Di pelantaran senja nan anggun, angin membawa aromamu
Begitu ku nikmati nyanyian-nyanyian ombak penuh sukaDi tepian pantai nan penuh temaram ini,aku bersandar pada sajak-sajak yang membawaku untuk berkelana dalam picisan semu iniSementara damaiku menikmati setiap alunan indah nan membawakutuk menari nari bersama senja yang kupujaSungguh menenangkan bukan?Ah, pasti akan lebih menyenangkan jika ada kamu di sinibukan hanya namamu yang dibawa anginpendar jingga pada senja seakan mengisahkan tentang kamuindah, namun tak untuk kumilikiku biarkan senja mengirimkan sajak-sajak indahnya padamusemoga angin pun bersedia menerbangkan kisahku yang merindumu di sinidi pelantaran senja yang bergurat jinggaAku masih di sini, di pelantaran senja yang bergurat jingga. Aku sangat menikmati aroma pantai sore ini. Di temani hangatnya mentari senja dengan pendar jingga nya. Kembali aku gurat seuntai kisah di atas secarik kertas dengan tinta pena yang menjadi saksi bisu perjalanan ini.
Di tepian senja, aku merangkai seuntai kisah dalam aroma jingga sang senja
Menata kalbu yang diselimuti remang-remang pahitnya kisah lamaAku di sini, masih di siniMerajut kembali pecahan hati yang dulu terburaiDengan segenggam iman yang menguatkan hati yang dulu lalaiSemoga tak lagi terulang, kisah yang dulu tak seharusnya terjadiSemoga dia yang nanti datang bukan lagi tuk sekedar singgahTapi datang untuk menetap, menjadikanku sebuah rumah.Dalam hening yang tengah aku nikmati, tiba-tiba ada suara yang membuyarkan lamunanku. Sosok yang belum pernah ku tahu namanya. Tapi dua hari belakangan selalu mampir dalam hidupku.
“Suka senja juga ya?” tanyanya mengagetkanku.
“Ehh, iya,” jawabku singkat dengan wajah terkejut dan juga bingung.“Hmm, perasaan kita udah tiga kali bertemu tapi belum sempat kenalan. Oh ya, namaku Fajar,” ujarnya sambil mengulurkan tangan.“Ehh iya, aku Zelfya,” sembari menekapkan tangan ke dada.“Oh, iya maaf yaa”“Maaf buat apa?” tanyaku heran.“Ehehe, soal tadi pagi aku gak sengaja nabrak.”“Iya ga apa-apa,” jawabku.Ya Tuhan, bagaimana ini. Aku tak mau berlama-lama berkhalwat seperti ini. Tapi aku juga tak mungkin mengusirnya begitu saja. Sebab ini tempat umum, bukan tempat pribadiku.
“Hmm, maaf ya aku harus pamit duluan. Tidak enak juga lama-lama di sini berduaan” ucapku pamit.
“Ehh, biar aku aja yang pindah. Kamu di sini saja. Maaf saya sudah mengganggu waktu kamu. Assalamualaikum,” ucapnya sembari beranjak dari tempat yang tadi di dudukinya.“Waalaikumussalam.”Hufftt untunglah dia mengerti maksudku.
Akupun kembali fokus dengan senjaku, menikmati setiap detik-detik kepergiannya. Begitu kemilau, jingga nan sempurna terlihat begitu megah. Tapi aku kembali teringat dengan dia. Hmm, namanya Fajar ya. Aku jadi penasaran, hingga aku mencari tau tentang dia di sosmed.Tak butuh watu yang lama, akhirnya aku menemukan sebuah akun yang memakai fotonya dengan nama Ahmad Fajar. Begitu antusias aku mencari tahu tentang dia, ternyata dia semester 7 jurusan Managemen Pendidikan. Hmm, jadi dia senior atasku ya. Bahkan aku tidak tahu bahwa dia juga merupakan seorang aktivis, dan dia menjabat sebagai ketua umum BEM kampus. Betapa kurang updatenya aku. Mungkin karena aku kurang aktif di kampus dan juga sibuk dengan urusan sendiri, hingga tak pernah tau info kampus sendiri.
Lembayung senja pun mulai menghilang. Aku beranjak untuk pulang ke kost-an dengan berjalan kaki. Setelah berjalan ±15 menit, akhirnya aku sampai di depan kost.“Dari mana, Fya?”
“Ehh, dari pantai, Del,” jawabku.“Hmm, kebiasaan. Kalo sore-sore udah ngilang, pasti ke pantai,” ujarnya.“Eheheh, maklum Del, kegiatan rutinan. Hehe,” jawabku cengengesan“Iya deh iyaa.”“Ehehe, aku masuk dulu ya Del, mau mandi dulu.”“Oke deh.”Dia adalah Delia, temanku yang tinggal di kamar sebelah. Ya, sependiam apapun aku, aku masih punya temen kok. Aku gak se-horor itu, yang tak punya teman sama sekali. Meskipun kurang pergaulan, bukan berarti aku anti sosial kan.
Aku masih punya teman kok, hehe.Aku bergegas masuk kamar dan segera mandi lalu menunaikan sholat maghrib.
... (bersambung)
Dalam dekapan angin di heningnya malamAku terdiam dalam hampaAku termenung, terkesima oleh takdirYang menyuguhkan sebuah kisah, yang datangnya tak pernah ku dugaBagai salju yang datang di tengah kemarau panjangMungkin sebegitu mustahilnya hadirmu dalam kisahkuDinginnya malam tak berarti apa-apaIndahnya taburan bintang pun tak sanggup mengobati rasa iniRasa sesak yang membelenggu hatiMenyeruak di dalam sanubariHanya goresan pena berisi sajak tak berartiTentang rindu yang begitu menyiksa diriTeruntuk kamu,Yang selalu dirinduiNamun tak pernah mengetahuiMalam sudah mulai pekat, sang rembulanpun sudah mulai muncul bersama para bintang yang senantiasa menemani. Aku di sini menatapnya tajub, diiringi suara jangkrik di tengah remang-remang malam yang sunyi. Tiba-tiba ponselku yang berada di kasur berdering. “Halo, assalamualaikum, ma,” jawabku antusias.“Waalaikumussalam, Fya lagi apa nak?” tanya mama.“Nggak lagi ngapa - ngapain ma. Mama sehat?”“Alhamdulillah sehat. Fya udah
Tentang kamu,Kamu yang entah di belahan bumi manaYang tengah Allah siapkan untukkuAku senang merinduimuAku kecanduan membayangkan sosokmuTentang bagaimana caramu melontarkan senyum simpulmuTentang bagaimana caramu kelak menegurkuTentang bagaimana caramu kelak membujukkuTentang bagaimana sabarnya kamu mengahadapi sifat manjakuDan tentang kamu lainnyaEntahlah,Bagaimana aku mampu melukiskan tentang kamuKamu yang ada dalam semogakuMeski aku tak tau rupamuNamun selalu melangiti asakuSejak kemaren, aku selalu kepikiran dengan orang yang dimaksud mama yang mau datang kerumah. Aku jadi penasaran, siapa ya dia? Sosok laki-laki seperti apa yang bakal menjadi calon imamku?Hari ini aku gak ada kuliah, tapi bosan juga di kos gak ada kerjaan juga. Aku putuskan untuk pergi keluar mencari makan. Aku ingin makan bakso hari ini, tanpa berpikir panjang aku langsung ke warung baksonya mang Dilan. Sepuluh menit perjalanan, aku sampai dan langsung memesan 1 porsi bakso spesial kesukaanku. Ke
Ku nikmati dingin sepi di awal malam iniKetika hujan menghantarkannya senja tadiMega-mega keemasan telah ditelan gelapHilang bersama sisa-sisa rindu yang tergerus oleh waktuAku terpatri oleh perasaan yang samaDan masih dengan jiwa yang samaIni bukan secuil perasaaan di hatiTapi setumpuk rasa yang menyesakkan naluriBersemayam dan tak pernah pergiMeski beribu kali kuusirNamun semakin menjadi Malam ini langit terlihat cerah dengan ribuan bintang yang terangi malam. Tak lupa, sang rembulan turut hadir di atas sana. Setelah gerimis senja tdai mulai mereda, akhirnya langit kembali cerah. Aku memandang ke atas sana, kulihat ada bintang tiga, yang bersinar terang di antara bintang lainnya. Di seberang sana terdengar suara jangkrik yang memecahkan sunyi, diiringi dengan suara klakson kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Di sini aku lebih memilih menikmati secangkir coklat panas kesukaanku, ditemni remang malam yang menghembuskan angin malam yang sejuk. Tidak seperti kebanyaka
Kau tahu? Apa yang paling mendebarkan selain ombak menghantam karang di lautan? Itulah hatiku ketika mengetahui bahwa kamulah sosok itu. Sang pujaan yang diam-diam tiba meminang. Terimakasih telah datang, hingga rasa ini tak perlu kubuang. Jam sudah menunjukkan pukul 04:30 WIB. Aku bangun dari tempat tidur dan segera mandi kemudian menunaikan sholat Subuh. Pagi ini udara terasa sangat dingin, di luar masih terlihat gerimis turun teratur. Membuat udara semakin sejuk dibawa angin yang kemudian membelai kulitku. Ku awali pagi ini dengan basmalah, berharap segala sesuatu yang akan terjadi hari ini akan berjalan dengan lancar, dan semoga ini memang yang terbaik. Kumantapkan hati untuk menghadapi keputusan yang seumur hidup baru kali ini aku hadapi. Setelah menunaikan sholat Subuh, aku lanjutkan dengan beres-beres untuk persiapan pulang ke rumah pagi ini.Kembali ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 07:15 WIB. Matahari masih terlihat enggan untuk menampakkan dirinya. Sembari menungg
Aku pengagum senjaDari senja aku belajar tentang sebuah kepergian yang selalu meninggalkan kesan indahBegitu indah, hingga aku terpesonaRona jingga yang membuatku terpaku takjubBegitu damai, hingga buatku canduNamun kini,Ku temukan sebuah keindahan baru yang jauh lebih indahTak kalah indah dengan senjaSenyummuSama seperti senjaHadirnya membuat semesta takjubNamun menghilangnya mengundang gelapSama seperti senjaMenghilang dan mendatangkan malamSemoga senjaku dan senyummu takkan pudarMeski kadang badai berkecamuk menghantam tapianmuIzinkan kurawat lengkungan indah ituMerekahlah dengan indah, senja baruku pada senyummu.Tak terasa sudah tiga hari berlalu. Sejak malam itu aku dikejutkan dengan sebuah pengakuan yang membuatku merasa istimewa, dicintai oleh pangeran yang aku damba.Aku merasa seperti sedang bermimpi sangat indah. Hingga aku tak mau untuk bangun dan menghadapi kenyataan yang kadang bertolak belakang dengan mimpiku. Siapapun, tolong jangan bangunkan aku dari m
Aku yang bersimpuhMemohon ampun-Mu yaa RabbAmpuni segala dosaku atas segala pengharapan iniMungkin ini teguran-MuAtas pengharapan yang tinggi kepada makhluk-MuMembuat-Mu cemburu yaa RabbAmpuni akuJika ini ujian-MuMaka aku ikhlasMaka aku akan bersabarAku percaya bahwa yang terbaik menurut-MuAkan datang di waktu yang tepat kelakJika bukan dia, mungkin seseorang yang lainYang cintanya kepada makhlukTidak mengalahkan cintanya kepada-Mu “Drrrrrrrttttt drrrrttt drrrrtttt”Terdengar suara alarm yang sebelumnya aku setel sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB. Aku segera bangun dan mengambil wudhu untuk menunaikan sholat tahajud. “assalamualaikum warohmatullah”.“astaghfirullahal adzim alladzi laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaih”“astaghfirullahal adzim alladzi laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaih"“astaghfirullahal adzim alladzi laa ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaih" “subhanallah wabihamdih”“subhanallah wabihamdih"“subhanallah wabihamdih" “la
Hari-hari berlalu tanpa senyummuAku kalut karena hilangmuAku hampa tanpa hadirmuKenapa kau hadir dan menawarkan hatiJika akhirnya kau menghilang tanpa mengabariAku melihat jasadmuTapi tidak dengan sapamuAku melihat jasadmuTapi tidak dengan senyum simpulmuAku rindu Seminggu berlalu, namun belum ada perubahan pada Bang Fajar. Belum ada tanda-tanda bahwa ia akan membuka mata, lalu menyapaku dengan nyata. Senyum itu terlihat begitu pucat. Kali ini aku benar-benar cemas akan kehilanganmu, Bang. Dan aku belum siap untuk itu. Meski kamu belumlah menjadi sosok pendamping halalku, namun di hatimu kali pertama aku terjatuh, Bang. Di matamu kali pertama aku berani menjatuhkan rasa. Dan aku belum siap mengubur rasa ini. Rasa yang baru saja tumbuh subur. Yaa Rabb, aku benar-benar berharap keajaiban dari-Mu Yaa Rabb. Izinkan dia kembali menjalankan hidupnya Yaa Rabb, izinkanlah aku tetap terjatuh di hatinya. Aku akan menjaganya semampuku Yaa Rabb. Aku tak akan berharap banyak Ya Rabb, a
Tentang bagaimana akhirnya nantiAku hanya dapat belajar ikhlasDari apa-apa yang mungkin memang bukan untukkuAku akan belajar bersabarDari apa-apa yang aku inginkanAku hanya bisa berharapSemoga kelak akan ada jalanSebuah jalan yang indahYang akan datang di waktu yang tepatAku percayaSemua adalah skenario terbaik-Nya. Sudah seminggu berlalu, setelah Bang Fajar siuman dari masa kritisnya. Keadaannya sudah mulai pulih sekarang. Meskipun ingatannya belum dapat kembali seperti dulu, sebagaimana dia mengenal baik orang tuanya, adiknya, dan aku sebagai tunangannya yang hampir saja menjadi kekasih halalnya. Hari ini Bang Fajar sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dengan mobil yang disetir oleh Ayahnya, kami pulang menuju rumahnya Bang Fajar. Aku, Adik dan Ibunya bang Fajar, duduk di belakang. Sedangkan bang Fajar duduk di depan.Aku bersyukur, setidaknya abang Fajar baik-baik saja sekarang. Meskipun hatiku kini tak bisa dijelaskan, entah harus bahagia, ataukah kecewa sebab tak dapa