Hari-hari berlalu tanpa senyummuAku kalut karena hilangmuAku hampa tanpa hadirmuKenapa kau hadir dan menawarkan hatiJika akhirnya kau menghilang tanpa mengabariAku melihat jasadmuTapi tidak dengan sapamuAku melihat jasadmuTapi tidak dengan senyum simpulmuAku rindu Seminggu berlalu, namun belum ada perubahan pada Bang Fajar. Belum ada tanda-tanda bahwa ia akan membuka mata, lalu menyapaku dengan nyata. Senyum itu terlihat begitu pucat. Kali ini aku benar-benar cemas akan kehilanganmu, Bang. Dan aku belum siap untuk itu. Meski kamu belumlah menjadi sosok pendamping halalku, namun di hatimu kali pertama aku terjatuh, Bang. Di matamu kali pertama aku berani menjatuhkan rasa. Dan aku belum siap mengubur rasa ini. Rasa yang baru saja tumbuh subur. Yaa Rabb, aku benar-benar berharap keajaiban dari-Mu Yaa Rabb. Izinkan dia kembali menjalankan hidupnya Yaa Rabb, izinkanlah aku tetap terjatuh di hatinya. Aku akan menjaganya semampuku Yaa Rabb. Aku tak akan berharap banyak Ya Rabb, a
Tentang bagaimana akhirnya nantiAku hanya dapat belajar ikhlasDari apa-apa yang mungkin memang bukan untukkuAku akan belajar bersabarDari apa-apa yang aku inginkanAku hanya bisa berharapSemoga kelak akan ada jalanSebuah jalan yang indahYang akan datang di waktu yang tepatAku percayaSemua adalah skenario terbaik-Nya. Sudah seminggu berlalu, setelah Bang Fajar siuman dari masa kritisnya. Keadaannya sudah mulai pulih sekarang. Meskipun ingatannya belum dapat kembali seperti dulu, sebagaimana dia mengenal baik orang tuanya, adiknya, dan aku sebagai tunangannya yang hampir saja menjadi kekasih halalnya. Hari ini Bang Fajar sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dengan mobil yang disetir oleh Ayahnya, kami pulang menuju rumahnya Bang Fajar. Aku, Adik dan Ibunya bang Fajar, duduk di belakang. Sedangkan bang Fajar duduk di depan.Aku bersyukur, setidaknya abang Fajar baik-baik saja sekarang. Meskipun hatiku kini tak bisa dijelaskan, entah harus bahagia, ataukah kecewa sebab tak dapa
Jejak kenang membias pada cahaya kerinduanMeratap tajam pada senyap jalan suramPada dingin malam legamSajak-sajak indah yang dulu kini telah rapuhLekang oleh waktu, berakhir semuPada sang rembulan yang enggan menyapaAku titipkan secuil rindu pada ia yang terpujaSampaikan sebait harap yang masih tertata indahDalam doa-doa penuh harap pada Sang KuasaAku di sini, di bawah temaram bulanMasih meratap sendu pada rinduMenerawang angan dalam bayangMeski pada langkah yang tertatihAku masih di sini berteman dengan sepiDengan rasa yang masih tertata rapiTeruntuk dia yang terkasihAku tau semua percuma Sebab raga dan bayangmu sekarang hanyalah semuTanpa ada kata temu Hariku kembali seperti semula, seperti ketika aku belum mengenal sosok bang Fajar. Rutinitasku terus berlanjut, begitupun dengan bang Fajar. Aku kembali memfokuskan diri pada kuliahku yang terbengkalai. Semenjak kejadian beberapa minggu yang lalu, kemalangan yang menimpa banga Fajar, jujur saja aku sangat tidak fokus
Kau tahu apa itu cinta sejati? Bagaimana kamu mengartikan cinta sejati? Bagiku, cinta adalah sebuah benih abadi Yang takkan hilang disapu badai Takkan gugur diterpa hujan Takkan layu di tengah kemarau panjang Takkan pudar ditelan masa Takkan lekang oleh waktu Takkan mati walau dibunuh Sebab ia adalah abadi Datangnya dari sang Ilahi Sang Pemilik Cinta Sejati Tiga bulan berlalu, aku masih di sini menemani hari-harinya. Senyumnya telah kembali. Meski bukan sebagai dia yang dulu. Namun sebagai seorang yang baru. Seseorang yang lain, yang baru saja mengenalku, lagi. Entah bagaimana waktu mengatur segalanya. Semua seakan seperti sebuah perencanaan yang matang. Seseorang yang dulu sempat meminangku, namun hilang dan lupa akan segalanya. Namun kini, hadir sebagai sosok baru yang kembali memuatku jatuh pada pengharapan yang sama. Lalu apa lagi yang akan terjadi setelah ini? Bagiku, yang berlalu biarlah berlalu. Melihat bang Fajar sudah sembuh saja, itu sudah lebih baik bagiku. Te
Goresanku kali ini bersajak tentang senjaMengisahkan tentang bola bundar bercahaya yang mulai turun ke garis cakrawalaMengisahkan tentang sebuah kepergian dengan pesona indahnyaMeninggalkan sebuah kesan bagi pengagumnyaTeriknya membawa nuansa sepenggal kisah klasik yang tertinggal kala ituSenja pergi secara perlahan seakan tahu,Bagaimana sebuah kepergian agar tidak meninggalkan lukaDi sini, aku bergelut dengan setangkai pena dan secarik kertas usang tiada maknaMengguratkan sepotong picisan tentang sebuah romansaDalam segenggam senja yang bergurat jingga. Aku tengah duduk, menikmati sebuah kepergian yang begitu indah di pelantaran senja yang bergurat jingga. Aku sangat menikmati keanggunan senja yang setiap melihatnya ada kedamaian yang aku rasakan. Aku sudah terbiasa di sini, menyendiri menikmati angin yang membelai lembut hijabku, di tepi pantai yang menyuguhkan senja di depan mata. Aku suka menghabiskan waktu senja ku di sini, sembari merangkai beberapa kata yang mewakili i
Malam ini begitu legamDingin merasuk menembus kulitDi tengah malam yang remang iniAku menemukan kedamaianHening tanpa suara, begitu tenangDi susut sana, terdengar tetes-tetes airDan suara angin yang menyampaikan bait-bait rinduDi sini, di tempat dimana aku mulai bermain dengan imajinasikuDitemani secangkir khayal yang merona dalam genggamSayup-sayup angin malam berhembus dengan syahduKini aku menggigil di balik selimut merah jambu kesayangankuSembari melukis indah parasmu dalam khayalBerharap suatu saat engkau menyadari keberadaankuMalam datang menyisakan sepercik cahaya lampu jalanan. Aku menggigil kedinginan dihembus oleh sejukya angin malam. Aku duduk di depan jendela kaca yang berada tepat sebelah kanan kamar, sembari menikmati secangkir coklat panas kesukaanku. Dalam heningnya malam ini aku termenung memandang ke atas langit sana. Ada beribu bintang dan sebuah bundaran utuh sang rembulan yang indah. Aku semakin takjub dengan penciptaan Sang Kuasa. Menciptakan bumi, d
Kau tahu apa yang aku rindukan pagi ini?Seuntai kisah tentang senyum simpulmuPesonanya membuatku canduMenjadikan debar seakan tak sabar tuk menikmati lagi indah senyummuTak peduli bagaimana dengan kamuSebab aku tak perlu izinmuBagiku, senyummu bagaikan hujanYang datang di tengah kemarau panjangYang dengan seketikaMampu merubah mood-ku yang berantakanEntah bagaimana waktu mengatur semua ini. Hingga sebuah rasa yang tak dikenal mampu membuatku candu. Entahlah, bahkan aku sendiri tak mengenal siapa dia. Namun tiba-tiba semesta menghadirkan sosok dia tuk menguasai samudera hatiku. Siapa dia? Ah semua terlihat begitu rumit. Lalu apa yang mampu aku perbuat sekarang? Menemui dia? ah, tidak mungkin, jangan bercanda. Sedari tadi pagi, aku masih saja terus kepikiran tentang hal kemaren. Sudahlah, hentikan semua ini. Apa gunanya aku memikirkan seseorang yang bahkan tak ku kenal sama sekali. Aku memutuskan untuk melaksanakan sholat dhuha sebelum berangkat ke kampus. Jam sudah menunjukka
Di pelantaran senja nan anggun, angin membawa aromamuBegitu ku nikmati nyanyian-nyanyian ombak penuh sukaDi tepian pantai nan penuh temaram ini,aku bersandar pada sajak-sajak yang membawaku untuk berkelana dalam picisan semu iniSementara damaiku menikmati setiap alunan indah nan membawakutuk menari nari bersama senja yang kupujaSungguh menenangkan bukan?Ah, pasti akan lebih menyenangkan jika ada kamu di sinibukan hanya namamu yang dibawa anginpendar jingga pada senja seakan mengisahkan tentang kamuindah, namun tak untuk kumilikiku biarkan senja mengirimkan sajak-sajak indahnya padamusemoga angin pun bersedia menerbangkan kisahku yang merindumu di sinidi pelantaran senja yang bergurat jinggaAku masih di sini, di pelantaran senja yang bergurat jingga. Aku sangat menikmati aroma pantai sore ini. Di temani hangatnya mentari senja dengan pendar jingga nya. Kembali aku gurat seuntai kisah di atas secarik kertas dengan tinta pena yang menjadi saksi bisu perjalanan ini. Di tepia