Dani!
Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.
“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.
Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.
“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.
Haaarggh!
Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Rian yang telah menyelesaikan makannya bersiap untuk pergi membayar tagihannya. Rian sudah terlalu sering mendengar hinaan-hinaan seperti itu keluar dari mulut Dani, jadi ia tidak merasa perlu untuk menghiraukannya.
Dani yang merasa terhina oleh sikap Rian, kini menunjukkan raut muka kesal. Tangan kanannya langsung mencengkram kerah jaket Rian dengan kuat. “Heh, lu tuli atau buta? Gua disini lagi ngomong sama lu!”
“Jadi mau lu apa? Kalo gak ada, biarin gua pergi!” Rian menjawab dengan tenang.
Melihat Dani masih belum melepaskan cengkramannya, dengan senyum tipis di wajahnya Rian berdehem lalu berkata, “Ok, kalau gitu kayaknya gua harus ngomong deh, mumpung ada cewek lu disini.” Ia lalu beralih ke pacar Dani. “Kutebak kamu memang betul pacarnya Dani! Tapi sayangnya sekitar satu minggu yang lalu saya gak sengaja lihat Dani masuk ke Hotel OYO di dekat Stasiun Bandung bersama seorang cewek, dan saya yakin itu bukan kamu!”
Tubuh Dani langsung terguncang hebat setelah mendengar apa yang telah diucapkan Rian. Wajahnya mulai memerah, pikirannya kosong seketika. Semua yang dikatakan Rian adalah kejadian satu minggu yang lalu dan itu semua benar. Saat ini perasaan Dani campur aduk tidak karuan, marah sekaligus malu menjadi satu.
“Sayang, ini semua benar?” tanya pacar Dani yang telah mendengar semua ucapan Rian. “Jawab!” bentaknya.
“Saya orangnya gak pernah bohong kok, saya punya bukti fotonya.”
Rian tersenyum sambil mengeluarkan ponsel di saku celanannya lalu menunjukkan sebuah foto kepada Dani dan pacarnya. Di foto itu terlihat Dani sedang menggandeng mesra seorang wanita yang berusia sekitar delapan belas tahun memasuki hotel. Tentu saja ketika satu minggu yang lalu Rian melihatnya, dia langsung berinisiatif untuk mengambil gambar tersebut. Rian sadar gambar itu akan sangat berharga untuk menjadi sebuah senjata jika Dani mencoba mencari masalahnya dengannya. Terlepas dari itu, Rian berniat baik untuk memberitahu gadis tersebut yang merupakan pacar Dani, jika pria yang dipacarinya sekarang adalah seorang bajingan yang suka bermain dengan wanita lain.
Tanpa berkata apa-apa lagi, gadis itu sontak langsung berlari dengan air mata yang telah turun deras membanjiri pipinya. Tentu saja gadis itu merasa sangat kecewa dengan semua yang telah diketahuinya tentang Dani.
“Sayang, aku bisa jelasin....”
Dani langsung berlari mengejar pacarnya yang sudah semakin menjauh.
Rian merasa puas setelah melihat Dani termakan atas kelakuannya sendiri. Toh, ini semua juga demi kebaikan pacar Dani sendiri.
Sebagai orang yang telah mengenal lama Dani, tidak diragukan lagi jika Rian sudah paham semua sifat-sifat busuk Dani terutama terhadap wanita. Bagi Rian, menjatuhkan Dani lebih mudah daripada menyuruh kucingnya makan, dan Dani pantas mendapatkan itu.
Terlepas dari itu, sebenarnya Rian tidak tahan lagi mendengar semua ejekan dari teman-temannya yang sudah memiliki pacar. Rian selalu berharap untuk bisa mempunyai seorang kekasih, bukan hanya agar tidak dihina oleh orang lain, melainkan karena dia juga butuh kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
Merasa tidak ada yang menghalanginya lagi, Rian langsung membayar tagihannya sebelum memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Sayangnya, permasalahan Rian di malam itu belum usai. Ketika Rian melewati sebuah gang yang tidak jauh dari rumahnya, tiba-tiba ia dihadang oleh sekitar lima pemuda yang terlihat sedang mabuk. Tidak disangka, salah satu dari kelima pemuda yang saat ini menghadang Rian adalah Dani, orang yang baru saja bermasalah dengannya tadi di cafe.
“Puas lu udah bikin gua sama pacar gua putus?” Dani berteriak dengan matanya yang memerah seperti orang kesetanan.
Kejadian di cafe tadi ternyata telah membuat hubungan Dani dan pacarnya kandas, tidak mengherankan jika Dani sangat murka terhadap Rian yang tentu saja adalah penyebabnya. Oleh karena itu, Dani langsung mengajak teman-temannya untuk membalaskan dendamnya kepada Rian.
“Oh, bagus dong kalau udah putus! Artinya cewek tadi gak buang-buang waktunya cuma buat pacaran sama orang hina kayak lu!”
Rian malah menghina Dani, ia mencoba tetap tenang meskipun saat ini telah dikepung oleh lima orang pemuda yang siap menghajarnya.
Ucapan Rian barusan tentu saja membuat Dani semakin naik pitam. “Anjing lu! Kali ini lu gak bakal bisa selamat, lu pasti habis di tangan gua!” Dani lalu mengambil sebuah botol anggur merah yang sudah kosong.
“Udah, habisin aja Dan!” teriak salah satu teman Dani.
Kelima pemuda itu termasuk Dani kini sudah bersiap melayangkan pukulannya masing-masing kepada Rian.
“Eitss, tunggu!” sergah Rian. “Dani, kalo memang lu laki-laki, kenapa gak lawan gua sendiri aja? Lagi pula ini masalah kita pribadi. Oh, atau nyali lu gak cukup buat lawan gua sendiri?”
Dani yang sudah hilang kesabaran, kini melihat Rian dengan tatapan ingin membunuh lalu langsung mengangkat botol anggur merah...
“Bacot!”
Pyarrr!
Terdengar suara pecahan botol yang sangat nyaring.
Namun suara pecahan itu bukan berasal dari botol yang akan dihantamkan Dani pada Rian.
Ternyata sebelum Dani sempat melayangkan botolnya ke kepala Rian, Arif yang tiba-tiba datang, secara mengejutkan langsung mengambil botol anggur lainnya dan dengan cepat menghantamkannya ke kepala Dani terlebih dahulu.
Dengan darah yang mengalir keluar dari bagian samping kepalanya, Dani jatuh ke tanah lalu pingsan.
Melihat salah satu temannya jatuh tak sadarkan diri, mau tak mau keempat pemuda lainnya langsung mengangkat Dani dan membawanya pergi. Keberanian mereka sebelumnya seolah-olah lenyap setelah melihat Arif dengan kejam menghantam kepala Dani dengan botol sampai pingsan.
“Lu gak apa-apa kan?” tanya Arif.
“Gua aman kok Rif! Btw, makasih banyak lu udah nolongin gua lagi!”
Rian tidak bisa untuk tidak mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada Arif. Pasalnya, dalam dua hari belakangan ini ia telah mendapatkan bantuan dari Arif saat kondisinya sedang terdesak. Bahkan selama di SMA, Arif juga sering membantu Rian dalam hal-hal seperti ini.
“Santai aja! Kalau udah gak ada lagi, ayo gua antar pulang!” ucap Arif.
Rian mengangguk, tanpa berbasa-basi lagi lalu keduanya langsung berjalan menuju rumah Rian.
Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul sebelas malam, artinya Rian harus segera tidur agar besok tidak bangun kesiangan. Saat mulai memejamkan matanya tiba-tiba...
Ting!!!
Ponselnya berbunyi menandakan ada sebuah pesan w******p yang baru saja masuk. Rian segera membuka ponselnya.
Besok berangkatlah lebih pagi, aku akan mengenalkanmu dengan seseorang!
Pesan singkat itu ternyata berasal dari Dodit, tanpa alasan yang jelas dia menyuruh Rian besok untuk berangkat lebih pagi.
Tidak ingin bertele-tele karena sudah mengantuk, Rian hanya membalasnya dengan simbol jempol berwarna kuning lalu mematikan ponselnya dan segera tidur.
Pagi telah tiba, Rian pun langsung bergegas menuju ke tempat kerjanya lebih pagi sesuai dengan apa yang disuruh Dodit semalam. Meskipun Rian tidak paham dengan apa yang akan direncanakan Dodit dan dengan siapa ia akan diperkenalkan, dia tidak merasa keberatan untuk mengikuti perintah dari Dodit.
Sementara itu di depan bengkel, Dodit sudah berdiri disana sambil menghisap rokoknya menunggu kedatangan Rian. Dari kelihatannya Dodit memang serius ingin merencanakan sesuatu.
Tidak berselang lama kemudian, akhirnya Rian tiba di bengkel dengan tas berwarna hitam yang terselempang di pundaknya. Rian menunjukkan wajah yang terlihat masih mengantuk.
Dengan sesekali mulutnya menguap, Rian lalu bertanya pada Dodit. “Lu mau ngapain lagi sih? Jangan bilang kalau kita mau ke taman lagi cuma buat ngeliatin cewek-cewek lari pagi!”
“Udah gak usah banyak omong, nanti lu juga tahu sendiri!”
Dodit langsung menarik tangan Rian dan segera mengajaknya pergi. Masih ada waktu satu jam bagi mereka sebelum bengkel mulai beroperasi.
Sekitar sepuluh menit berjalan kaki, akhirnya mereka tiba di sebuah toko roti di pinggir jalan. Dengan meja dan kursi yang berbaris di dalamnya, toko roti ini lebih mirip sebuah coffeshop.
“Harvest Bakery? Lu ngajakin gua sarapan disini? Dih, mendingan juga di warung ceu Edah, tempenya bisa dapat lima.”
Rian merasa sedikit kecewa, pasalnya dia tidak pernah tertarik untuk makan-makan di tempat mewah atau estetis seperti ini.
“Iya lu dikasih tempe lima, tapi yang gosong kan? Udah lah, pokoknya ini lebih dari itu!”
Dodit menjawab dengan bersemangat lalu mendorong tangannya untuk membuka pintu masuk toko.
Aroma harum khas roti yang baru saja dipanggang menyambut kedatangan mereka berdua, suasana toko pun cukup ramai dengan beberapa orang yang sedang menikmati hidangan roti.
Melihat sekeliling ruangan, tiba-tiba mata Rian tertuju pada wanita yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa sebuah roti di nampan yang dia pegang. Gadis berambut panjang itu terlihat cantik dan elegan dengan menggunakan apron yang menutupi sebagian tubuhnya.
Alis matanya bergerak-gerak memandanginya, Rian sangat terpana melihat kecantikan gadis itu.
Gadis itu bagaikan bulan empat belas.
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
Ternyata orang yang baru saja memasuki toko adalah Citra. “Citra!” Rian dengan cepat langsung memanggilnya, gadis cantik itu tampak lesu dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Mengetahui Rian ternyata telah berada di dalam toko, Citra yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di wajahnya, memaksakan senyum saat melihat Rian. “Aku kira kamu gak bakal datang Rian,” ucapnya. “Maafin aku ya! Aku gak datang pagi tadi karena bangun kesiangan.” Rian menggelengkan kepalanya menunjukkan rasa bersalah. “Tebakanku meleset, kukira kamu memang gak mau datang kesini.” Citra tersenyum kecut lalu melanjutkan, “Lupain aja, sekarang kita makan roti dulu!” “Enggak usah, aku kesini lagi besok pagi aja. Kamu kayaknya kelihatan capai, jadi lebih baik kamu pulang aja!” Rian buru-buru menjawabnya, ia merasa tidak tega melihat keadaan Citra. Tanpa menghiraukan perkataan Rian, Citra lalu merubah pandangannya ke arah gadis pelayan yang merupakan sauda
“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?&rdq
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
Sudah dua puluh tahun dalam hidupnya, Rian tidak pernah sekalipun menjalin hubungan percintaan dengan seorang wanita. Rian tidak bisa merasakan kebahagian seperti apa yang dirasakan anak-anak muda pada umumnya, yaitu mempunyai seorang pacar.Apakah ini sesuatu hal yang wajar bagi anak muda seusiaku?Pertanyaan itu selalu berputar-putar di otaknya selama ini.Duduk di pinggiran alun-alun sendirian, Rian disuguhkan pemandangan di sekeliling alun-alun yang ramai dengan beberapa pasangan pria dan wanita yang sedang berpacaran. Mereka terlihat asik bercengkrama dan tertawa satu sama lain sambil menikmati matahari yang mulai tenggelam.Rian hanya bisa melamun dengan tatapan kosong di matanya. Hanya rasa iri yang menggambarkan isi hatinya saat itu.“Hei, Rian!”Lamunan Rian terbuyar ketika mendengar suara seorang pria yang memanggil namanya. Rian lalu menoleh, matanya menyipit saat menemukan sumber s
“Ngaco lu! Yok ah mending berangkat, hari udah makin siang nih!” Dodit langsung menyalakan motornya, ia tidak bisa mengulur waktu lagi melihat panas matahari yang sudah semakin terik. Pun dengan Bukit Cukul yang makin siang makin ramai oleh pengunjung. Kemudian Rian sekilas melirik ke arah mobil Citra yang terparkir. “Citra, kita naik motor aja gak apa-apa kan?” tanya Rian. “Nanti mobil kamu dimasukkin ke dalam bengkel aja!” Dodit menimpali, “Betul, mobil kamu aman kok ditaruh dalam bengkel!” Citra mengangguk sembari tersenyum lebar. “Gak masalah kok, kayaknya asik juga naik motor sambil liat pemandangan di sepanjang jalan!” Mendengarnya membuat Rian merasa sedikit lega, setelah sebelumnya ia berpikir jika Citra yang berpenampilan modis dan feminin lebih memilih menaiki mobil ketimbang motor dengan panas dan debu jalanan yang pastinya tak terhindarkan. Mereka berempat pun berangkat menuju Bukit Cukul dengan dua motor berbonceng
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam ketika akhirnya mereka selesai berbelanja semua bahan-bahan roti. Tidak ingin terlalu malam untuk sampai ke rumah masing-masing, mereka pun langsung mengendarai mobil berjalan menuju arah pulang.“Pertanyaan aku tadi belum kamu jawab loh!” Rian masih menyimpan rasa penasaran dengan semua kejadian tadi.Citra menghela napasnya sebelum kemudian menjelaskan. “Baik! Pertama aku minta maaf karena tadi aku terpaksa harus menganggap kamu sebagai pacarku, dengan tujuan supaya Radit gak gangguin aku lagi!”“Radit? Memang dia kenapa?” potong Rian.“Iya, Radit itu mantan pacar aku! Satu bulan yang lalu aku mutusin dia secara sepihak karena aku udah gak tahan lagi sama sifat mesum dia. Selama kita pacaran Radit selalu maksa aku buat having sex sama dia, tapi untungnya hal itu belum pernah terjadi karena selalu aku tolak!” jelas Citra, kedua matanya sudah berkaca-kaca bersiap men
“Hei, Rian!” panggil Dodit setelah melihat Rian memasuki bengkel.Rian yang mendengar Dodit memanggilnya, langsung buru-buru menghampirinya. “Gua baru aja dari Harvest Bakery dan gua juga udah dapat nomor handpone Citra, mantap gak?”“Wah gila sih! Gua gak ngira lu bakal dapat secepat itu, bahkan lebih cepat dari cowok yang baru dapat kabar kalau ceweknya lagi sendirian di rumah,” kata Dodit dengan diksi lucunya.“Ya, tapi kayaknya lebih cepat dari pemerintah kita yang mengatasi pandemi pada waktu itu deh,” balas Rian. “Terus, apalagi yang harus gua lakuin?”Dodit menyalakan sebatang rokoknya sebelum kemudian menjelaskan. “Langkah selanjutnya ente harus bisa ngajak Citra hangout, entah ke pantai atau tempat wisata lainnya. Karena dengan mengajaknya berlibur, wanita itu akan menganggap lu orang yang bisa membuatnya bahagia.”“Kira-kira gua harus ngajak Citra kemana ya?&rdq
Ternyata orang yang baru saja memasuki toko adalah Citra. “Citra!” Rian dengan cepat langsung memanggilnya, gadis cantik itu tampak lesu dengan rambut panjangnya yang terurai berantakan. Mengetahui Rian ternyata telah berada di dalam toko, Citra yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di wajahnya, memaksakan senyum saat melihat Rian. “Aku kira kamu gak bakal datang Rian,” ucapnya. “Maafin aku ya! Aku gak datang pagi tadi karena bangun kesiangan.” Rian menggelengkan kepalanya menunjukkan rasa bersalah. “Tebakanku meleset, kukira kamu memang gak mau datang kesini.” Citra tersenyum kecut lalu melanjutkan, “Lupain aja, sekarang kita makan roti dulu!” “Enggak usah, aku kesini lagi besok pagi aja. Kamu kayaknya kelihatan capai, jadi lebih baik kamu pulang aja!” Rian buru-buru menjawabnya, ia merasa tidak tega melihat keadaan Citra. Tanpa menghiraukan perkataan Rian, Citra lalu merubah pandangannya ke arah gadis pelayan yang merupakan sauda
Rian yang penasaran akhirnya memasuki coffeshop itu untuk menghampiri kakaknya. “Kak!” panggil Rian sambil berjalan menuju meja tempat kakaknya berada. Ekpresi kaget tergambar di wajah Alvin begitu melihat adiknya yang tiba-tiba berada disini. Alvin menelan ludahnya lalu berkata, “Rian, lu kok ada disini? Bukannya habis kerja lu langsung pulang ke rumah?” “Ya, tadi gua lewat sini terus gak sengaja lihat lu ada di dalam coffeshop ini.” Rian lalu melirik ke arah wanita yang sedang duduk di depan kakaknya. “Ini pacar lu kak?” Raut kepanikan semakin terlihat jelas di wajah Alvin ketika adiknya menanyakan itu. Wanita itu memang kekasihnya, jadi dia takut jika Rian tahu dan melaporkan ke ayahnya. “Yaelah, santai aja kali! Kalau ini memang pacar lu, gua gak bakal laporin ke ayah kok!” Rian memaklumi itu karena ia tahu kakaknya adalah pribadi yang keras kepala, berbeda dengan dirinya yang mempunyai sifat penurut. Alvin akan tetap mengejar kein
Menoleh untuk mencari tahu pemilik suara itu, tubuh Rian langsung terguncang hebat saat kedua bola matanya melihat jelas wanita itu.Wanita itu tidak lain adalah Citra.Rian bisa merasakan jantungnya berdegup kencang.Paras Citra yang cantik dengan rambut panjangnya yang bergelombang terayun, ditambah badannya yang langsing dibalut kaos ketat, benar-benar membuat Rian terpana. Rian hanya bisa mematung memandangi keindahan itu.Sampai akhirnya Citra melambaikan tangannya untuk membuyarkan tatapan Rian.Rian yang akhirnya tersadar lalu dengan gugup menjawab, “iya, saya… saya mau beli roti!”“Maafin saya Mas! Karena tadi mobil saya tiba-tiba mogok di pertigaan jalan dekat jembatan, jadi saya harus ninggalin mobil dan jalan kaki kesini. Itu sebabnya toko roti ini terlambat buka.”Citra menjelaskan situasinya sambil kedua telapak tangannya menyatu sebagai isyarat meminta maaf.Rian mengangguk pelan ser
“Ayo kesana!”Suara Dodit membuyarkan pandangan Rian terhadap gadis cantik itu, kini tangannya telah ditarik oleh Dodit yang berjalan menuju meja di pojok ruangan.Di meja itu sudah ada seorang gadis yang nampak berusia sekitar Sembilan belas tahun sedang duduk sambil memainkan ponselnya.“Rian, ini orangnya yang mau gua kenalin sama lu, namanya Adila. Dan Adila, ini Rian, orang yang waktu itu aku ceritain sama kamu.” Kata Dodit memperkenalkan mereka berdua.Adila dengan wajah manisnya tersenyum lalu berkata, “Ya, aku Adila. Senang ketemu sama kamu Rian!”Dari caranya berbicara, Rian berasumsi bahwa Adila adalah gadis yang ramah dan sopan. Wajah polosnya memancarkan aura yang positif dari dirinya.“Senang juga ketemu sama kamu Adila,” balas Rian tersenyum lebar menghargai keramahan Adila.Pertemuan mereka berdua telah direncanakan semua oleh Dodit. Tujuan utamanya bukan hanya sekedar ber
Dani!Dani adalah teman Rian di desanya. Meskipun mereka berteman, tapi hubungan mereka berdua tidak baik. Dani yang mempunyai sifat arogan dan sombong, membuat Rian tidak menyukainya. Banyaknya pertikaian di antara keduanya pada masa lalu, membuat mereka menyimpan dendamnya masing-masing hingga saat ini.“Duh! Kasihan banget sih kemana-mana cuma sendirian, telur bawah lu aja berdua,” ejek Dani. “Belum dibolehin pacaran sama papah mamah atau memang gak ada cewek yang mau sama lu?” lanjutnya.Tidak tertarik menanggapi hinaan Dani, Rian lalu lanjut menyantap makanannya yang hampir habis.“Atau memang udah takdirnya sampai tua lu gak bakal punya pasangan.” Dani semakin bersemangat menghina Rian.Haaarggh! Hanya bersendawa sebagai tanggapan, Ri
“Alvin, sudah beberapa kali aku mengingatkanmu untuk jangan sekali-sekali berani berpacaran, tapi kenapa kamu masih melanggarnya?” teriak Ayah Rian sambil memukulkan sebilah rotan kepada kakaknya sampai terjatuh ke tanah.Alvin sendiri merupakan nama dari kakak laki-laki Rian tersebut.“Ma−maafkan aku Ayah!” Alvin menangis sesenggukan menahan rasa sakit yang dirasakan.“Mulut ayah sampai berbusa mengingatkan kamu, tapi kamu...”Plas!Tidak peduli seberapa banyak Alvin memohon, sang ayah tanpa ampun terus melayangkan rotannya untuk memukuli Alvin.Rian hanya bisa menahan napas, dia tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun melihat ayahnya seperti orang yang kesetanan.“Cukup, Ayah!”Tiba-tiba Ibu Rian keluar dari dalam rumah langsung menghentikan tindakan suaminya yang semakin brutal. Sebagai seorang ibu, tentunya tidak akan tega melih