayat hatiku. Begitu pilu. Mengingat diriku yang masih belum baik. Aku ingin istiqomah dalam berbenah diri. Bantu aku Yaa Rabb, bantu aku. “Yaa Muqallibal Quluub. Tsabbit Qalbi ‘alaa Diniik”  begitu doa yang selalu aku ucapkan.

Setelah beberapa lama aku merenung di ujung senja ini, aku merasa sangat lemas, seakan ada yang telah menguras habis tenagaku. Seakan aku tak mampu lagi untuk berjalan. Aku masih di sini, duduk di pelantaran senja. Sembari mengumpulkan kembali tenagaku yang nyaris habis karena mengeluarkan emosi beberapa waktu tadi.

Di ujung sana, terlihat sosok pria yang sedang mengambil potret senja yang terlihat megah. Dia mengenakan kemeja berwarna biru muda dengan baju kaos putih di dalamnya. Tak lama, dia menoleh ke arahku, sembari melemparkan sebuah senyum simpul miliknya. "Begitu manis," pikirku.

Astaghfirullah, aku ini kenapa. seketika aku langsung memalingkan wajahku ke arah ombak yang saat ini kurasa tengah menertawakanku.

Lalu aku kembali fokus ke depan, mengagumi indahnya kemilau senja yang hendak pergi. Begitu megah, dengan warna jingga yang menyilaukan, lembayung senja terlihat begitu mempesona. Menarik perhatian setiap orang yang melihatnya. Aku sangat menikmati momen-momen ini hampir setiap hari. Sebab hanya di sinilah aku menemukan tempat untuk melepas segala gundah dan melepas penat dari permainan dunia. Hingga akhirnya senja pun benar-benar pergi dan digantikan oleh malam yang legam. Pekat penuh rahasia, tak terbaca oleh sepercik pelita malam. Lalu apalah dayaku, hanya setitik cahaya ranum yang tersembunyi di sudut kota.

Aku kembali menjajaki trotoar yang lampu-lampunya mulai menyala. Menyusuri sepanjang jalan yang macet oleh kendaraan. Ah, tidak diherankan lagi. Malam ini adalah malam minggu, malamnya para anak muda untuk keluar, bercengkrama dengan teman sebaya, atau dengan lawan jenis yang mereka panggil seorang kekasih. Entahlah, akupun tidak tau bagaimana rasanya.

Hahah, rasanya ingin sesekali aku menertawakan diriku. Entahlah, aku merasa menjadi seseorang yang beda dengan remaja lainnya. Entah aku harus merutuki diri ataukah ini adalah sebuah anugerah yang Tuhan beri, hingga aku mampu bersabar hingga suatu hari nanti dipertemukan dengan seseorang yang benar-benar tepat, di waktu yang tepat dan yang terbaik sesuai pilihan-Nya.

Aku akan sabar menunggu hingga waktu itu tiba, Ya Rabb. Aku percaya Engkau telah menyiapkan rencana terbaik untukku.

Segala tanya yang berkecamuk dalam pikirku, seakan telah sampai pada titik semu. Bertanya sendiri dalam hati, hingga logika menjawab sendiri semuanya. Ah, tak asing lagi. Selalu begitu, ini lah aku.

Tanpa aku sadari, langkahku kini telah sampai di depan kost. Sebuah tempat pulang yang memberikan kenyamanan untukku dalam menapaki kisah klasik ini. Seribu kisah tentang aku dan dilemaku, disaksikan olehnya, rumah keduaku.

... (bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status