“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.
Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”
“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.
“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”
Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”
“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?” Rian menggaruk alisnya merasa bingung.
“Kayaknya ke pemakaman umum di Cikadut aja deh, hahaha...” Dodit tertawa keras memegangi perutnya. “Di Bandung ini ada banyak tempat wisata, dan anehnya lu masih bingung.”
Rian hanya cemberut mendengar Dodit meledeknya. Sebenarnya Rian benar-benar bingung karena jarang sekali berlibur ke tempat wisata di sekitar Bandung, bahkan terakhir kali dia pergi ke tempat-tempat semacam itu ketika masih berumur dua belas tahun.
“Begini aja, karena besok gua sama pacar gua mau liburan ke Bukit Cukul, gimana kalau lu ajak Citra buat ikut?” usul Dodit.
Berpikir sejenak, kemudian Rian langsung menjawab, “Oke, gua coba. Semoga Citra mau ikut!”
Rian sudah sering mendengar tentang Bukit Cukul yang terletak di Pangalengan, bukit sekaligus kebun teh itu menyuguhkan pemandangan cantik dengan bukit yang bergelombang, ditambah rumputnya yang berwarna hijau mempersembahkan nuansa alami dan asri dari bukit itu. Dengan demikian, Rian berpikir pasti Citra pasti senang jika diajak berlibur ke Bukit Cukul.
Hari sudah sore ketika kemudian terlihat sebuah mobil Honda Brio berwarna putih berhenti di depan bengkel, tentu saja pemilik mobil itu adalah Citra yang akan menjemput Rian untuk menemaninya ke Griya Supermarket untuk membeli bahan-bahan roti.
Rian yang tahu jika Citra telah datang lalu menghampirinya. “Kamu kayaknya kesini terlalu cepat, beri aku lima menit buat mandi dan ganti baju!”
“Huuh... dasar tukang terlambat, cepat!” dengus Citra.
“Lebih baik terlambat daripada terjorok.” Rian terkekeh dan langsung berlari menuju kamar mandi bengkel. Rian tidak mau terlihat kumal saat berada di samping Citra.
Kurang dari lima menit, Rian akhirnya kembali dengan keadaan yang sudah rapi dan wangi. Keduanya pun langsung menaiki mobil menuju ke supermarket dengan Rian yang menjadi pengemudi.
Di dalam mobil.
“Kenapa gedung itu kelihatan miring?” Rian tiba-tiba bertanya pada Citra sambil menunjuk gedung yang memang tampak miring di pinggir jalan.
“Gak tau!”
“Mungkin karena terpesona sama senyuman kamu!”
Rian dengan cepat mengaitkannya dengan sebuah gombalan, dia seolah-olah mempunyai seribu ide gombalan di dalam otaknya yang siap dikeluarkan kapan pun.
Citra lagi-lagi harus tersipu mendengar gombalan Rian, reflek tangannya segera menutupi pipinya yang sudah memerah. Tapi itu tidak bertahan lama, Citra lalu tersadar dan langsung memukul lengan Rian.
“Fokus nyetir aja dan jangan banyak omong!” pinta Citra dengan wajah cemberut.
Tidak lama setelah itu akhirnya mereka berdua tiba di Griya Supermarket.
“Kayaknya aku nunggu di parkiran aja deh!” kata Rian yang masih berada di dalam mobil. Ia tidak pernah tertarik untuk memasuki tempat-tempat ramai seperti mal.
“Aku nyuruh kamu ikut buat nemenin aku, bukan buat jadi sopir!”
Dengan lembut Citra menarik tangan Rian. Keduanya pun langsung memasuki supermarket.
Bahan roti yang ingin dibeli Citra cukup beragam seperti tepung, gula bubuk, baking powder dan lainnya. Karena kebutuhan toko roti yang banyak, butuh waktu lama bagi mereka untuk memilih-milih.
“Citra, aku mau ke toilet sebentar ya!” Rian yang sudah tidak tahan ingin buang air besar, meminta izin pada Citra untuk ke kamar kecil.
“Ok!”
Tidak lama setelah Rian pergi, tiba-tiba ada sesosok pria berbadan jangkung yang mengenakan jaket hoodie menghampiri Citra. Pria itu tampak sendiri.
“Citra!” panggilnya.
Citra yang masih memilih bahan-bahan roti, sontak langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil.
Radit!
Kedua mata Citra terbuka lebar saat mengetahui siapa pria yang menghampirinya, ekspresi tidak senang bisa tergambar di wajah cantiknya.
“Radit, mau apa lagi kamu nemuin aku?” Citra mendengus kesal.
“Citra, jujur aku masih suka sama kamu! Sampai sekarang aku belum bisa move on dari kamu, aku masih mau jadi pacar kamu!” Pria itu mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Citra, tapi dengan cepat Citra menepisnya.
“Enggak, kamu cuma mencintai tubuhku! Lebih baik kamu cari pacar seorang pelacur yang bisa kamu pakai semaumu!”
Citra bersungut-sungut.
Benar saja. Radit adalah mantan pacar Citra, baru satu bulan yang lalu mereka berpisah. Citra-lah yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka berdua karena ia tidak bisa menerima sifat Radit yang mempunyai ketertarikan seksual berlebihan, lebih tepatnya berotak mesum. Radit sering kali meminta foto Citra yang menunjukkan payudaranya dan tidak jarang ia juga selalu mengajak Citra untuk berhubungan badan. Tapi untungnya itu semua belum pernah terjadi karena Citra dengan tegas selalu menolak sampai akhirnya memutuskannya.
“Maafin aku, aku janji gak bakal ngulangin itu lagi. Percaya sama aku!” kata Radit memohon, tangannya sudah menggenggam erat pergelangan tangan Citra.
“Lepas!” Citra berteriak pelan. Namun teriakannya tidak dihiraukan oleh Radit yang semakin keras menggenggam tangan Citra.
“Aku bakal lepasin kalau kamu mau jadi pacarku lagi!” pinta Radit.
Sejurus kemudian, Rian yang telah selesai buang air kecil langsung berlari setelah dari kejauhan melihat Citra tampak sedang diganggu oleh seseorang pria.
“Maaf, Mas! Ini ada apa ya?” Rian buru-buru bertanya pada Radit.
Belum sempat Radit menjawab, Citra yang sudah melepaskan genggaman dari tangan Radit langsung memeluk lengan Rian lalu berkata, “Sayang! Ini ada laki-laki kurang ajar yang gangguin aku.”
Rian bisa merasakan tubuhnya bergetar setelah mendengar Citra menyebutnya dengan sebutan mesra seperti itu.
Buset, apa-apaan ini? Bisa-bisanya dia manggil gua pake sebutan ‘sayang’.
Citra lalu menghadap Radit dan berkata, “Ini pacar aku yang baru! Jadi kamu mau apa sekarang?”
Radit yang mendengar itu langsung menaikkan kedua alisnya, menatap ke arah Rian dan Citra dengan tatapan tak percaya.
Begitu pun dengan Rian yang semakin terperanjat mendengar ucapan Citra barusan, perasaannya campur aduk antara bahagia sekaligus bingung.
Citra kemudian mencubit kecil punggung Rian dari belakang seolah-olah sedang mengisyaratkan sesuatu. Namun Rian yang tidak paham maksud tersebut hanya terdiam tanpa bereaksi apa pun.
“Ngomong!” Citra menggerakan mulutnya tanpa mengeluarkan suara.
Rian sekilas memahaminya lalu dengan gagap berkata, “I−iya, saya Rian pacarnya Citra!”
Rian pun langsung mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan Radit. Akan tetapi Radit tidak menghiraukannya sedikit pun, ia masih diam mematung dengan tatapannya yang kosong.
“Oke, kayaknya kita harus cepat pulang sayang!” Citra langsung menarik tangan Rian untuk pergi.
“Tunggu!” sergah Radit menghentikan langkah kaki keduanya.
Radit lalu berkata, “Ok, sekarang aku mundur dan janji gak bakal ganggu hidup kamu lagi. Tapi yang harus kamu tahu, aku pernah mencintaimu dengan tulus, Citra!” Ia lalu menoleh kepada Rian, “Suatu hari lu pasti tau alasan kenapa gua selalu minta hal-hal yang gak senonoh sama Citra!”
Selesai menghabiskan kata-katanya, Radit langsung pergi dengan senyum palsu yang tersungging di bibirnya.
“Citra, please! Tolong kamu jelasin apa maksud dari ini semua?”
Rian benar-benar tidak paham dengan apa yang barusan terjadi, dari Citra yang menganggapnya seorang pacar hingga kata-kata yang tadi diucapkan oleh Radit.
“Udah nanti aja aku jelasin di mobil!” ucap Citra.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
Sudah dua puluh tahun dalam hidupnya, Rian tidak pernah sekalipun menjalin hubungan percintaan dengan seorang wanita. Rian tidak bisa merasakan kebahagian seperti apa yang dirasakan anak-anak muda pada umumnya, yaitu mempunyai seorang pacar.Apakah ini sesuatu hal yang wajar bagi anak muda seusiaku?Pertanyaan itu selalu berputar-putar di otaknya selama ini.Duduk di pinggiran alun-alun sendirian, Rian disuguhkan pemandangan di sekeliling alun-alun yang ramai dengan beberapa pasangan pria dan wanita yang sedang berpacaran. Mereka terlihat asik bercengkrama dan tertawa satu sama lain sambil menikmati matahari yang mulai tenggelam.Rian hanya bisa melamun dengan tatapan kosong di matanya. Hanya rasa iri yang menggambarkan isi hatinya saat itu.“Hei, Rian!”Lamunan Rian terbuyar ketika mendengar suara seorang pria yang memanggil namanya. Rian lalu menoleh, matanya menyipit saat menemukan sumber s
“Alvin, sudah beberapa kali aku mengingatkanmu untuk jangan sekali-sekali berani berpacaran, tapi kenapa kamu masih melanggarnya?” teriak Ayah Rian sambil memukulkan sebilah rotan kepada kakaknya sampai terjatuh ke tanah.Alvin sendiri merupakan nama dari kakak laki-laki Rian tersebut.“Ma−maafkan aku Ayah!” Alvin menangis sesenggukan menahan rasa sakit yang dirasakan.“Mulut ayah sampai berbusa mengingatkan kamu, tapi kamu...”Plas!Tidak peduli seberapa banyak Alvin memohon, sang ayah tanpa ampun terus melayangkan rotannya untuk memukuli Alvin.Rian hanya bisa menahan napas, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun melihat ayahnya seperti orang yang kesetanan.“Cukup, Ayah!”Tiba-tiba Ibu Rian keluar dari dalam rumah langsung menghentikan tindakan suaminya yang semakin brutal. Sebagai seorang ibu, tentunya tidak akan tega melih
Dani!Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.Haaarggh! Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Ri
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?&rdq
Ternyata orang yang baru saja memasuki toko adalah Citra. “Citra!” Rian dengan cepat langsung memanggilnya, gadis cantik itu tampak lesu dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Mengetahui Rian ternyata telah berada di dalam toko, Citra yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di wajahnya, memaksakan senyum saat melihat Rian. “Aku kira kamu gak bakal datang Rian,” ucapnya. “Maafin aku ya! Aku gak datang pagi tadi karena bangun kesiangan.” Rian menggelengkan kepalanya menunjukkan rasa bersalah. “Tebakanku meleset, kukira kamu memang gak mau datang kesini.” Citra tersenyum kecut lalu melanjutkan, “Lupain aja, sekarang kita makan roti dulu!” “Enggak usah, aku kesini lagi besok pagi aja. Kamu kayaknya kelihatan capai, jadi lebih baik kamu pulang aja!” Rian buru-buru menjawabnya, ia merasa tidak tega melihat keadaan Citra. Tanpa menghiraukan perkataan Rian, Citra lalu merubah pandangannya ke arah gadis pelayan yang merupakan sauda
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Dani!Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.Haaarggh! Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Ri
“Alvin, sudah beberapa kali aku mengingatkanmu untuk jangan sekali-sekali berani berpacaran, tapi kenapa kamu masih melanggarnya?” teriak Ayah Rian sambil memukulkan sebilah rotan kepada kakaknya sampai terjatuh ke tanah.Alvin sendiri merupakan nama dari kakak laki-laki Rian tersebut.“Ma−maafkan aku Ayah!” Alvin menangis sesenggukan menahan rasa sakit yang dirasakan.“Mulut ayah sampai berbusa mengingatkan kamu, tapi kamu...”Plas!Tidak peduli seberapa banyak Alvin memohon, sang ayah tanpa ampun terus melayangkan rotannya untuk memukuli Alvin.Rian hanya bisa menahan napas, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun melihat ayahnya seperti orang yang kesetanan.“Cukup, Ayah!”Tiba-tiba Ibu Rian keluar dari dalam rumah langsung menghentikan tindakan suaminya yang semakin brutal. Sebagai seorang ibu, tentunya tidak akan tega melih