Tuan Putri Serenada adalah perempuan tipe pemaksa. Semua orang harus mau menuruti apa katanya. Apa boleh buat? Lebih baik ku ikuti saja dulu kemana dia mengarah nantinya.
"Yaa... baiklah!""Yeah! Itu baru Artemis, temanku! Aku mau melihat apa alat pemutar musik yang kita temukan tadi ada isi memorinya atau tidak?""Ini cuma alat kuno biasa. Tidak ada isinya!"Serenada langsung merebutnya dariku. Tentu saja itu buatku terkejut. Dia melihat lebih teliti lagi benda itu."Kau kurang teliti. Bagaimana mungkin orang sepertimu bisa menjadi Arkeolog?"Nah, mulai lagi dia meledekku. Serenada memaksa membuka pemutar musik itu dan tiba-tiba ada yang terjatuh saat alat itu terbelah menjadi dua."Hei, alatnya rusak! Kalau sudah begini jadi tidak berharga lagi."Serenada tak menghiraukanku. Dia mengambil benda kecil tadi yang terjatuh. Lalu menunjukkannya padaku. Rupanya ada memori yang hampir sama bentuknya dengan yang tadi."Kita lihat apa isi memori ini."Saat memori tadi dimasukkan ke dalam alat pembaca, tiba-tiba muncul gambar. Oh, hanya foto jaman dulu. Eh, tapi tunggu dulu! Ini foto-foto yang menunjukkan kondisi Bumi jaman dulu. Memang kuakui kondisi alamnya masih bagus dipenuhi dengan hijauan tanaman.Tuan Putri Serenada asik melihat kumpulan foto dalam proyeksi. Tapi kurasa, ini sangat berbahaya! Bagaimana jika robot polisi tahu akan hal ini? Aku segera menjatuhkan alat itu. Jika ada file semacam ini di benda yang kami temui biasanya sudah dihancurkan."Kau gila ya! Aku baru saja mau melihat foto yang lain. Kenapa alatnya malah dijatuhkan?""Kumpulan foto tadi berbahaya! Sama saja dengan pelanggaran disini, bagaimana kalau robot polisi yang sedang patroli tahu akan hal ini?Orang tidak boleh tahu, bahwa dulu Bumi punya aneka macam tanaman asli bukan hasil pengembangbiakan kultur sel dari tanaman aslinya. Sebab di masa sekarang, susah mengembangkan tanaman atau binatang yang ada di jaman dahulu. Semuanya sudah kami anggap musnah. Tanaman yang ada sekarang pun dikembangkan dalam laboratorium hanya untuk menghasilkan oksigen saja."Letakkan saja alatnya di bawah. Supaya sinarnya tidak terlalu nampak dari luar jendela.""Lalu bagaimana kita melihatnya?""Seperti orang tiarap saja, Artemis."Posisi ini kurang enak, tapi sejujurnya aku masih penasaran. Kami berdua melihat kembali isi memori itu, tapi tiba-tiba terdengar suara musik yang cukup kencang dari alat pembaca memori tadi."Matikan alat itu, Serenada!""Iya, sabar dikit! Mana tombol powernya ya? Nah, ini dia!"Aku dan Serenada bernapas lega. Suara musik tadi nyaris membuatku ingin berlari dan loncat melalui balkon yang ada di luar kamarku ini."Maaf ini otomatis. Tapi foto-foto tadi membuatku takjub. Benar dulu Bumi sangat indah."'Ya, itu Bumi yang dulu sebelum masa transisi. Mungkin kau belum lahir.""Kita tidak akan menemukan tanaman dan makhluk lainnya lagi di luaran sini, Artemis. Semuanya sudah digantikan oleh buatan manusia. Seperti robot misalnya.""Tapi tanaman masih ada di laboratorium. Berbeda dengan di foto tadi, tanaman tersebar luas. Andai itu semua masih ada.""Atau mungkin itu masih ada...?""Hah? Ulangi lagi kata-katamu Serenada!""Eh, tidak jadi!"Aku curiga Serenada sudah mengetahui sesuatu tentang dunia luar. Mungkin sudah banyak yang dia lihat dari benda elektronik kuno yang kami termukan. Beruntungnya dia anak Tuan Presiden. Masih bisa lolos dari hukuman yang ditetapkan ayahnya sendiri."Jadi, bagaimana Artemis? Masih kau tidak percaya tentang dunia di luar Dome?""Itu dulu, Serenada! Kita tidak tahu kondisi sekarang seperti apa?""Novan tahu, Artemis. Dia sudah pernah melihatnya dari....""Ah, sudahlah! Aku mau tidur, Serenada. Besok kita lanjutkan lagi. Apa perlu aku antar kau sampai rumah? Ini sudah malam.""Eeh... tidak usah! Aku bisa pulang sendiri. Tapi janji ya, kita akan bicarakan lagi soal ini.""Iya, ya! W115, kemarilah!""Anda memanggil saya, Tuan?""Ya, tolong antarkan Tuan Putri Serenada sampai ke pintu.""Baik, Tuan Artemis. Lewat sini, Tuan Putri.""Iya, aku sudah tahu jalannya!"Aku tidak ikut turun mengantar Serenada. Dia nampak kesal karena aku mengusirnya. Hanya kulihat saja dari lantai dua sampai dia benar-benar menghilang dari pintu utama rumah ini. Baru aku masuk ke kamar lagi."Baiklah, sekarang saatnya tidur.""Janji ya, Artemis! Kita akan bicara lagi soal ini."Jantungku rasanya mau copot melihat Serenada terbang mendekati balkon kamarku. Usai berkata begitu, dia langsung terbang dengan Flying Skate miliknya. Aku hanya berkacak pinggang melihatnya pergi menjauh. Sepertinya dia sempat tersenyum jahil sebelum pergi tadi.***Didalam Dome memang keamanan lebih terjaga. Kami bisa tidur tenang setiap hari, tanpa harus memikirkan kasus kriminal yang ada. Sebab peraturan disini membuat siapapun takut untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum.Tapi rasanya setelah malam ini, setiap hari semuanya akan berubah. Aku sudah tahu sesuatu hal yang tak boleh kuketahui. Apakah itu sebuah pelanggaran?"Eh, alat pembaca memori? Kenapa masih ada disini?"Serenada lupa membawanya, lebih baik ini disimpan saja. Besok akan aku kembalikan diam-diam ke laboratorium.***Hari ini tidak ada laporan penemuan benda. Aku dan Serenada berada di laboratorium bersama Dova. Diam-diam ku kembalikan alat itu ke raknya."Aku sejak kemarin mencari pembaca memori. Kemana benda itu ya?"Serenada yang tahu nampak tak peduli. Wajah Dova sudah berkerut dan sesekali mendengus kesal. Seingatnya dia menaruh di tempat yang sama di atas rak."Nah, kok ada lagi di rak ini. Aneh, kemarin tidak ada sama sekali!""Mungkin kau lupa, Dova.""Tidak, Tuan Putri Serenada. Aku selalu meletakkan alat kembali ke asalnya atau....""Jangan berpikir kalau ada penyusup disini. Untuk masuk saja susah butuh ID. Selama ini hanya kita bertiga bukan?""Benar, itu artinya ada yang mengambilnya diantara kita bertiga."Suasana sesaat hening. Aku dan Tuan Putri Serenada merasakan sesuatu hal yang tak biasa. Kami berdua tak berani menengok ke wajah Dova. Apalagi aku yang diam-diam mengembalikannya ke tempatnya semula."Hei, bukan aku pelakunya!""Aku untuk apa mengambilnya? Cara memakainya saja tidak tahu!"Dova masih saja diam. Firasatku tidak enak! Suasana disini rasanya berubah total. Pundakku dan Serenada tiba-tiba dipegangnya."Lepaskan, Dova! Jangan menakutiku seperti itu!""Maaf, Tuan Putri Serenada dan Artemis. Tapi aku merasakan sesuatu yang berbeda pada kalian berdua."Apakah Dova tahu apa yang aku dan Serenada lakukan tadi malam? Meminjam alat itu tanpa izin? Ah, lagipula itu kerjaan Serenada. Bukan aku!"Kalian ikutlah bersamaku...."Dova benar-benar nampak berbeda. Aku dan Serenada hanya mampu saling memandang. Tanda tanya besar bagi kami berdua tentang apa yang akan dilakukannya pada kami. Hanya bisa mengikutinya dalam diam.Saat Dova meraba bagian tertentu pada dinding laboratorium, tiba-tiba bergeser dan terbuka layaknya pintu rahasia. Ukurannya tidak terlalu besar dan untuk memasukinya, kami harus menunduk sambil terus berjalan. Sampai akhirnya kami ada di sebuah ruangan yang hanya ada meja bundar satu dan dua tempat duduk."Dova, ruangan apa ini? Aku tidak pernah tahu sebelumnya.""Bahkan ayahmu pun tidak akan pernah tahu, Tuan Putri."Mata Serenada langsung membelalak. Sebab yang ia tahu, ayahnya selalu paham setiap ruang yang ada di gedung penting sekelas Laboratorium Utama ini. Bagaimana bisa ruang rahasia ini terbentuk?"Ini adalah ruang paling aman. Tidak ada kamera pengawas, kedap suara, dan hanya dua orang yang tahu. Kini jadi bertambah dan aku berharap kalian bisa menjaga rahasia ini.""Dova, apa maksudmu?""Aku sudah tahu diantara kalian berdua yang mengambil alat pembaca memori. Tapi tidak masalah! Ayo duduk dulu dan kita bicarakan disini."Dova bercerita jauh sebelum adanya kami, dia dan Profesor Sanders yang bekerja disini. Mereka terus mengembangkan alat untuk bisa mempermudah pekerjaannya, meneliti alat-alat kuno buatan manusia dulu. Apakah berbahaya dan bisa mempengaruhi pikiran orang agar membelot atau tidak?Benar, Dome jadi aman karena mereka berdua. Tidak ada manusia disini yang tahu akan kondisi di luar sana. Namun, ada rasa bersalah dari Profesor Sanders. Hingga ia memberitahu Dova bahwa ada misi lain dibalik ia membuat alat itu. Ia ingin Dova juga tahu seperti apa indahnya Bumi yang sebenarnya."Sayangnya sekarang aku tidak tahu, Profesor Sanders ada dimana. Mungkin saat mencoba menembus perbatasan Dome, dia dihapus datanya oleh robot atau Cyborg yang menjaga disana.""Bisa jadi masih hidup di luaran sana. Dia profesor, bukan orang bodoh! Pasti dia sudah mempelajari kelemahan para penjaga perbatasan.""Hah? Benar juga apa katamu, Artemis!"Dova memegang kepalanya sesaat. Dia merasa bodoh karena tidak berpikir sampai kesana. Baru kembali melanjutkan tentang apa yang selama ini disembunyikannya."Tuan Qin selaku Pemimpin Divisi Keamanan Dome sempat mencurigaiku juga. Tapi dia tidak menemukan apapun yang bisa menjadi bukti untuk dibawa kehadapan ayahmu, Tuan Putri."Serenada hanya tersenyum kecil. Ternyata tidak hanya dia yang sudah mengetahui tentang dunia luar, tapi juga Dova."Profesor sempat menitipkan pesan terakhirnya padaku, sebelum akhirnya dia menghilang. Aku diminta untuk tetap berada disini sampai akhirnya bisa keluar dari Dome.""Dova, tapi itu sebuah pelanggaran! Kita tahu resikonya.""Ya, tapi masihkah kau mau hidup di dalam sebuah kubah kaca bernama Dome ini selamanya Artemis?"Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan Dova. Tak tahu lagi harus menjawab apa. Sebab yang ada dipikiranku masih saja tentang bahayanya dunia di luar Dome."Kalau tidak pernah dicoba, mana bisa tahu? Soal dunia luar, aku sempat tahu dari ibuku.""Dan ibumu itu lari dari sini juga, Tuan Putri. Profesor Sanders yang pernah memberitahukannya padaku.""Kau tidak berbohong bukan?""Untuk apalagi aku berbohong? Dengan masuknya Tuan Putri dan Artemis kemari, artinya aku sudah percaya pada kalian berdua.""Baiklah, kita tidak perlu berbasa-basi lagi! Apa yang ingin kau cari selama ini, Dova?"Dova menyibak rambut poni yang menutupi kacamatanya. Senyumnya nampak berbeda kali ini. Dia sedikit membenarkan letak posisi kacamata berteknologi tinggi buatannya sendiri."Sayangnya, kalian berdua sudah tahu. Jadi harus ikut rencana yang sudah ku buat ini.""Mau mencari tahu tentang dunia luar? Tentu saja kami mau!"Serenada akhirnya angkat bicara. Ia tak lagi ragu, tapi justru aku yang meragukan Dova. Soal Profesor Sanders tentu aku tahu, tapi yang tidak kuketahui selama ini adalah rencana dibalik semua ini.Apakah aku harus mempercayai Dova kali ini? Bagaimana jika ternyata dia berbohong?Lama kami bertiga hanya terdiam. Sial! Aku kini terjebak pada situasi semacam ini. Tak pernah kusangka kalau manusia di dalam Dome sudah banyak yang penasaran dengan dunia di luar sana."Jadi, bagaimana Artemis? Hanya kau yang sedari tadi diam. Tapi, aku tidak akan membiarkanmu untuk berkata TIDAK."Senyum Dova berubah menjadi sinis, ia sepertinya mulai membaca pikiranku. Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Kulihat tangannya menekan sesuatu pada meja putih bundar.Dinding di samping Dova terbuka layaknya laci. Ia mengeluarkan sesuatu dari sana. Saat kusadari benda apa itu, reflek kakiku mundur satu langkah. Itu senjata penghapus data! Bagaimana dia bisa memilikinya?"Baiklah, aku ikut saja!""Bagus, itu yang ingin kudengar darimu Artemis.""Jangan bercanda dengan senjata itu, Dova!""Aku tidak bercanda kali ini, Tuan Putri! Ini adalah misi rahasia yang sangat ku jaga dengan rapat. Kalau Artemis berani menolak atau melapor ke robot polisi, lebih baik datanya kuhapus saja."Aku bernapas
"Dova, ayo bantu kami!""Iya, aku datang! Ayo segera bawa ke ruangan.""Bruuk!"Debu berterbangan di dalam ruangan membuat kami terbatuk sesaat. Mesin penghisap debu otomatis di dalam ruangan segera bekerja. Kini ruangan kembali bersih. Benda hitam kotak apa ini? Seluruh lapisan benda ini ditutupi kain hitam."Ini alat elektronik jaman dulu?""Sepertinya bukan Artemis, lebih baik kita buka dulu."Kami mencoba membuka kain penutupnya terlebih dahulu. Barulah nampak ini adalah sebuah kotak kayu. Dova membersihkan permukaannya dengan kain tadi."Hanya kotak kayu biasa, tapi kenapa bisa seberat itu ya?""Supaya kita tahu, buka saja dengan Laser Pembelah.""Kalian berdua minggirlah! Biar aku yang membukanya."Dova mulai membelah kotak itu dengan sangat hati-hati. Aku dan Serenada hanya bisa melihatnya sampai akhirnya satu sisi kotak itu terbuka dan isinya berhamburan."Astaga! Apa ini?""Ini disebut buku, Tuan Putri. Jaman dulu orang membuat buku dengan kertas yang berasal dari pohon. Rupan
Dova masih diam tak mampu berkata apapun. Aku berlari ke bagian pantry dan menekan tombol otomatis untuk menyeduh coklat hangat. Tuan Presiden memang beberapa kali ke laboratorium. Namun, baru kali ini aku melihat wajah Dova nampak pucat bahkan sampai terjatuh. Setelah bertemu dengan Tuan Presiden."Minumlah ini, tenangkan dirimu dulu.""Ba-baik Artemis. Terima kasih ya!"Coklat hangat yang ada sekarang memang sudah buatan secara kimia. Meski begitu, efeknya tetap sama, mampu menenangkan suasana hati seseorang."Aku rasa ayahku mencurigaimu, Dova.""Kenapa begitu, Tuan Putri?""Karena Dova dulu paling sering berhubungan dengan Profesor Sanders. Sementara beliau saja pada akhirnya mencoba keluar dari sini dan dianggap pembelot. Bukan begitu Dova?""Terkadang aku tidak paham dengan dunia ini, Tuan Putri Serenada. Orang yang sudah banyak berjasa bagi kemajuan Dome, justru dimusuhi begitu hebat hanya karena dia memiliki prinsip yang berbeda dengan ayahmu."Kepala Dova mulai mendongak ke at
Aku sudah bersiap berada diatas Flying Skate. Tapi tiba-tiba Serenada memanggilku. Nah, ada apa lagi? Jam kerja sudah berakhir dan aku mau pulang."Boleh aku malam ini menginap di rumahmu, Artemis?"Serenada mau menginap di rumahku untuk apa? Duh, jelasnya aku tak suka. Mengganggu privasiku saja! Sejak dulu aku terbiasa sendiri, eh tidak juga! Maksudku hidup bersama W115, robot pelayan sekaligus sahabatku itu."Sekali ini saja Artemis, kumohon.""Nanti Tuan Presiden mencarimu. Aku bisa dihapus datanya dan dianggap menyembunyikan anak kesayangannya.""Huh! Kau tidak tahu ayahku seperti apa. Tenang saja, dia tidak akan mencariku.""Ah, pokoknya tidak!"Kutinggalkan Serenada begitu saja dan langsung terbang menaiki Flying Skate milikku. Dalam perjalanan, sebenarnya aku masih berpikir tentangnya. Tidak biasanya Serenada bersikap begini anehnya. Sepertinya setelah dia tahu rumahku, rasa penasarannya terlalu tinggi.***"W115, tolong buatkan kopi untukku!""Satu atau dua, Tuan Artemis?""Ten
Aku tak pernah mengira kalau Serenada akan tetap berbicara saat tertidur. Apa dia saat itu sedang menggigau ya? Entahlah! Jelasnya aku kapok untuk tidur bersamanya lagi. Anehnya, pagi ini kulihat dia tersenyum saat pergi bekerja."Kau sudah tidak waras ya?""Apa katamu, Artemis?""Ah! Malas untuk mengulang pertanyaan tadi. Kalau begitu kenapa kau tersenyum sendiri sejak datang tadi?""Karena tadi malam aku bisa tidur dengan nyenyak.""Padahal aku mendengarmu berbicara tak jelas semalam.""Eh, benarkah? Tapi, aku benar-benar tidur!"Berarti benar dugaanku tadi, kalau dia sedang menggigau. Serenada nampak malu sambil beberapa kali mengusap pipinya. Saat kami berdua masuk, Dova agak terkejut. Memang tak biasanya kami datang berdua bersamaan seperti ini."Artemis, kau dan Serenada janjian?""Tidak!""Lalu, kenapa kalian berdua bisa datang bersamaan?""Kebetulan ketemu tadi saat masuk kemari.""Pok!"Serenada menepuk pantatku keras. Sepertinya dia tidak ingin Dova tahu, kalau semalam mengin
"Tidak mungkin membicarakan tentang Profesor Sanders di tempat terbuka. Data orang yang dianggap pembelot sudah terekam dan jika menyebutkan namanya saja, sistem keamanan langsung menandai kita.""Ternyata rumahmu juga punya ruang rahasia ya!""Eeh... itu sudah ada sejak aku masih kecil!""Dan disini masih ada buku kuno.""Itu punya ayahku, Serenada.""Memangnya kau paham dengan isi buku itu, Serenada?""Tidak, hanya saja ini bagus!""Baiklah, lalu apa yang mau kalian bicarakan kemarin soal catatan Profesor Sanders?"Dova membawa komputer mini miliknya, dia lalu menunjukkan salinan catatan milik Profesor Sanders. Novan sampai mengernyitkan dahi saat membacanya. Ia mengambil Chrobook miliknya dan membuat catatan tersendiri. Sampai akhirnya, robot rumah tangga milik Novan datang membawa makanan kemari."Terima kasih, kalian makanlah dulu. Aku juga sambil membaca catatan ini."Novan terbiasa bekerja sambil makan. Dia terus membuat poin per poin dari catatan itu. Sesekali tangan kanannnya
"Kalau boleh aku tahu, kau sendiri pernah melihat Bumi dari luar angkasa?""Ah, ya aku pernah menceritakannya pada Serenada. Kau bisa....""Tidak! Aku mau mendengarnya darimu langsung, Novan."Novan bercerita saat dia pernah ditugaskan untuk pergi ke planet Mars. Mempersiapkan Dome baru disana yang nantinya akan ditinggali oleh manusia. Saat berada di pesawat ulang alik, dia memang melihatnya sendiri. Sebelum pesawat itu melaju meninggalkan Bumi terlalu jauh, mata Novan terus melihat sesuatu berwarna hijau di planet ini."Memang yang berwarna coklat nampak juga, tapi ternyata masih ada area yang terjaga. Meski kita sudah melalui bencana suhu ekstrim itu.""Bukannya tanaman seharusnya sudah banyak yang terbakar ya?""Seharusnya begitu, tapi aku tidak bohong! Aku benar-benar melihatnya."Artinya masih ada harapan manusia untuk terus hidup di Bumi ini. Tanpa harus mencari planet lain yang layak huni. Novan bekerja sebenarnya hanya mengikuti perintah saja, tak berani untuk membantah tentan
Peralatan yang sudah aku siapkan bersama Serenada ada di laboratorium. Itu menjadi tanggung jawab Dova untuk membawanya. Kami juga mau membawa barang pribadi yang bisa dimasukkan ke dalam Dimension Pouch.Perjalanan ke Area X setidaknya memakan waktu yang cukup lama. Meski transportasi disini sudah terhitung cepat, karena kami tetap harus bekerja di pagi harinya dulu. Baru sore kami lakukan perjalanan menuju ke hotel di area G. Teletransporter belum mampu untuk langsung menjangkau sampai Area X."Seperti biasa aku akan melakukan perjalanan ke luar area. Tolong jaga rumah ini dulu, W115.""Ya, Tuan Artemis. Tapi, anda tidak apa-apa?""Kenapa kau bertanya begitu, W115?""Sistemku mengatakan bahwa badan anda sedang panas. Perlu saya bawakan obat?"Panas? Ah, ya! Aku baru tersadar saat mencoba menyentuh bagian leher. Memang sedikit hangat, tapi tidak panas. Anehnya, aku masih baik-baik saja."Tidak perlu! Bawakan saja air hangat ke kamar, W115. Selepas ini aku mau tidur saja.""Baik, Tuan
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."