Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.
Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku.
"Haah... sepertinya aku butuh baju baru."
Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku.
"Eh, hampir saja ini jatuh!"
"Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?"
"Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?"
"Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
"Silahkan ID Anda..."Suara AI atau Artificial Intelligence yang keluar dari mesin penerima tamu di hadapanku itu sangat khas. Seringkali suaranya membuatku tak sadar kalau itu bukan manusia, melainkan mesin. Segera ku tunjukkan lengan kiri yang terdapat tato mirip barcode ke arah sensor mesin tadi."ID diterima! Silahkan masuk Tuan Artemis."Pintu megah dihadapanku itu terbuka lebar. Kini aku disambut oleh dua robot humanoid yang nyaris mirip manusia. Wajah, kekenyalan kulit dan warna, kedipan mata mereka semua nyaris sama. Hanya perbedaannya, gerakan mereka masih nampak kaku."Mari kami antar, Tuan. Kamar anda ada di lantai 10.""Saya bawakan barang bawaan anda, Tuan."Kedua robot itu memang cukup membantu, meski sesekali aku ingin membawa tasku sendiri. Anggap saja ini olahraga. Tapi dua robot humanoid itu keburu mengambil tasku. Ya sudahlah...."Oh, maaf...."Mungkin kalian masih bingung. Teknologi ini belum ada di masa kalian hidup. Jika kalian membaca tulisan ini, maka artinya ka
Jalanan di tahun 2050 tak terlalu ramai, hanya beberapa Flying Skate saja yang nampak masih melayang di gelapnya malam. Setelah alat teletransporter ditemukan, mereka lebih memilih menggunakan itu. Meski masih ada manusia yang sadar akan kesehatannya hingga rela jalan kaki agar tetap terjaga kebugaran tubuhnya. Ini wajar dilakukan oleh mereka yang memang terlahir secara murni melalui rahim seorang ibu.Sangat berbeda denganku yang lahir di laboratorium saat masa transisi. Manusia buatan sepertiku daya tahan tubuhnya lebih baik. Bahkan aku tak akan cepat menua seperti mereka yang terlahir alami."Aah... sampai juga di rumah. Halo W115, aku pulang!""Selamat datang kembali, Tuan Artemis. Mau saya buatkan teh hangat?""Tidak, W115! Buatkan kopi hitam saja untukku."W115 adalah robot rumah tangga disini sekaligus sahabatku juga. Selama rumah ku tinggalkan, dia yang mengurus semuanya. Terdengar suara guntur dari luar. Ah...hujan lagi! Tapi di masa ini hanya ada hujan buatan termasuk sinar m
Tuan Putri Serenada adalah perempuan tipe pemaksa. Semua orang harus mau menuruti apa katanya. Apa boleh buat? Lebih baik ku ikuti saja dulu kemana dia mengarah nantinya."Yaa... baiklah!""Yeah! Itu baru Artemis, temanku! Aku mau melihat apa alat pemutar musik yang kita temukan tadi ada isi memorinya atau tidak?""Ini cuma alat kuno biasa. Tidak ada isinya!"Serenada langsung merebutnya dariku. Tentu saja itu buatku terkejut. Dia melihat lebih teliti lagi benda itu."Kau kurang teliti. Bagaimana mungkin orang sepertimu bisa menjadi Arkeolog?"Nah, mulai lagi dia meledekku. Serenada memaksa membuka pemutar musik itu dan tiba-tiba ada yang terjatuh saat alat itu terbelah menjadi dua."Hei, alatnya rusak! Kalau sudah begini jadi tidak berharga lagi."Serenada tak menghiraukanku. Dia mengambil benda kecil tadi yang terjatuh. Lalu menunjukkannya padaku. Rupanya ada memori yang hampir sama bentuknya dengan yang tadi."Kita lihat apa isi memori ini."Saat memori tadi dimasukkan ke dalam alat
Lama kami bertiga hanya terdiam. Sial! Aku kini terjebak pada situasi semacam ini. Tak pernah kusangka kalau manusia di dalam Dome sudah banyak yang penasaran dengan dunia di luar sana."Jadi, bagaimana Artemis? Hanya kau yang sedari tadi diam. Tapi, aku tidak akan membiarkanmu untuk berkata TIDAK."Senyum Dova berubah menjadi sinis, ia sepertinya mulai membaca pikiranku. Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Kulihat tangannya menekan sesuatu pada meja putih bundar.Dinding di samping Dova terbuka layaknya laci. Ia mengeluarkan sesuatu dari sana. Saat kusadari benda apa itu, reflek kakiku mundur satu langkah. Itu senjata penghapus data! Bagaimana dia bisa memilikinya?"Baiklah, aku ikut saja!""Bagus, itu yang ingin kudengar darimu Artemis.""Jangan bercanda dengan senjata itu, Dova!""Aku tidak bercanda kali ini, Tuan Putri! Ini adalah misi rahasia yang sangat ku jaga dengan rapat. Kalau Artemis berani menolak atau melapor ke robot polisi, lebih baik datanya kuhapus saja."Aku bernapas
"Dova, ayo bantu kami!""Iya, aku datang! Ayo segera bawa ke ruangan.""Bruuk!"Debu berterbangan di dalam ruangan membuat kami terbatuk sesaat. Mesin penghisap debu otomatis di dalam ruangan segera bekerja. Kini ruangan kembali bersih. Benda hitam kotak apa ini? Seluruh lapisan benda ini ditutupi kain hitam."Ini alat elektronik jaman dulu?""Sepertinya bukan Artemis, lebih baik kita buka dulu."Kami mencoba membuka kain penutupnya terlebih dahulu. Barulah nampak ini adalah sebuah kotak kayu. Dova membersihkan permukaannya dengan kain tadi."Hanya kotak kayu biasa, tapi kenapa bisa seberat itu ya?""Supaya kita tahu, buka saja dengan Laser Pembelah.""Kalian berdua minggirlah! Biar aku yang membukanya."Dova mulai membelah kotak itu dengan sangat hati-hati. Aku dan Serenada hanya bisa melihatnya sampai akhirnya satu sisi kotak itu terbuka dan isinya berhamburan."Astaga! Apa ini?""Ini disebut buku, Tuan Putri. Jaman dulu orang membuat buku dengan kertas yang berasal dari pohon. Rupan
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."