Setelah malam panjang yang berpeluh, Maya bangun lebih dulu. Hal pertama yang dirasakannya hanya tubuh yang terasa remuk redam. Belum lagi selangkangannya yang terasa perih. Dia melirik ke samping, Bruce masih tertidur dengan tenang di sana.
Sekelebat pengalaman mereka berputar kembali. Maya memukul kepalanya berkali-kali, mengutuk sikapnya yang sangat murahan hingga pasrah dengan perbuatan pria itu. Tak dipungkiri, dia pun menikmati. Rasa pria itu tidak mengecewakannya. Bruce memperlakukannya dengan hati-hati, penuh kelembutan, tapi cukup memuaskan di waktu bersamaan.
Entah Maya harus memaki atau menikmati. Terlalu naïf bila dia menyalahkan pria itu. Dia termenung, merasa bingung dengan dirinya saat ini.
“Sudah bangun?”
Suara bernada serak itu berhasil membuyarkan lamunan Maya. Dia menoleh dan melihat pria itu yang kini menyanggah kepalanya dengan tatapan lekat padanya. Pemandangan bak Dewa Yunani. Sangat menggairahkan di pagi seperti in
Entah bermimpi apa Maya semalam. Detik ini dia tidak berhenti mendapatkan kejutan. Bukan sesuatu yang menyenangkan, malah sebaliknya.Padahal detik sebelumnya dia merasa bahagia. Tentang perasaannya yang terasa ringan, entah karena percintaan panas atau Juan yang tiba-tiba minta maaf padanya. Keduanya membuat perasaanya lebih baikNamun, di detik berikutnya, Maya seakan terlempar ke neraka. Perasaannya hancur berkeping-keping. Kakinya seakan tidak kuat berpijak lagi. Hampir dia tumbang, tapi Bruce yang saat itu berada di ruangan yang sama dengannya, langsung sigap menahan bobot tubuhnya.Juan saja sampai mematung, kalah cepat dengan kegesitan Bruce.“Kamu tidak apa-apa?” bisik Bruce, yang hanya bisa didengar keduanya.Maya mengangguk lemas. Dia melepaskan rangkulan pria itu di pinggangnya. Dengan pelan, dia melangkah mendekati Mulan. Tatapannya kosong, sorot matanya tidak dapat diterjemahkan. Hingga saat dua wanita kembar itu berhadapan
“Anda mau ke mana, Nona?” Maya yang sudah berada di tangga terakhir menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan mendapati si pengawal esnya yang sudah berdiri menjulang dengan wajah datar. Maya mendengkus, sepagi ini dan dia sudah mendapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Entah kenapa memang sejak pertama Bruce berkerja dengannya, Maya merasa tidak menyukai pengawal itu. Pria itu terlalu dingin melebihi Juan. Apalagi saat Bruce melihatnya, seperti seekor singa yang menemukan kelinci kecil. Maya bergidik ngeri, dirinya selalu takut berdekatan terlalu lama dengan pria itu. “Nona?” “Apa?” sentak Maya tanpa sadar, tapi sedetik kemudian, dia membekap mulutnya kuat-kuat. Tatapannya membola, terkejut dengan nada suaranya yang meninggi. Dia mengamati ekspresi Bruce, takut-takut pengawal itu akan marah karena dibentaknya. Ayolah, Maya tidak akan seberani itu pada Bruce yang menyeramkan. Pria itu berkerja pada ayahnya, bukan padanya. Namun setelah b
Setelah menghabiskan beberapa jam untuk berbelanja, akhirnya Maya bisa bernapas lega saat semua barang yang dibutuhkannya sudah terbeli. Niat awal yang hanya ingin membeli susu dan cemilan, malah merembet ke barang lainnya yang terlihat lucu. Terlalu bersemangat sampai troli belanjanya penuh, beruntung ada Bruce yang membantu. Pengawal itu mengikutinya layaknya bayangan, tidak banyak bicara, tapi selalu ada.“Anda tidak mau makan dulu?” tanya Bruce, melirik pada Maya yang sudah duduk tenang di bangku penumpang.Wajah wanita hamil itu tampak pucat. Mungkin kelelahan juga karena berjam-jam menghabsikan waktu di luar. “Tidak perlu. Saya ingin langsung pulang.”“Tapi, Nona, Anda belum makan siang, wajah Anda bahkan keliatan pucat.” Bruce tidak dapat menutupi ekspresi khawatirnya. Ingin sekali dia menghampiri Maya dan merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya.Agaknya Maya sedang dalam mode menurut. Dia memberikan anggu
Juan tidak jadi mengajaknya ke rumah sakit. Pria itu membatalkan ajakannya dan malah menyuruh Maya beristirahat di kamarnya. Juan sadar wanita hamil itu pasti lelah setelah berjalan seharian. Maya setuju saja. Toh, kakinya memang lumayan bengkak karena terlalu lama berjalan.Di kamarnya, bukannya istirahat, Maya malah tampak sibuk sendiri. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang sejak dulu disimpan dengan rapi. Di dalam kotak itu terdapat banyak barang-barang pemberian Juan padanya.Maya mengeluarkan salah satunya, sebuah liontin hadiah ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Entah kapan jelasnya, mungkin perasaannya mulai beda sejak waktu itu. Sejak Maya melihat sang kakak dalam balutan jas berwarna kream, mengucapkan selamat ulang tahun dengan suara yang sangat merdu di telinganya.Saat itu Maya merasa sang kakak adalah Dewa Yunani. Sangat tampan, memesona, dan berhasil menarik perasaan cintanya untuk pertama kali. Maya seakan berikrar hanya akan mencintai Juan, pertama d
Juan kembali ke rumah sakit seorang diri. Setelah menyuruh Maya beristirahat, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Bruce. Rasanya dia harus menegaskan batasan pengawal itu dalam bertindak.“Jangan melewati batasanmu, Bruce!” Ucapan Juan yang berterus terang disambut dengan wajah datar oleh sang pengawal.“Apa maksud, Tuan Muda?”“Jangan berlagak tidak tahu. Saya dengan jelas melihat ketetarikan di mata kamu pada Maya.”Bruce terdiam beberapa saat. Setelahnya dia menarik sebelah bibirnya hingga membentuk seringai miring. “Baguslah jika Anda sudah tahu. Saya tidak perlu lagi menutupi perasaan saya.”Juan mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya mengeras mendapati respon Bruce yang seakan sengaja mengibarkan bendera perang padanya. “Lancang sekali kamu! Ingat posisimu. Kamu tidak pantas dengan Maya.”“Lalu siapa yang pantas? Jelas bukan Anda, kan? Karena saya yakin, And
Maya mendengar pintunya kembali diketuk. Dia memutar bola matanya malas, siapa lagi yang menganggunya di tengah malam seperti ini? Dengan kesal, dia turun dari ranjang. Melangkah lebar dan membuka pintu.“Ada ap—eh?” Maya kembali mengatupkan bibir. Tatapan yang tadinya kesal, berubah berbinar melihat siapa yang berada di depannya sekarang. “Juan?”Juan tidak menyahut, tatapannya berusaha menyelami kedua mata milik Maya. Seakan mencari sesuatu yang bisa membuat keyakinannya tumbuh. Wanita dengan linger satin yang sangat menggoda. Penampilan wanita itu seakan mengundangnya untuk melakukan hal lebih. Juan berusaha tidak terpengaruh, tetap menyelami tatapan di depannya.Namun tatapan saja rupanya tak cukup, Juan menggeleng pelan. Dengan gerakan tak terduga, dia segera menerjang Maya, sampai wanita itu mundur selangkah.Maya cukup terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Namun hanya berlangsung beberapa detik karena detik
Perlahan kelopak mata yang sejak tadi terpejam, mulai terbuka. Seperti kelopak bunga yang baru mekar, kuncupnya tidak langsung terbuka lebar.Mulan mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke retina matanya. Dia kembali menutup mata, hal yang malah membuat panik seseorang di dalam sana.“Mulan, please, jangan pingsan lagi!” bentak Alex tanpa sadar. Dia bahkan mengguncang bahu Mulan dengan kasar, berusaha membangunkan wanita itu agar tidak lagi pingsan.“Stop, Lex. Sialan!” umpat Mulan dengan kesal. Dia berusaha menyingkirkan tangan Alex itu di bahunya. Gara-gara ulah lelaki itu, pentingnya makin menjadi. Mulan membuka mata dan langsung menyorot Alex dengan tajam. “Fuck off!”Bukannya marah, Alex malah
Mendapatkan tamu tak diundang jelas bukan hal yang menyenangkan, apalagi bila tamu itu adalah orang yang tidak ingin ditemui. Mulan hanya diam, menatap sang tamu dengan tatapan kurang bersahabat. Bahkan Alex yang sejak tadi berada di dekatnya tak dia hiraukan.Maya, si tamu yang dimaksud sudah berdiri tegap di samping ranjang di mana Mulan beristirahat. Wanita yang dihindari Mulan sebisa mungkin malah datang dan mengagetkannya sesaat.“Hmm, aku keluar saja,” kata Alex yang merasa suasana mulai tegang. Dua wanita yang saling menatap lelat tanpa kata itu sama-sama butuh waktu. Tidak ada jawaban, Alex tetap keluar dan memberi waktu sebanyak mungkin.Sampai suara pintu terdengar, suara helaan napas panjang terdengar berikutnya. Maya yang sejak tadi berdiri, berjalan dan duduk di tempat Alex tadi. Tepat di samping Mulan. Dia memperhatikan setiap inci tubuh Mulan dengan seksama.“Bagaimana kabarmu?” tanyanya basa-basi. Suara yang terakhi