“Tunggu!” teriak Juan yang sudah mencekal Mulan lebih dulu.
Mulan yang sejak tadi berlari tak tentu arah, menghentikan kakinya dengan tubuh tegang. Dia kira sejak tadi yang mengejarnya adalah Alex, tapi kenapa malah Juan yang kini berdiri tegap di depannya. Ke mana perginya Alex?
Mulan berusaha menarik lengannya yang masih dicekal Juan, tapi pria itu seakan tidak ingin melepaskannya dengan mudah.
“Lepas.”
“Sebenarnya apa yang ada di pikiran kamu! Kamu tidak ingat sedang hamil, kenapa harus lari-larian,” omel Juan yang sejak tadi merasa khawatir. Padahal niatnya ingin berkata halus dan dan membujuk wanita itu, tapi tetap saja, rasa khawatir malah membuatnya kesal.
Juan sudah menahan diri untuk tidak memeluk Mulan saat ini. Bagaimanapun, Juan tahu etikanya. Mulan pasti akan risih bila dirinya terlalu agresif.
“Kamu baru saja sembuh. Jangan membahayakan kandunganmu,” lanjutnya karena belum mendapa
Alex menemui Mulan, duduk berdampingan dengan wanita itu. Mereka masih di rumah sakit, tertahan karena Juan dan Joe yang terus mengintai keberadaan mereka. Seakan tidak membiarkan sesenti saja pergi. Dua bersaudara itu terus memaksa Mulan untuk tinggal dengan mereka.Padahal Alex sudah ingin membawa Mulan ke apartemennya sendiri. Namun, bila berhadapan dengan dua pria dan pengawalnya yang lumayan banyak, tetap saja Alex mengalah. Tidak ingin menimbulkan kericuhan“Maaf, ya, kamu juga terjebak di sini karena aku,” sesal Mulan, menatap Alex dengan sendu.Alex memberikan senyum menenangkan, mengusap surai hitam Mulan dengan lembut. Hal kecil yang tak luput dalam perhatian Juan. Alex tersenyum dalam hati. Memiliki kesenangan sendiri menggoda pria itu.“Jangan pikirkan itu. Aku tidak masalah di sini sama kamu,” katanya sok manisMulan yang tadinya berwajah sendu, berubah bingung dengan sikap kawannya itu. Namun, kedipan pria itu
Bruce menyelipkan sebatang rokok di sela jarinya. Menghisap nikotin itu sedalam-dalamnya, dan memainkan asapnya keluar perlahan mulut. Pikirannya sedang tidak tenang, dan beberapa batang nikotin mungkin bisa membantu menenangkan sarafnya.Pikirannya kembali melayang tentang Maya. Pada pertemuan mereka pertama kali dan bagaimana perasaannya terpikat pada wanita itu.Bruce yang saat itu baru menyelesaikan pendidikan militernya, mendapatkan tawaran dari Kriss sebagai pengawal pribadi pria itu. Bruce jelas menolak. Cita-citanya ingin menjadi prajurit negara, bukan malah melindungi sebuah keluarga dengan bisnis besarnya.Namun, saat tak sengaja Bruce melihat Kriss dengan putrinya pertama kali, saat itulah ada yang berdesir di dadanya. Wajahnya yang datar hanya menatap Maya dengan tajam. Merekam setiap sikap anggun dan tutur lembut yang mampu menggetarkan dadanya.Untuk pertama kalinya, Bruce melakukan sesuatu yang irasional. Dia menyetujui permintaan Kriss tan
Setelah malam panjang yang berpeluh, Maya bangun lebih dulu. Hal pertama yang dirasakannya hanya tubuh yang terasa remuk redam. Belum lagi selangkangannya yang terasa perih. Dia melirik ke samping, Bruce masih tertidur dengan tenang di sana.Sekelebat pengalaman mereka berputar kembali. Maya memukul kepalanya berkali-kali, mengutuk sikapnya yang sangat murahan hingga pasrah dengan perbuatan pria itu. Tak dipungkiri, dia pun menikmati. Rasa pria itu tidak mengecewakannya. Bruce memperlakukannya dengan hati-hati, penuh kelembutan, tapi cukup memuaskan di waktu bersamaan.Entah Maya harus memaki atau menikmati. Terlalu naïf bila dia menyalahkan pria itu. Dia termenung, merasa bingung dengan dirinya saat ini.“Sudah bangun?”Suara bernada serak itu berhasil membuyarkan lamunan Maya. Dia menoleh dan melihat pria itu yang kini menyanggah kepalanya dengan tatapan lekat padanya. Pemandangan bak Dewa Yunani. Sangat menggairahkan di pagi seperti in
Entah bermimpi apa Maya semalam. Detik ini dia tidak berhenti mendapatkan kejutan. Bukan sesuatu yang menyenangkan, malah sebaliknya.Padahal detik sebelumnya dia merasa bahagia. Tentang perasaannya yang terasa ringan, entah karena percintaan panas atau Juan yang tiba-tiba minta maaf padanya. Keduanya membuat perasaanya lebih baikNamun, di detik berikutnya, Maya seakan terlempar ke neraka. Perasaannya hancur berkeping-keping. Kakinya seakan tidak kuat berpijak lagi. Hampir dia tumbang, tapi Bruce yang saat itu berada di ruangan yang sama dengannya, langsung sigap menahan bobot tubuhnya.Juan saja sampai mematung, kalah cepat dengan kegesitan Bruce.“Kamu tidak apa-apa?” bisik Bruce, yang hanya bisa didengar keduanya.Maya mengangguk lemas. Dia melepaskan rangkulan pria itu di pinggangnya. Dengan pelan, dia melangkah mendekati Mulan. Tatapannya kosong, sorot matanya tidak dapat diterjemahkan. Hingga saat dua wanita kembar itu berhadapan
“Anda mau ke mana, Nona?” Maya yang sudah berada di tangga terakhir menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan mendapati si pengawal esnya yang sudah berdiri menjulang dengan wajah datar. Maya mendengkus, sepagi ini dan dia sudah mendapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Entah kenapa memang sejak pertama Bruce berkerja dengannya, Maya merasa tidak menyukai pengawal itu. Pria itu terlalu dingin melebihi Juan. Apalagi saat Bruce melihatnya, seperti seekor singa yang menemukan kelinci kecil. Maya bergidik ngeri, dirinya selalu takut berdekatan terlalu lama dengan pria itu. “Nona?” “Apa?” sentak Maya tanpa sadar, tapi sedetik kemudian, dia membekap mulutnya kuat-kuat. Tatapannya membola, terkejut dengan nada suaranya yang meninggi. Dia mengamati ekspresi Bruce, takut-takut pengawal itu akan marah karena dibentaknya. Ayolah, Maya tidak akan seberani itu pada Bruce yang menyeramkan. Pria itu berkerja pada ayahnya, bukan padanya. Namun setelah b
Setelah menghabiskan beberapa jam untuk berbelanja, akhirnya Maya bisa bernapas lega saat semua barang yang dibutuhkannya sudah terbeli. Niat awal yang hanya ingin membeli susu dan cemilan, malah merembet ke barang lainnya yang terlihat lucu. Terlalu bersemangat sampai troli belanjanya penuh, beruntung ada Bruce yang membantu. Pengawal itu mengikutinya layaknya bayangan, tidak banyak bicara, tapi selalu ada.“Anda tidak mau makan dulu?” tanya Bruce, melirik pada Maya yang sudah duduk tenang di bangku penumpang.Wajah wanita hamil itu tampak pucat. Mungkin kelelahan juga karena berjam-jam menghabsikan waktu di luar. “Tidak perlu. Saya ingin langsung pulang.”“Tapi, Nona, Anda belum makan siang, wajah Anda bahkan keliatan pucat.” Bruce tidak dapat menutupi ekspresi khawatirnya. Ingin sekali dia menghampiri Maya dan merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya.Agaknya Maya sedang dalam mode menurut. Dia memberikan anggu
Juan tidak jadi mengajaknya ke rumah sakit. Pria itu membatalkan ajakannya dan malah menyuruh Maya beristirahat di kamarnya. Juan sadar wanita hamil itu pasti lelah setelah berjalan seharian. Maya setuju saja. Toh, kakinya memang lumayan bengkak karena terlalu lama berjalan.Di kamarnya, bukannya istirahat, Maya malah tampak sibuk sendiri. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang sejak dulu disimpan dengan rapi. Di dalam kotak itu terdapat banyak barang-barang pemberian Juan padanya.Maya mengeluarkan salah satunya, sebuah liontin hadiah ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Entah kapan jelasnya, mungkin perasaannya mulai beda sejak waktu itu. Sejak Maya melihat sang kakak dalam balutan jas berwarna kream, mengucapkan selamat ulang tahun dengan suara yang sangat merdu di telinganya.Saat itu Maya merasa sang kakak adalah Dewa Yunani. Sangat tampan, memesona, dan berhasil menarik perasaan cintanya untuk pertama kali. Maya seakan berikrar hanya akan mencintai Juan, pertama d
Juan kembali ke rumah sakit seorang diri. Setelah menyuruh Maya beristirahat, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Bruce. Rasanya dia harus menegaskan batasan pengawal itu dalam bertindak.“Jangan melewati batasanmu, Bruce!” Ucapan Juan yang berterus terang disambut dengan wajah datar oleh sang pengawal.“Apa maksud, Tuan Muda?”“Jangan berlagak tidak tahu. Saya dengan jelas melihat ketetarikan di mata kamu pada Maya.”Bruce terdiam beberapa saat. Setelahnya dia menarik sebelah bibirnya hingga membentuk seringai miring. “Baguslah jika Anda sudah tahu. Saya tidak perlu lagi menutupi perasaan saya.”Juan mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya mengeras mendapati respon Bruce yang seakan sengaja mengibarkan bendera perang padanya. “Lancang sekali kamu! Ingat posisimu. Kamu tidak pantas dengan Maya.”“Lalu siapa yang pantas? Jelas bukan Anda, kan? Karena saya yakin, And