Alex menemui Mulan, duduk berdampingan dengan wanita itu. Mereka masih di rumah sakit, tertahan karena Juan dan Joe yang terus mengintai keberadaan mereka. Seakan tidak membiarkan sesenti saja pergi. Dua bersaudara itu terus memaksa Mulan untuk tinggal dengan mereka.
Padahal Alex sudah ingin membawa Mulan ke apartemennya sendiri. Namun, bila berhadapan dengan dua pria dan pengawalnya yang lumayan banyak, tetap saja Alex mengalah. Tidak ingin menimbulkan kericuhan
“Maaf, ya, kamu juga terjebak di sini karena aku,” sesal Mulan, menatap Alex dengan sendu.
Alex memberikan senyum menenangkan, mengusap surai hitam Mulan dengan lembut. Hal kecil yang tak luput dalam perhatian Juan. Alex tersenyum dalam hati. Memiliki kesenangan sendiri menggoda pria itu.
“Jangan pikirkan itu. Aku tidak masalah di sini sama kamu,” katanya sok manis
Mulan yang tadinya berwajah sendu, berubah bingung dengan sikap kawannya itu. Namun, kedipan pria itu
Bruce menyelipkan sebatang rokok di sela jarinya. Menghisap nikotin itu sedalam-dalamnya, dan memainkan asapnya keluar perlahan mulut. Pikirannya sedang tidak tenang, dan beberapa batang nikotin mungkin bisa membantu menenangkan sarafnya.Pikirannya kembali melayang tentang Maya. Pada pertemuan mereka pertama kali dan bagaimana perasaannya terpikat pada wanita itu.Bruce yang saat itu baru menyelesaikan pendidikan militernya, mendapatkan tawaran dari Kriss sebagai pengawal pribadi pria itu. Bruce jelas menolak. Cita-citanya ingin menjadi prajurit negara, bukan malah melindungi sebuah keluarga dengan bisnis besarnya.Namun, saat tak sengaja Bruce melihat Kriss dengan putrinya pertama kali, saat itulah ada yang berdesir di dadanya. Wajahnya yang datar hanya menatap Maya dengan tajam. Merekam setiap sikap anggun dan tutur lembut yang mampu menggetarkan dadanya.Untuk pertama kalinya, Bruce melakukan sesuatu yang irasional. Dia menyetujui permintaan Kriss tan
Setelah malam panjang yang berpeluh, Maya bangun lebih dulu. Hal pertama yang dirasakannya hanya tubuh yang terasa remuk redam. Belum lagi selangkangannya yang terasa perih. Dia melirik ke samping, Bruce masih tertidur dengan tenang di sana.Sekelebat pengalaman mereka berputar kembali. Maya memukul kepalanya berkali-kali, mengutuk sikapnya yang sangat murahan hingga pasrah dengan perbuatan pria itu. Tak dipungkiri, dia pun menikmati. Rasa pria itu tidak mengecewakannya. Bruce memperlakukannya dengan hati-hati, penuh kelembutan, tapi cukup memuaskan di waktu bersamaan.Entah Maya harus memaki atau menikmati. Terlalu naïf bila dia menyalahkan pria itu. Dia termenung, merasa bingung dengan dirinya saat ini.“Sudah bangun?”Suara bernada serak itu berhasil membuyarkan lamunan Maya. Dia menoleh dan melihat pria itu yang kini menyanggah kepalanya dengan tatapan lekat padanya. Pemandangan bak Dewa Yunani. Sangat menggairahkan di pagi seperti in
Entah bermimpi apa Maya semalam. Detik ini dia tidak berhenti mendapatkan kejutan. Bukan sesuatu yang menyenangkan, malah sebaliknya.Padahal detik sebelumnya dia merasa bahagia. Tentang perasaannya yang terasa ringan, entah karena percintaan panas atau Juan yang tiba-tiba minta maaf padanya. Keduanya membuat perasaanya lebih baikNamun, di detik berikutnya, Maya seakan terlempar ke neraka. Perasaannya hancur berkeping-keping. Kakinya seakan tidak kuat berpijak lagi. Hampir dia tumbang, tapi Bruce yang saat itu berada di ruangan yang sama dengannya, langsung sigap menahan bobot tubuhnya.Juan saja sampai mematung, kalah cepat dengan kegesitan Bruce.“Kamu tidak apa-apa?” bisik Bruce, yang hanya bisa didengar keduanya.Maya mengangguk lemas. Dia melepaskan rangkulan pria itu di pinggangnya. Dengan pelan, dia melangkah mendekati Mulan. Tatapannya kosong, sorot matanya tidak dapat diterjemahkan. Hingga saat dua wanita kembar itu berhadapan
“Anda mau ke mana, Nona?” Maya yang sudah berada di tangga terakhir menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan mendapati si pengawal esnya yang sudah berdiri menjulang dengan wajah datar. Maya mendengkus, sepagi ini dan dia sudah mendapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Entah kenapa memang sejak pertama Bruce berkerja dengannya, Maya merasa tidak menyukai pengawal itu. Pria itu terlalu dingin melebihi Juan. Apalagi saat Bruce melihatnya, seperti seekor singa yang menemukan kelinci kecil. Maya bergidik ngeri, dirinya selalu takut berdekatan terlalu lama dengan pria itu. “Nona?” “Apa?” sentak Maya tanpa sadar, tapi sedetik kemudian, dia membekap mulutnya kuat-kuat. Tatapannya membola, terkejut dengan nada suaranya yang meninggi. Dia mengamati ekspresi Bruce, takut-takut pengawal itu akan marah karena dibentaknya. Ayolah, Maya tidak akan seberani itu pada Bruce yang menyeramkan. Pria itu berkerja pada ayahnya, bukan padanya. Namun setelah b
Setelah menghabiskan beberapa jam untuk berbelanja, akhirnya Maya bisa bernapas lega saat semua barang yang dibutuhkannya sudah terbeli. Niat awal yang hanya ingin membeli susu dan cemilan, malah merembet ke barang lainnya yang terlihat lucu. Terlalu bersemangat sampai troli belanjanya penuh, beruntung ada Bruce yang membantu. Pengawal itu mengikutinya layaknya bayangan, tidak banyak bicara, tapi selalu ada.“Anda tidak mau makan dulu?” tanya Bruce, melirik pada Maya yang sudah duduk tenang di bangku penumpang.Wajah wanita hamil itu tampak pucat. Mungkin kelelahan juga karena berjam-jam menghabsikan waktu di luar. “Tidak perlu. Saya ingin langsung pulang.”“Tapi, Nona, Anda belum makan siang, wajah Anda bahkan keliatan pucat.” Bruce tidak dapat menutupi ekspresi khawatirnya. Ingin sekali dia menghampiri Maya dan merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya.Agaknya Maya sedang dalam mode menurut. Dia memberikan anggu
Juan tidak jadi mengajaknya ke rumah sakit. Pria itu membatalkan ajakannya dan malah menyuruh Maya beristirahat di kamarnya. Juan sadar wanita hamil itu pasti lelah setelah berjalan seharian. Maya setuju saja. Toh, kakinya memang lumayan bengkak karena terlalu lama berjalan.Di kamarnya, bukannya istirahat, Maya malah tampak sibuk sendiri. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang sejak dulu disimpan dengan rapi. Di dalam kotak itu terdapat banyak barang-barang pemberian Juan padanya.Maya mengeluarkan salah satunya, sebuah liontin hadiah ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Entah kapan jelasnya, mungkin perasaannya mulai beda sejak waktu itu. Sejak Maya melihat sang kakak dalam balutan jas berwarna kream, mengucapkan selamat ulang tahun dengan suara yang sangat merdu di telinganya.Saat itu Maya merasa sang kakak adalah Dewa Yunani. Sangat tampan, memesona, dan berhasil menarik perasaan cintanya untuk pertama kali. Maya seakan berikrar hanya akan mencintai Juan, pertama d
Juan kembali ke rumah sakit seorang diri. Setelah menyuruh Maya beristirahat, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Bruce. Rasanya dia harus menegaskan batasan pengawal itu dalam bertindak.“Jangan melewati batasanmu, Bruce!” Ucapan Juan yang berterus terang disambut dengan wajah datar oleh sang pengawal.“Apa maksud, Tuan Muda?”“Jangan berlagak tidak tahu. Saya dengan jelas melihat ketetarikan di mata kamu pada Maya.”Bruce terdiam beberapa saat. Setelahnya dia menarik sebelah bibirnya hingga membentuk seringai miring. “Baguslah jika Anda sudah tahu. Saya tidak perlu lagi menutupi perasaan saya.”Juan mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya mengeras mendapati respon Bruce yang seakan sengaja mengibarkan bendera perang padanya. “Lancang sekali kamu! Ingat posisimu. Kamu tidak pantas dengan Maya.”“Lalu siapa yang pantas? Jelas bukan Anda, kan? Karena saya yakin, And
Maya mendengar pintunya kembali diketuk. Dia memutar bola matanya malas, siapa lagi yang menganggunya di tengah malam seperti ini? Dengan kesal, dia turun dari ranjang. Melangkah lebar dan membuka pintu.“Ada ap—eh?” Maya kembali mengatupkan bibir. Tatapan yang tadinya kesal, berubah berbinar melihat siapa yang berada di depannya sekarang. “Juan?”Juan tidak menyahut, tatapannya berusaha menyelami kedua mata milik Maya. Seakan mencari sesuatu yang bisa membuat keyakinannya tumbuh. Wanita dengan linger satin yang sangat menggoda. Penampilan wanita itu seakan mengundangnya untuk melakukan hal lebih. Juan berusaha tidak terpengaruh, tetap menyelami tatapan di depannya.Namun tatapan saja rupanya tak cukup, Juan menggeleng pelan. Dengan gerakan tak terduga, dia segera menerjang Maya, sampai wanita itu mundur selangkah.Maya cukup terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Namun hanya berlangsung beberapa detik karena detik
Maya menatap minumannya dengan tatapan kosong. Tangannya menari di sekitar pinggiran gelas yang masih penuh. Baru seteguk, dan dia sudah merasa tidak berselera.Lagi, Maya beralih menatap sekitar, melihat hilir mudik orang-orang dengan koper besarnya. Suara mendayu resepsionis yang memberitahukan penerbangan menjadi pengisi suasana malam ini. Dirinya hanya duduk dan menikmati semua yang tertangkap matanya.Ya, Maya sudah membulatkan tekadnya untuk mengikuti Bruce ke Inggris. Selain untuk memulai hidup baru, tidak salahnya juga dia bersama pria itu. Sudah terbukti, hanya Bruce yang bisa menjaganya dan memberi rasa aman. Pria itu seakan menjamin sesuatu yang Maya cari; tempat berpulang.Keluarganya pun tidak ada yang melarang. Mereka seakan memasrahkan dirinya pada Bruce. Bahkan ayahnya berharap dirinya mau membuka hati segera. Kriss selalu menegaskan bahwa apa yang Bruce lakukan sejak dulu adalah ketulusan, bukti kesungguhan pria itu padanya. Maya hanya menjawab dengan senyuman kaku.D
Sedangkan di kamarnya, Mulan juga tak kalah sedih. Meski awalnya dia berusaha kuat, berpura-pura tidak peduli. Nyatanya dia sangat terpukul dengan kepergian Maya. Ada semacam beban di hatinya yang tidak terangkat, dan malah membuatnya terluka dari dalam. Bahkan mereka belum berbaikan. Mereka masih terlibat banyak masalah dan belum diselesaikan. Keduanya memiliki ego yang sama-sama tinggi tanpa ada satupun yang berniat mengalah."Sayang, jangan terlalu bersedih. Ingat anak kita," bujuk Juan yang mulai cemas dengan keadaan Mulan. Apalagi perempuan itu sampai terisak keras, bahunya bahkan bergetar hebat. Juan mulai khawatir berlebihan. Dia bukannya tidak ingin memahami kesedihan Mulan, tapi dia tidak ingin kesedihan wanita itu malah berakibat fatal pada calon buah hati mereka. "Aku hanya merasa bersalah pada Maya. Bagaimanapun secara tidak langsung aku yang sudah membuat hidupnya hancur. Andai dulu kami tidak pernah bertemu, mungkin Maya masih hidup bahagia. Maya tidak akan mengalami k
Saat mendengar Kriss sudah pulang, Bruce segera menemui lelaki itu di ruang kerjanya. Setibanya di sana ternyata sudah ada Juan yang tengah berbincang dengan Kriss."Ada apa?" Kriss langsung bertanya dengan sebelah alis yang dinaikkan.Bruce menatap Juan sekilas sebelum memusatkan pandangannya pada Kriss. "Saya akan membawa Maya segera," katanya mantap.Kriss dan Juan yang mendengarnya menampilkan ekspresi berbeda. Mereka menatap Bruce yang tampaknya tak masalah dengan pandangan mereka."Kenapa cepat sekali?" tanya Kriss yang masih belum rela jika Maya pergi. Padahal baru beberapa waktu mereka berkumpul, dan sekarang sudah ada yang harus pergi lagi."Ini demi kesehatan Maya juga. Dia membutuhkan tempat dan suasana baru untuk kesehatannya. Di sini dia selalu merasa tertekan dan itu tidak baik untuk kesehatan bayinya.""Tunggu! Apa yang kamu bicarak
Dengan telaten, Bruce menguapi Maya. Bubur yang awalnya ditolak mentah kini sudah habis tanpa sisa. Lelaki itu tersenyum tipis, merasa bangga karena berhasil membujuk wanita itu. Setelah selesai, beberapa pelayan masuk dan mengambil piring kotor. Sementara Bruce membantu Maya minum."Sudah?" tanyanya dengan suara yang berusaha lembut. Meski Bruce merasa geli sendiri. Dia tidak terbiasa bersikap demikian, tapi demi Maya, dia akan belajar.Maya mengangguk pelan. Dia membetulkan posisi bersandarnya yang langsung dibantu oleh Bruce. Lelaki itu sangat sigap dan teliti pada hal kecil yang Maya butuhkan."Sudah nyaman, kan?""Iya."Setelah itu kepada hening. Maya hanya diam dengan tatapan lurus ke arah tembok. Suasana yang terlalu hening membuat keduanya mendengar deru napas masing-masing. Maya tidak berani menoleh saat merasakan tatapan intens dari sampingnya. D
Dengan sekali dobrak, Bruce berhasil masuk. Dia langsung berlari ke dalam dan mencari keberadaan Maya. Ranjang dalam keadaan kosong, langkah kakinya makin terburu. Kali ini dia masuk ke dalam kamar mandi. Tanpa permisi membukanya dan menemukan Maya yang tergeletak di sana. Bruce melotot kaget.“Maya!” serunya dan segera berjongkok di dekat wanita itu. Wajah wanita itu pucat dengan penampilan yang basah kuyub. Entah berapa lama wanita itu berada dalam keadaan tersebut.Maya masih setengah sadar. Dia menatap Bruce dengan sayu dan tak bertenaga. “Bruce?” panggilnya dengn suara lirih.“Maya, kamu bisa mendengar saya?”Maya mengangguk lemah. Bruce segera membopong wanita itu keluar dari sana. Dia membawa Maya ke ranjang dan meletakkannya dengan hati-hati. Setelah itu dia mencari baju hangat untuk wanita itu dan memakaikannya tanppa malu. Beruntung Maya tidak melakukan pemberontakan. Mungkin karena tenaganya sudah sangat lema
Maya mengurung diri. Sejak pertengkarannya dengan Juan, wanita itu menolak orang yang ingin menjenguknya. Bahkan dengan sengaja mengunci pintu dan menutup semua akses masuk ke kamarnya. Makannya bahkan tidak teratur, Maya seakan tidak memikirkan kandungannya. Semua orang khawatir, tidak terkecuali Mulan dan Juan. Keduanya cemas dan merasa bersalah. “Jadi, bagaimana ini?” Mulan bergerak gelisah. Dia terus menatap ke arah kamar yang masih tertutup rapat. Juan segera merengkuh Mulan dan memeluknya dengan erat. “Jangan berdiri terus. Tidak baik pada baby kita,” tegurnya dan menggiring Mulan agar kembali duduk di sofa panjang bersama yang lain. Julian dan Joe pun hanya bisa diam tanpa tahu harus melakukan apa. Mereka sudah bergantian membujuk Maya, meminta wanita itu membuka pintu dan menyelesaikan masalah baik-baik. Namun bukannya menurut, Maya malah berteriak dan marah pada mereka. Empat orang di ruang tengah itu duduk dengan pikiran masing-masi
“Ada apa?” tanya Juan tak mau basa-basi.Kini mereka berada di ruang pribadi Joe. Ruangan yang berada di paling ujung dan tersendiri. Tempat yang biasanya digunakan hanya untuk sekadar berdiam dan menenangkan pikiran. Tidak banyak yang menginjakkan kaki di sini, karena sejak awal pun, Joe sudah memberi larangan keras.“Setelah kamu tahu semuanya, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Joe dengan tatapan lurus pada sang kakak. Dia mengamati bagaimana setiap eskpresi lelaki itu yang tampak bingung dan frutasi sendiri. Kurang lebihnya, dia tahu apa yang dirasakan lelaki di depannya ini.Juan menarik napas panjangnya sebelum menjawab. “Yang jelas aku harus bertanggung jawab pada Mulan. Karena bayi dalam kandungannya adalah milikku,” jawabnya tegas.“Lalu Maya?”Kali ini Juan membalas tatapan Joe dengan lebih rumit. Tentang Maya, jelas dia belum berpikir lebih.“Kamu tahu kan dia juga sedang menga
Kali ini Juan bangun lebih dulu. Dia merasakan sebuah beban di dadanya. Sata dia menoleh, seulas senyum terbit di pagi ini melihat siapa yang tengah memeluknya dengan erat, tak lupa kepala yang bersandar di dadanya.Jika kemarin dia sempat kecolongan, saat ini dia sengaja terbangun lebih dulu. Sekadar memastikan bahwa wanita itu tidak pergi seperti sebelumnya. Masih di sisinya, masih berada dalam pelukannya. Juan tidak akan membiarkannya lepas meski hanya sedetik pun. Mengingat dari pengalaman, wanita-wanita di sekitarnya terlalu cerdik membuat bualan yang membuatnya bingung sendiri.Saat ini Juan sudah tidak lagi bimbang. Dia sudah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya kemarin. Tentang perasaannya yang dipermainkan sedemikian rupa. Semalam adalah buktinya. Rasa wanita itu tidak pernah berubah. Masih sama, nikmat dan panas secara bersamaan.Juan merubah posisinya menjadi serong, agar makin leluasa menatap Mulan yang masih tertidur. Dia menyingkap anak rambu
Mulan yang ingin masuk ke dalam kamar, terpaksa menghentikan langkahnya. Dia menatap Juan yang tiba-tiba berdiri di samping pintu tanpa disadarinya. Entah sejak kapan pria itu di sana. Mungkin Mulan terlalu asyik melamun sampai tak menyadari hal tersebut. “Bisa bicara?” Mendengar pertanyaan pria itu, Mulan mengangguk. Kembali melanjutkan langkah dan membuka pintu kamar. “Di dalam saja,” katanya, sekaligus mempersilahkan Juan masuk. Juan mengikuti Mulan ke dalam. Duduk di single sofa panjang yang membawa mereka dalam kebisuan. Belum ada yang angkat bicara. Juan masih mengamati seluruh ruangan, menghapal setiap sisi kamar wanita itu dalam kepalanya. Sedangkan Mulan memilih diam dan menunggu apa yang akan pria itu katakan. Jujur saja dia masih sedikit canggung berdua dengan Juan. Sisi jalangnya selalu meronta, apalagi dengan hormon sialan ini. Rasanya Mulan ingin mengulang kejadian terakhir mereka. Saling menyentuh, saling memuaskan. Buru-buru Mulan meng