“Alvin, sudah beberapa kali aku mengingatkanmu untuk jangan sekali-sekali berani berpacaran, tapi kenapa kamu masih melanggarnya?” teriak Ayah Rian sambil memukulkan sebilah rotan kepada kakaknya sampai terjatuh ke tanah.
Alvin sendiri merupakan nama dari kakak laki-laki Rian tersebut.
“Ma−maafkan aku Ayah!” Alvin menangis sesenggukan menahan rasa sakit yang dirasakan.
“Mulut ayah sampai berbusa mengingatkan kamu, tapi kamu...”
Plas!
Tidak peduli seberapa banyak Alvin memohon, sang ayah tanpa ampun terus melayangkan rotannya untuk memukuli Alvin.
Rian hanya bisa menahan napas, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun melihat ayahnya seperti orang yang kesetanan.
“Cukup, Ayah!”
Tiba-tiba Ibu Rian keluar dari dalam rumah langsung menghentikan tindakan suaminya yang semakin brutal. Sebagai seorang ibu, tentunya tidak akan tega melihat anaknya dipukuli seperti itu, meskipun yang memukul adalah sang ayah sendiri.
“Anakmu bukanlah pencuri atau pezina, tapi kenapa kau tega memukulinya seperti? Aku paham maksudmu melarang anak-anak untuk berpacaran, tapi bukan seperti ini caranya!” cetus Ibu Rian, air matanya kini sudah turun membanjiri pipinya.
Sang ayah langsung menghentikan serangannya pada Alvin, namun dia tidak menjawab apa pun dan malah meninggalkan mereka masuk ke dalam rumah.
Setelah keadaannya mulai mencair, Rian yang merasa kasihan terhadap Alvin langsung mengangkat kakaknya dan mendudukkannya pada sebuah kursi.
“Alvin, kamu gak apa-apa kan? Apa yang sakit?” tanya sang ibu merasa cemas.
Alvin hanya menggelangkan kepala sambil mengusap-usap mata menghilangkan bekas air matanya.
Ibu berkata, “Sudah, yang penting jangan kamu ulangi lagi hal seperti ini!” Ia lalu beralih menghadap Rian. “Kamu juga Rian, kalau kamu tidak mau merasakan seperti kakakmu, janganlah berani melanggar perintah ayahmu!”
Melihat semua kejadian barusan, Rian akhirnya paham apa yang telah terjadi dengan kakaknya. Ternyata Alvin ketahuan memiliki seorang pacar di kampusnya, wajar saja jika sang ayah bisa semarah ini.
Memang selama ini Ayahnya dengan keras melarang Rian dan kakaknya untuk berpacaran, itulah alasan Rian sampai saat ini belum pernah memiliki pacar sekalipun. Meskipun sebenarnya sang ayah tidak pernah memberikan alasan yang jelas mengapa melarang Rian dan kakaknya berpacaran.
Sang ayah hanya selalu berkata, Lebih baik sibuk bekerja keras daripada berpacaran, karena jika terus bekerja keras kamu bisa sukses dan mempunyai banyak uang. Dengan begitu, kamu bisa mendapatkan apapun yang kamu mau tanpa harus mendapatkan masalah!
Meski tidak terlalu memahami perkataan ayahnya, Rian tidak pernah berani untuk tidak menurutinya. Pernah suatu ketika Rian dimarahi oleh ayahnya hanya karena menonton film drama percintaan di televisi, itu saja berhasil membuatnya takut.
Apakah manusia lebih membutuhkan uang daripada sebuah cinta untuk membuatnya bahagia?
Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang di otak Rian selama ini.
Hari telah berganti esok.
Pancaran sinar mentari yang menembus jendela ditambah kicauan burung yang merdu, membangunkan Rian di pagi hari. Beranjak dari tempat tidurnya, Rian lalu bergegas mandi, bersiap untuk pergi bekerja seperti biasanya.
Setelah lulus dari SMA, Rian menjalani hari-harinya dengan bekerja. Rian terpaksa harus berjuang mencari uang sendiri dan menabungnya untuk biaya melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi. Hal serupa seperti apa yang dilakukan oleh kakaknya sebelumnya sampai akhirnya sekarang bisa bersekolah di salah satu universitas di Jakarta. Dari situ menunjukkan jika Rian bukan berasal dari keluarga yang kaya raya.
Ayah Rian yang hanya berprofesi sebagai petani dan ibunya sebagai penjual sayur, tidak mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya di perguruan tinggi. Tidak berlebihan jika mengatakan hasil dari pekerjaan ayah dan ibunya hanya cukup untuk makan sehari-hari keluarganya.
Selama ini Rian bekerja di sebuah bengkel motor dan mobil yang berada di daerah Antapani Kidul Kota Bandung. Karena jaraknya yang cukup jauh dari desanya yang berada di daerah Cijambe, setiap harinya Rian harus menggunakan bis khusus pekerja agar bisa sampai kesana.
Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya Rian sampai di bengkel tempatnya bekerja. Rian tengah menyiapkan alat-alat untuk memperbaiki mobil ketika kemudian seorang pria yang baru memasuki bengkel berlari ke arahnya.
“Yes, akhirnya gua dapet, yuhu ....”
Pria itu berteriak kegirangan seolah-olah baru saja menemukan pohon uang. Pria tersebut adalah teman kerja Rian di bengkel yang bernama Dodit. Dari semua teman Rian di bengkel, Dodit lah orang yang paling dekat dengannya selama ini.
Melihat temannya yang penuh sukacita, Rian mau tidak mau segera bertanya, “Dit, lu ngapa sih pagi-pagi udah kaya orang gila?”
“Lu tau Sofia kan? Setelah seribu purnama, akhirnya dia mau jadi pacar gua men!” Dodit menjawab dengan kegirangan. Sofia adalah wanita yang sudah lama dikejar-kejar oleh Dodit dalam setahun terakhir, ia sangat menyukainya. Sampai akhirnya semalam Dodit berhasil menaklukan hati wanita pujaannya itu.
“Bagus dong, artinya lu gak bakal main-main lagi di kamar mandi,” canda Rian sambil terkekeh.
Tertawa keras sebagai jawaban, Dodit kemudian balik bertanya, “Lu sendiri gimana bro? Masih betah lu jadi jomblo? Tenang aja, gua siap kok bantuin lu buat nyari bokin!”
“Oke, kalo gitu bantuin gua buat jadi pacarnya Sofia!”
Rian kembali bercanda, dia tidak merasa perlu menanggapi pertanyaan Dodit dengan serius. Rian Masih teringat kejadian kemarin ketika kakaknya habis dimarahi karena ketahuan pacaran.
“Anjir!”
Dodit kembali tertawa terbahak-bahak.
Rian yang tidak mau melanjutkan obrolan, kemudian langsung membuka kap mobil untuk memeriksa bagian dalamnya yang rusak. Dodit pun langsung pergi untuk memeriksa mobil yang lain.
Karena bengkel tersebut cukup besar dan ramai pelanggan, Rian harus bekerja dari pagi sampai sore, bahkan tidak jarang sampai malam hari jika terlalu banyak pelanggan yang menyervis mobil dan motornya. Meski begitu, Rian tidak pernah mengeluh sedikit pun.
Keadaan tidak pernah memaksa kita untuk menikmatinya. Keadaan juga tidak pernah memaksa kita untuk mensyukurinya. Tapi nikmat dan syukurlah yang memaksa keadaan untuk berubah menjadi lebih baik.
Ketika semua pekerjaan telah selesai dan malam pun sudah mulai tiba, Rian mulai meninggalkan bengkel untuk pulang. Namun karena Rian merasa lapar, dia memutuskan untuk mampir di sebuah cafe di kawasan Dago sebelum pulang. Lagi pula Rian baru saja menerima upah kerjanya selama sebulan penuh.
Setelah berjalan tak terlalu jauh, akhirnya Rian tiba di sebuah cafe di persimpangan jalan.
Suasana di cafe malam itu cukup ramai sehingga Rian hanya dapat tempat duduk di bagian luar cafe. Di dalam sudah penuh sesak oleh beberapa pasang pria dan wanita yang sedang menikmati hidangannya masing. Rian sudah bisa menebak jika kebanyakan dari mereka adalah pasangan kekasih.
Sejujurnya Rian tidak terlalu nyaman melihat pemandangan seperti itu, lagi-lagi dia bisa merasakan iri di dalam hatinya. Akan tetapi karena sudah sangat lapar, Rian tidak mau mempermasalahkan hal tersebut.
Ketika Rian sedang asik menikmati sup hangat yang ia pesan, tiba-tiba terdengar…
“Rian!” teriak seorang pria tinggi berambut pirang yang kini berjalan ke arah Rian, disampingnya terlihat wanita cantik yang mengenakan sweater hitam.
Mendongakkan kepala untuk melihat siapa yang memanggilnya, Rian mengerutkan keningnya ketika mengetahui siapa orang itu.
Dani!Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.Haaarggh! Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Ri
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
Ternyata orang yang baru saja memasuki toko adalah Citra. “Citra!” Rian dengan cepat langsung memanggilnya, gadis cantik itu tampak lesu dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Mengetahui Rian ternyata telah berada di dalam toko, Citra yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di wajahnya, memaksakan senyum saat melihat Rian. “Aku kira kamu gak bakal datang Rian,” ucapnya. “Maafin aku ya! Aku gak datang pagi tadi karena bangun kesiangan.” Rian menggelengkan kepalanya menunjukkan rasa bersalah. “Tebakanku meleset, kukira kamu memang gak mau datang kesini.” Citra tersenyum kecut lalu melanjutkan, “Lupain aja, sekarang kita makan roti dulu!” “Enggak usah, aku kesini lagi besok pagi aja. Kamu kayaknya kelihatan capai, jadi lebih baik kamu pulang aja!” Rian buru-buru menjawabnya, ia merasa tidak tega melihat keadaan Citra. Tanpa menghiraukan perkataan Rian, Citra lalu merubah pandangannya ke arah gadis pelayan yang merupakan sauda
“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?&rdq
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?&rdq
Ternyata orang yang baru saja memasuki toko adalah Citra. “Citra!” Rian dengan cepat langsung memanggilnya, gadis cantik itu tampak lesu dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Mengetahui Rian ternyata telah berada di dalam toko, Citra yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di wajahnya, memaksakan senyum saat melihat Rian. “Aku kira kamu gak bakal datang Rian,” ucapnya. “Maafin aku ya! Aku gak datang pagi tadi karena bangun kesiangan.” Rian menggelengkan kepalanya menunjukkan rasa bersalah. “Tebakanku meleset, kukira kamu memang gak mau datang kesini.” Citra tersenyum kecut lalu melanjutkan, “Lupain aja, sekarang kita makan roti dulu!” “Enggak usah, aku kesini lagi besok pagi aja. Kamu kayaknya kelihatan capai, jadi lebih baik kamu pulang aja!” Rian buru-buru menjawabnya, ia merasa tidak tega melihat keadaan Citra. Tanpa menghiraukan perkataan Rian, Citra lalu merubah pandangannya ke arah gadis pelayan yang merupakan sauda
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Dani!Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.Haaarggh! Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Ri
“Alvin, sudah beberapa kali aku mengingatkanmu untuk jangan sekali-sekali berani berpacaran, tapi kenapa kamu masih melanggarnya?” teriak Ayah Rian sambil memukulkan sebilah rotan kepada kakaknya sampai terjatuh ke tanah.Alvin sendiri merupakan nama dari kakak laki-laki Rian tersebut.“Ma−maafkan aku Ayah!” Alvin menangis sesenggukan menahan rasa sakit yang dirasakan.“Mulut ayah sampai berbusa mengingatkan kamu, tapi kamu...”Plas!Tidak peduli seberapa banyak Alvin memohon, sang ayah tanpa ampun terus melayangkan rotannya untuk memukuli Alvin.Rian hanya bisa menahan napas, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun melihat ayahnya seperti orang yang kesetanan.“Cukup, Ayah!”Tiba-tiba Ibu Rian keluar dari dalam rumah langsung menghentikan tindakan suaminya yang semakin brutal. Sebagai seorang ibu, tentunya tidak akan tega melih