Share

Twisted

Ketika raga kita melewatkan sebuah hal kecil, maka sudah waktunya takdir yang bekerja. Sejak pulang sekolah, aku langsung naik ke atas dan membalut diri dengan selimut. Nggak—aku nggak demam, kok. Aku gak tahu kenapa aku sangat salah tingkah gini setiap adegan mengecup itu terbesit di ingatanku. Tanganku menempel ke dada, kenapa detaknya cepat sekali? Tanyaku dalam hati.

“ARGH!!!” teriakku sambil menendang-nendang angin, lalu duduk termenung di kasur.

“Benar, kenapa aku kayak orang gila gini? Cium pipi kan hal yang biasa, apalagi dia sekarang sudah kuanggap sebagai Azil.” Gumamku sendirian.

Kurasakan tenggorokkanku mengering. Meski malas, aku turun dari ranjang dan bergegas ke dapur. Tepat saat aku sampai di tangga terakhir, Levin tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya. Sontak aku berdiri mematung, sementara anak itu pun tampak kaget. Aku mengernyitkan alis ketika dia menangkup kedua pipinya sendiri.

PLAK! Otakku memutar kembali adegan aku menampar pipinya.

“Maaf soal tadi siang,”
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status