"Cepat sekali makhluk itu berenang!"
"Hei, apa yang kalian lakukan?"
"Sst... diam dulu Serenada! Kami sedang mengejar makhluk aneh itu."
Badannya yang kira-kira sebesar manusia itu tak membuatnya lambat dalam berenang. Gerakan sirip belakangnya nampak cepat sekali. Makhluk itu akhirnya menengok ke belakang. Sepertinya dia tahu kalau kami mengikutinya.
"Astaga! Wajahnya menjijikkan sekali!"
"S-seperti manusia tapi dipenuhi apa itu...? Hm...ya, menurut informasi di kacamataku badannya dipenuhi sisik. Termasuk di beberapa bagian wajahnya."
"Fokus kita kejar saja, Dova! Eeeh... apa ini?"
"Gerombolan ikan? Uwaaaa...!"
"Duk! duk! duk!"
Akhirnya hilang juga sebanyak apa ikan yang sempat menabrak kaca depan SKYLAR. Untung saja kacanya tidak pecah. Tapi kami jadi kehilangan jejak makhluk tadi. Kemana perginya ya?
"PERINGATAN! OKSIGEN SUDAH MENIPIS!"
"Kita naik ke permukaan dulu untuk mengambil oksigen. Naikkan tuasn
Aku mendekati Serenada dan Asnee, mereka berdua nampak bahagia membuat bangunan dari pasir. Meski menurutku bentuknya aneh. Dova sebenarnya mengajakku ke tempat lain. Tapi aku tak mau dan memilih disini saja. Tiba-tiba air laut datang dan menghancurkan apa yang sudah dibuat oleh mereka berdua."Kita terlalu dekat dengan laut, jadi ombak mudah sekali menghancurkan buatan kita.""Nah, aku baru tahu. Jadi air laut yang mendekati daratan disebut ombak ya."Asnee hanya mengangguk. Dia sibuk membuat yang baru lagi. Dova berdiri diantara kami semua dan menantang untuk saling membuat sesuatu dari pasir di pantai ini."Apa saja! Tidak harus bangunan.""Baiklah, siapa takut?""Kita bagi jadi dua tim saja! Aku dan Asnee sedangkan kau dan Artemis.""Hehe... karya kami akan lebih bagus. Ayo, Artemis!"Sinar matahari semakin panas, tapi tidak kami hiraukan. Dova sudah lupa dengan masalah yang tadi. Dia fokus dengan tantangan yang dibua
"Tapi, aku mau tahu tentang Profesor Madrosa!""Ayolah, Artemis. Apa butuh secepat itu? Kita bisa santai dulu disini. Lihatlah pemandangannya, indah bukan?"Aku bukan penikmat pemandangan saat matahari bersinar. Lebih suka melihat suasana malam hari saat bulan nampak di langit. Dova nampaknya menikmati hembusan angin di pantai ini."Haah... aku bosan!"Ku biarkan saja Dova berdiri didekat pohon kelapa. Aku memilih kembali ke tempat Alara tadi. Tapi, kemana dia ya?Aku tidak melihatnya lagi. Sekitar pondok itu ku cari tapi tak ada tanda-tanda remaja perempuan itu ada disini. Dova akhirnya menghampirku juga."Apa yang kau cari Artemis?""Alara. Bukannya tadi dia disini bukan?""Mungkin dia ada sesuatu yang harus diselesaikan dan pergi begitu saja.""Yaah... mungkin. Nah, disana ada orang. Hei, dia mirip sekali denganmu Dova!""Ah, baru kali ini aku tahu ada orang yang mirip dengan... hei tunggu aku Artemis!"
Aku terkejut mendengar nama itu disebut. Ternyata bukan hanya aku, tapi semuanya. Alara juga terkejut melihat kami sudah ada di rumah Ericko. Ia langsung saja masuk dan membawa tas penuh isi barang."Kebetulan sekali, sebenarnya aku tadi mencari kalian di pantai. Pantas saja sudah tidak ada, ternyata kalian disini.""Hm... apa yang kau bawa?""Banyak, Dova. Nah, liahtlah! Ada banyak sampah elektronik yang dibuat disana. Pilih saja sendiri."Mata Dova membelalak seperti melihat harta karun saat isi tas Alara dituang ke lantai. Ericko agaknya mengernyitkan dahi. Masih tidak habis pikir baginya ada sampah yang masih berharga."Memangnya untuk apa?""Jangan salah, aku biasa memanfaatkan seperti ini untuk membuat barang baru bahkan senjata."Sedikitnya aku menjelaskan apa pekerjaan Dova selama ini. Ericko mulai paham dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia bilang Dova seperti ayah angkatnya yang suka sekali mengumpulkan sisa be
Sambil menunggu Dova memilah barang yang dibawa oleh Alara, aku dan Serenada melihat apa saja yang ada di laboratorium pribadi milik Ericko ini. Serenada tertarik dengan Ikan di tabung kaca besar."Ikan ini tidak seperti yang ada di lautan.""Ehehe... tentu saja. Aku mengutak-atik DNA tubuhnya agar menghasilkan warna dan corak baru."Ericko juga bercerita kalau dia adalah bagian dari ilmuwan muda untuk pemerintah. Tugasnya adalah meneliti dan memantau sejauh apa perkembangan hewan Chimaera khususnya di wilayah Nuuswantaara. Jika ada yang sekiranya berbahaya, maka dia dan anggota timnya akan memburu hewan itu untuk dibunuh."Chimaera akan sangat berbahaya jika tidak dikendalikan. Dwatta Island memang sudah terkenal akan ragamnya hewan Chimaera. Saat ini masih terkontrol dengan baik.""Berarti banyak juga ilmuwan disini yang mempelajari dan mengembangkan Chimaera ini ya.""Tidak juga! Rata-rata mereka dari luar area ini. Mereka kes
Ericko sudah mempersiapkan segala barang yang akan dibawanya. Ia masih berharap Alara baik-baik saja. Raut wajahnya nampak khawatir. Aku berusaha meyakinkannya, bahwa kita sudah bertindak cepat. Meski hari sudah gelap."Terima kasih, Artemis. Tapi aku sangat khawatir padanya.""Aku tahu itu, kita langsung berangkat saja. Ericko, kau didepan bersama Orama. Biar kami mengikuti di belakang.""Baiklah, tapi hanya siapa tadi namanya yang tidak membawa alat seperti kalian?""Namaku Asnee! Tenang saja, tanpa alat apapun aku sudah biasa berlari cepat."Asnee hanya mengedipkan sebelah matanya. Saat Ericko menaiki punggung Orama, dia sudah mengubah tubuhnya menjadi setengah Rusa.***Setidaknya lampu senter dari Hexacycro cukup membantu untuk melihat jalan di depan. Kami melewati jalur dimana tas milik Alara tadi siang ditemukan. Saat melewatinya, posisi tas dan barangnya masih ada disana."Apakah masih jauh dari sini?"
Perlahan cahaya ledakan itu meredup. Aku, Serenada, Asnee dan Ericko sudah pasrah. Dova belum juga menampakkan wujudnya dihadapan kami. "Apa perlu kita kembali kesana?" "Ayo kita coba kesana lagi, Serenada!" "Jangan!" Anehnya, Ericko mencegahku. Dia juga baru tersadar kalau Asnee tidak dalam wujud manusia biasa. Melainkan wujud setengah rusanya. Itu juga tidak bisa berlari ke arah Dova tertinggal. Ekornya digigit oleh Orama. "Lepaskan, Orama! Itu sakit!" "Nguiiik...." "Tunggu! Ada yang mendekat pada kita!" Cahaya lampu yang perlahan nampak jelas di mataku. Aku nyaris tak percaya! Serenada sudah berteriak kegirangan sambil sedikit melompat diatas Hexacycro miliknya. Dova masih hidup dan susah payah dia menggendong Alara dengan menaiki Hexacycro miliknya. Nampak bagian kiri jas laboratoriumnya terkoyak parah dan ada bekas terbakar. Mata kirinya menutup dengan darah yang terus mengalir. Dia
Sampai besoknya, Dova masih belum sadarkan diri. Aku dan Serenada diijinkan tinggal sementara waktu di rumah Dexta. Entah bagaimana kabar Alara disana? Mereka juga belum menemui kami disini. Dexta mengajakku berbicara empat mata di dalam laboratoriumnya. Sambil melihat kondisi Dova. Mata siberkinetiknya sudah lebih rapi. Tidak nampak kabel berserabut keluar. Memang kalau dilihat saja itu nampak berat. Setidaknya ini lebih nyaman untuk dilihat. "Kalau tidak keburu pergi, ada banyak yang mau aku lakukan untuk penyempurnaan mata siberkinetiknya." "Silahkan saja, Dexta. Tapi aku masih khawatir dengan kondisi psikologisnya. Dia masih belum bisa menerima ini semua." Dexta menepuk pundakku dengan mantap. Dia berkata bahwa hanya seorang sahabat yang mampu membuatnya menerima ini semua. Kondisinya sebenarnya sama saja andai dibiarkan satu matanya buta. Dova tetap tak menerima kenyataan yang terjadi pada dirinya. "Oh ya, soal profesor Madros
Kita menuju ke rumah Ericko, tentunya bersama Serenada dan Dova. Alara masih tak sadarkan diri dengan wujud Siren. Ericko bingung luar biasa, sebab dia tak tahu lagi harus berbuat apa. Tangan kanannya masih menggenggam batu aneh berwarna hijau tosca."Aku sudah berusaha meneliti batu ini, tapi aneh! Ada zat yang tidak dikenali jika batu ini coba untuk di ekstrasi. Zat itulah yang ternyata bisa menyatu pada DNA Alara dan membuatnya berubah menjadi seperti ini."Keningnya makin berkerut sambil memutar batu itu. Lalu ia memandang Alara kembali. Serenada memberi usul agar Alara dimasukkan ke dalam aquarium milik Ericko yang berbentuk tabung besar itu."Tapi, itu sempit untuk Alara.""Kurasa dia butuh air.""Sedari tadi sudah kuberi air, Serenada. Lihatlah! Sampai air di wadah ini sudah habis lagi. Aku siramkan perlahan di bagian sirip ikannya. Tapi langsung mengering begitu saja.""Kau punya bak untuk berendam di kamar mandi?""Saya
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."