Dengan semangat membara, Ruriko melewati kerumunan manusia yang berjejal di trotoar. Sore itu, Ruriko buru-buru pulang dari kantor menuju ke area apartemen di pinggir kota, tempat di mana ia pertama kali bertemu dengan sang malaikat.
Sampai di area apartemen, Ruriko mulai memelankan langkahnya. Sambil terus mengedari pandangan, kaki Ruriko menapaki jalanan berpasir. Ia pun berhenti sejenak lalu celingak celinguk. Seperti kemarin, suasana di lokasi ini amat sepi, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ditambah dengan suasana sore. Langit menggelap. Kumpulan gagak berkoak.
Ruriko mengusir rasa takutnya. Ia bertekad tak akan pulang sebelum bertemu dengan sang malaikat. Meski ia harus berada di sini sampai tengah malam.
Malaikat, ayo tunjukkan dirimu! Sebagai sosok yang terkenal memiliki hati mulia, malaikat seharusnya tidak tega membiarkan seorang manusia menunggu sendirian di tempat ini.
Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Dua jam menunggu akhirnya membuat Ruriko putus asa, padahal tekad awalnya adalah menunggu terus sampai malaikat itu muncul. Ruriko mulai pesimis. Kalau begini terus, tak ada titik terang baginya untuk mencari malaikat maut penolongnya, karena tak ada lagi malaikat lain yang bisa ia tanyakan.
Suara langkah terseok mengalihkan perhatiannya. Sekitar satu meter dari tempatnya berdiri, muncul seorang pemuda. Dari penampilannya, pemuda itu bukan seperti sosok baik-baik. Ditambah lagi ekspresi wajahnya mengerikan.
Firasat buruk Ruriko muncul. Langkah sang pemuda perlahan mendekatinya. Sepasang mata liarnya terus menyoroti Ruriko. Gadis itu berusaha mengalihkan pandangan agar tidak menarik perhatian pemuda itu.
“Halo, nona. Sendirian saja.” Pemuda itu mulai melancarkan aksinya. Ruriko memicing sinis lalu membuang muka.
“Mau ku temani?” Pemuda itu mulai berani merangkul Ruriko. Yang bersangkutan menepisnya kasar.
“Pergi! Pengganggu!” sergah Ruriko. Kalau berada dalam situasi begini, ia seharusnya kabur. Tetapi, karena masih berharap akan kemunculan malaikat itu, Ruriko memilih untuk tak meninggalkan lokasi.
“Hei, si manis ini berani sekali ya ….” Makhluk sialan itu mencoba memegang dagu Ruriko, tapi lagi-lagi Ruriko menghindar. Ia mendorong tubuh si pemuda sebagai bentuk perlawanan.
“Hei, nona! Kau tidak tahu siapa yang berkuasa di sini?!” Bajingan itu balas mendorongnya sampai Ruriko terhempas ke tanah berpasir.
“Ku beri pelajaran ya. Biar tahu rasa!” Pemuda itu menyeringai sambil mengusap tangannya.
Ruriko beringsut mundur, mengambil ancang-ancang untuk kabur. Kali ini, ia lebih memikirkan keselamatannya sendiri dibanding bertemu malaikat pengecut itu.
“Hei nona-” Pemuda itu tak sempat menerjang Ruriko karena sebuah tiupan angin kencang keburu menyerangnya. Pasir-pasir pun berterbangan. Pemuda itu sontak saja berusaha menudungi wajah mereka dari serangan angin yang muncul entah dari mana.
Ruriko mengedar pandangan, menemukan berhelai-helai bulu sayap putih mengelilingi pemuda itu. Ternyata, tiupan angin kencang itu adalah perbuatan dari sang malaikat. Terbukti, hanya pemuda itu yang masih merasakan dampaknya. Gumpalan debu berterbangan mengelilinginya seperti kerumunan lebah, seketika menyulitkan pergerakannya. Merasa takut, akhirnya pemuda itu mulai menyingkir dari Ruriko.
“H-hantu!”
Begitulah seruan si pemuda sebelum ia lari tunggang langgang karena dikejar oleh angin berisi pasir. Ruriko yang memperhatikannya hanya terperangah.Bola mata gadis itu menangkap sinar putih. Sampai akhirnya, malaikat itu pun muncul persis di hadapannya. Ia berkacak pinggang. Kedua matanya memelototi gadis itu.
“Sampai kapan kau mau menggangguku?”
“S-sampai kau mau memberikan informasi mengenai malaikat itu.” Ruriko menatap mata malaikat itu seolah menantangnya.
“Sudah ku bilang, hal-hal yang berhubungan dengan kami adalah rahasia besar!” Malaikat itu menyilangkan tangannya.
“Aku hanya ingin kau membantuku.”
“Minta saja pada malaikat lain! Kalau kau bisa melihatku, kau bisa melihat malaikat lain juga, bukan?”
“Aku … tidak bisa!” jawab Ruriko sungguh-sungguh. Sejauh ini, memang hanya malaikat itu saja yang mampu ia lihat. Tentu saja, kalau ia bisa, pastinya ia akan bertanya pada malaikat yang jauh lebih welas asih dibandingkan dengan makhluk pelit di hadapannya ini. “Hanya kau yang bisa kulihat saat ini. Sehingga kau-lah satu-satunya yang bisa menolongku.”
Malaikat itu mengurut keningnya. Kini, ia sudah berada dalam batas kesabarannya. “Tapi, aku memang tidak bisa. Aku punya tugas sendiri.”
“Ayolah. Hanya sedikit informasi saja.” Ruriko masih memaksa.
“Tidak Itu rahasia!”
“Aku janji akan merahasiakannya.” Ruriko berjanji sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Malaikat itu hanya mendengkus kesal.
“Tidak! Manusia suka ingkar janji. Apalagi tipe manusia sepertimu!”
“Hei! Kau ini!” Mata Ruriko mendelik karena tersinggung. Dasar! Sudah pelit, menyebalkan pula. Malaikat apa dia ini sebenarnya?
Situasi mulai memanas. Malaikat itu sadar kalau ia tak bisa berada di dekat gadis itu lebih lama. Ruriko terlalu keras kepala, bahkan untuk mendengarkan nasihatnya. Malaikat itu pun memutuskan untuk kabur lagi.
“Hei!” Ruriko kaget saat sehelai bulu dilemparkan ke arahnya. Lagi-lagi, angin kencang menerpa. “Jangan pergi!” Larangan Ruriko sia-sia. Sang malaikat sudah lenyap bersama dengan terpaan angin itu. Ruriko melihat sekitarnya. Ia yakin sang malaikat masih berada di sekitar sini, sehingga ia memutuskan untuk menantangnya.
“Aku akan kembali lagi besok!”
***
Persis seperti ucapannya, Ruriko kembali menyambangi lokasi itu. Kali ini, ia tiba di tempat itu lebih malam karena ada pekerjaan mendadak di kantor. Suasana semakin menyeramkan, tetapi Ruriko tak gentar sedikitpun. Pikirannya sudah dipenuhi oleh keinginan untuk memberi pelajaran pada malaikat pelit itu. Pastinya, ia tak akan tega membiarkan Ruriko menunggu sendirian di tempat ini. Karena, malaikat bertugas melindungi manusia.
Ruriko bolak-balik di sekitar lokasi. Sesekali, ia melihat bentangan langit malam untuk mengusir rasa bosannya. Kegiatan itu terus ia lakukan, sampai akhirnya Ruriko menyerah sendiri. Sudah hampir dua jam ia menunggu kemunculan sang malaikat. Gadis itu pun mulai dirundung kepenatan.
Kakinya pegal, ditambah lagi badannya letih. Tapi, ia belum boleh kembali sebelum menemukan sang malaikat.
“Mou.” Ruriko berjongkok. Ia mulai bimbang karena rasa lelah ini. Haruskah ia pulang saja, lalu melanjutkan pencariannya esok hari? Lagipula, kalau semakin malam, Ruriko akan ketinggalan bus yang mengantar ke rumahnya.
Dengan sebuah erangan, Ruriko berdiri. Sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan lokasi, Ruriko melihat ada sorotan cahaya lampu senter. Ruriko tercenung melihat seorang petugas keamanan mendatanginya. Kali ini masalah apalagi yang harus ia hadapi?
“Permisi, nona.” Ruriko bergeming menerima sapaan formal itu. Sosok bertubuh gempal dan lebih pendek darinya terlihat mengeluarkan sesuatu.
“Ada laporan adanya aktivitas mencurigakan di tempat ini. Anda diduga tengah bolak-balik di lokasi selama dua hari berturut-turut. Boleh saya tahu, apa tujuan anda?”
“Eh?” Ruriko hanya tercenung dengan wajah bodohnya. Ia tak menyangka kalau kegiatan menunggu malaikat yang sudah ia lakukan selama dua hari itu menimbulkan keresahan masyarakat.
“Tolong berikan alasannya.”
“T-tidak. Aku hanya ….”
“Anda bisa ikut ke kantor polisi?”
“Eh! Tunggu!” Ruriko panik. Jantung Ruriko langsung berdegup kencang. Ia tak berniat jahat sedikitpun. Tujuannya hanya mencari sang malaikat. Sehingga Ruriko menolak dibawa ke kantor polisi.
“Percayalah. Aku tak memiliki niat jahat.” Ruriko berusaha menjelaskan pada petugas keamanan itu. Tetapi, kata-katanya sedikitpun tak terdengar meyakinkan.
“Aku sedang ada urusan …”
“Urusan apa?”
Sampai sini, Ruriko tercekat. Ia kehabisan ide untuk berkelit. Gelagat gadis itu pun berubah gugup. Ia mengacak-acak rambutnya.
“Misi apa? Anda pasti mengarang saja. Ayo ikut saya!”
“T-tidak! Tunggu!” Ruriko meronta. Ia bahkan menahan kakinya saat sang petugas menarik paksa lengannya.
“Tunggu, saya mohon, pak!”
“Eh! Ada apa ini?” Suara yang muncul mengalihkan perhatian mereka berdua. Ruriko kaget melihat sosok Kasumi mendekatinya.
“Kasumi!?”
“Ada apa ini, pak?” Sosok yang mengenakan cardigan hitam itu langsung bertanya pada petugas keamanan yang tengah berurusan dengan sahabatnya itu. Sang petugas pun menjelaskan.
“Dia lalu lalang di lokasi ini selama dua hari berturut-turut. Ada laporan masuk sehingga saya hendak membawanya ke kantor polisi.”
“Tunggu. Dia teman saya. Kebetulan kami janjian di sini. Maaf sudah merepotkan.” Kasumi membungkuk sopan. Ekspresi dan ucapannya mampu meyakinkan polisi patroli itu sehingga ia langsung percaya. Akhirnya pria itu pun mohon diri lalu meninggalkan mereka berdua.
Ruriko menghela nafas lega. Setelah diselamatkan oleh malaikat, kini ia diselamatkan oleh temannya sendiri. Tapi, ia tak menyangka juga akan bertemu lagi dengan Kasumi di tempat seperti ini. Atau jangan-jangan Kasumi tinggal area ini?
“Ah, Ruri-chan. Memang apa yang kau lakukan di tempat ini? Malam-malam lagi,” keluh Kasumi seraya berkacak pinggang. Ruriko hanya memainkan jarinya dengan raut gugup.
“Maaf, ada sebuah urusan.”
Kasumi geleng-geleng kepala mendengarnya “Kau ini dari dulu selalu melakukan hal yang aneh.” Ia menghela nafas lalu tersenyum tipis.
“Ya. Maaf,” tukas Ruriko sambil memasang ekspresi pura-pura cemberut. Setelah itu, ia mengulum bibirnya membentuk sebuah senyuman.
“Terima kasih, ya. Kasumi,” ucap Ruriko. “Ngomong-ngomong, kau tinggal di sini?”
Kasumi hanya mengangguk. “Ya. aku menyewa apartemen tak jauh dari sini.” Telunjuk Kasumi mengarah pada suatu bangunan. Ruriko hanya manggut-manggut dengan bibir mengerucut.
“Aku permisi, ya.” Kasumi sepertinya sedang buru-buru. Ruriko juga tak ingin berlama-lama di sini. Jadi, mereka berdua akan kembali berpisah.
Setelah saling melambaikan tangan, Kasumi pun beranjak duluan. Ruriko masih diam di tempat sambil terus memperhatikannya. Entah kenapa, suatu firasat buruk kembali muncul saat ia melihat gelagat Kasumi. Langkahnya terhuyung, tetapi wanita itu memaksakan diri untuk berjalan.
Sampai beberapa meter, Kasumi mulai sempoyongan. Ruriko kaget dan berniat untuk menyusulnya. Tapi, tubuh Kasumi keburu ambruk sebelum Ruriko sempat menahannya.
“Kasumi!”
“Dia baik-baik saja. Hanya kelelahan.”Ruriko menghembuskan nafas lega setelah mendengar ucapan dari sang dokter klinik. Hanya ia yang duduk berhadapan dengan sang dokter di ruang konsultasi. Kasumi masih berbaring di ruang rawat, meski ia sudah siuman. Kondisinya masih lemah sehingga wanita itu perlu beristirahat sebentar.“Selama hamil, sebaiknya jangan bekerja terlalu berat. Mungkin temanmu terlalu memporsirnya sehingga ia kelelahan.” Pria paruh baya itu menuliskan sesuatu di atas secarik kertas. Mungkin saja resep obat. Setelah itu, ia pun menyerahkannya pada Ruriko.“Anda bisa menebusnya di bagian farmasi.”“Terima kasih, Dok.” Menerimanya, Ruriko membungkuk sopan. Setelah mohon diri, ia pun melangkah
Pelaku yang diduga wanita mendorong tubuh Kasumi sampai ia terjatuh dari balkon. Menurut keterangan saksi mata, sempat terdengar suara pertengkaran yang bersumber dari apartemen Kasumi. Sampai akhirnya, terlihat pelaku melesakkan tubuh Kasumi kuat-kuat ke balkon. Wanita itu pun langsung terjatuh dari lantai dua. Sementara itu si pelaku langsung kabur begitu saja. Saat ini, Polisi berusaha melacak keberadaannya.Kasumi sendiri langsung mendapat pertolongan intensif. Ia tengah berada di ruang operasi. Kondisinya cukup parah. Ia mengalami patah tulang dan luka berat di bagian kepala. Yang fatal memang luka di kepalanya, sehingga Kasumi belum juga siuman. Dengan kondisinya yang lemah, nyawa bayi yang dikandungnya juga ikut terancam.Mengurut keningnya, Ruriko berusaha menenangkan diri dari kekalutan. Tetapi, mengetahui kondisi Kasumi serta bayinya
Menu makan malam yang menggiurkan itu bahkan tak mampu menggugah selera Ruriko. Di meja makan, gadis itu hanya melamun sembari memegang sumpit dan mangkuk masing-masing di kedua tangannya. Gelagat Ruriko sontak menimbulkan tanda tanya bagi para penghuni meja makan, namun yang berani menegurnya terlebih dahulu adalah sang ibu.“Kenapa, Ruri-chan?”Gadis itu tersentak seolah suara ibunya berhasil mengembalikannya ke dunia nyata. Setelah itu, Ruriko hanya tersenyum getir sambil geleng-geleng kepala.“Aku mau ke kamar ya” Meletakkan sumpit dan mangkuk di atas meja, Ruriko pun berdiri. Teguran sang ibu kembali menahannya.“Tidak makan? Kau jadi jarang makan loh,” tukas wanita itu cemas. Ruriko kembali menggoreskan senyum.
Ruriko yang tengah terlelap itu merasa sedikit terusik ketika sebuah benda lembut menyentuh bagian pipinya. Tanpa membuka mata, tangan Ruriko merenggut benda itu lalu membuangnya begitu saja. Beberapa saat kemudian, gadis itu kembali bisa menikmati alam mimpi.Kini, ia tertidur dengan posisi terlentang. Wajah gadis itu kembali berubah gelisah ketika merasakan sebuah benda lembut bermain-main di sekitar hidungnya.Ruriko mengerang. Ia menangkap benda itu lalu membuka matanya. Dengan kesal, ia membuka kepalan tangannya untuk mencari tahu benda apa yang sudah dua kali mengusik tidur damainya. Ekspresi gadis itu seketika berubah heran saat menemukan sehelai bulu sayap berwarna putih pada telapak tangannya.Apakah ia tengah bermimpi? Kenapa ada bulu sayap malaikat di dalam tangkuban tangannya?
Rapalan doa dibacakan oleh pendeta kuil sebagai pengantar bagi jiwa yang telah berpisah dengan raganya, agar bisa meninggalkan dunia dengan tenang.Suasana khidmat terasa kental dalam upacara pemakaman Kasumi Shiraishi. Setelah dinyatakan meninggal dunia, jenazahnya langsung disemayamkan di kuil pada keesokan harinya. Semua kerabat, rekan kerja, bahkan sosok-sosok yang mengenal wanita itu turut hadir untuk memberikan ungkapan bela sungkawa.Ruriko hanyalah segelintir dari puluhan orang yang mengikuti upacara pemakaman. Ia sendiri memilih duduk di barisan paling belakang, seolah menyembunyikan diri entah dari siapa. Mungkin dari sosok Kasumi yang membayanginya lewat foto di altar.Selama upacara berlangsung, tangis dari anggota keluarga memenuhi ruangan. Beberapa orang yang terbawa oleh suasana duka itu j
“Saya mohon untuk mempertimbangkannya lagi.” Ruriko membungkuk formal pada sepasang suami istri berusia tua di hadapannya. Kakek dan nenek itu saling pandang, sebelum akhirnya salah satu dari mereka angkat bicara.“Ruriko-san. Aku mengerti perasaanmu sebagai teman dekat. Tapi, bagaimanapun ini masalah keluarga kami. Dan keputusan kami sudah bulat untuk tidak mengurusnya,” ucap pria tua itu.“Tapi, siapa yang akan mengurusnya? Kasihan kalau bayi itu dibiarkan sendirian.” Ruriko menunduk sedih “Ia berhak memiliki keluarga, bukan?” Ucapannya dibuat menggumam.“Untuk masalah ini, kau tak perlu cemas. Kami sudah mempertimbangkan untuk membawanya ke panti asuhan.” Kali ini sosok wanita tua yang mengenakan yukata angkat bicara. Ruriko kaget mendengarny
Kepindahan bayi itu ke panti asuhan sebentar lagi, tinggal menunggu Erina sebagai salah satu pengurus untuk mengisi data-data bayi mendiang Kasumi Shiraishi. Tak ada pihak keluarga yang datang. Hanya Ruriko sendiri yang mendampingi Erina. Itu juga karena ia kebetulan bertemu di waktu yang sama.“Namanya belum diputuskan juga ya?” Erina terlihat kebingungan berhadapan dengan salah satu petugas rumah sakit. Ia harus mengurus terlebih dahulu berkas-berkas kepindahan bayi itu ke Panti Asuhan Yurikago. Tapi, pihak keluarga belum memberikan nama pada bayi itu. Pihak rumah sakit juga sepertinya tidak memiliki wewenang untuk memberi nama. Kalau belum ada nama, pasti akan sulit mendaftarkan si bayi sebagai anggota baru.“Nama?” Sambil menggumam, Ruriko langsung teringat sesuatu. Sebelum meninggal, Kasumi sempat membocorkan nama bayi itu. Sa
Pada akhir pekan, Ruriko mengadakan kunjungan ke Panti Asuhan Yurikago. Berbekal alamat yang tertera pada kartu nama Erina, Ruriko pun pergi sendirian ke sana. Lokasinya cukup terpencil dari pusat kota. Ruriko harus menaiki kereta api selama setengah jam kemudian menaiki bus. Setelah itu, tinggal jalan sebentar sampai ke tujuan akhir. Tepat tengah hari, ia pun sudah berdiri tercenung di depan gerbang panti asuhan. Ini kunjungan pertamanya sehingga ia merasa gugup. Suasana halaman terlihat sepi. Ruriko celingak celinguk lalu memutuskan untuk masuk saja. Ia mendorong pelan gerbang, yang ternyata tak terkunci. Akhirnya, langkah kakinya pun menapaki pekarangan berpasir.Kini, ia malah berdiri mematung di depan pintu masuk. “Permisi.” Ruriko berseru karena tak menemukan ada bel di dekat pintu. Tak perlu menunggu lama, seseorang membukakan pintu. R
Aturan yang pertama, malaikat harus menyelesaikan tugas yang sudah dibebankan kepadanya. Aturan kedua, tiap malaikat tak boleh sering berhubungan dengan malaikat lain, apalagi manusia. Aturan ketiga ...."Ruriko-san!"Konsentrasi Ruriko terpecah oleh sebuah seruan. Tersentak, gadis itu mengedar pandangan untuk mencari siapa yang tengah memanggilnya. Sepasang mata gadis itu tertuju pada kerubungan anak-anak panti asuhan. Tampak Kazu yang berada di luar kerumunan, menyerukan nama Ruriko sembari melambaikan kedua tangannya."Ruriko-san! Michi terluka!"Ruriko yang tadinya menyendiri di salah satu ayunan seketika bergerak mendatangi kerumunan itu. Saat sosok dewasa mendatangi mereka, kerumunan anak-anak panti asuhan mulai renggang, seolah membiarkan Ruriko melihat k
“Jadi begitu. Karena malaikat itu, kau bisa hidup kembali.” Bibir Rio sedikit mengerut saat menggumamkan kesimpulan dari cerita Ruriko. Kontras dengan Mirai, reaksinya lebih kalem. Si malaikat berwujud wanita cantik itu juga tidak langsung menghakimi perbuatan salah satu kaumnya yang sudah berani melawan garis takdir.Sambil melajukan sepedanya perlahan, Ruriko mengangguk-angguk. Pandangan matanya tak lepas dari sosok yang melangkah di sampingnya.Pertemuan mereka tak disengaja. Ruriko tengah mengendarai sepedanya kembali ke rumah setelah menyambangi minimarket untuk berbelanja. Ia melihat sebuah bulu sayap terbang di antara sepasang ibu dan anak yang berjalan di depannya. Untung saja, Ruriko sudah terbiasa dengan penampakan itu sehingga responnya lebih tenang. Ditunggunya perubahan wujud bulu itu sampai menjadi malaikat. Tak disan
Denting piano menggema di penjuru aula, sebagai intro dari lagu yang dibawakan oleh paduan suara anak-anak panti asuhan. Erina sebagai pengiring musik ikut bernyanyi sambil sesekali melirik ke jajaran anak-anak berseragam merah. Mereka tampak menghayati lagu meski penontonnya hanya sedikit.Ada orang tua angkat Rio duduk berdampingan di barisan terdepan. Rio dipangku oleh sang ibu. Di belakang mereka, terdapat para pengurus panti asuhan. Sisanya, di baris terbelakang hanyalah kursi-kursi kosong. Sebenarnya, Ruriko yang menempatinya, tetapi ia malah ditunjuk menjadi seksi dokumentasi dadakan. Sejak tadi, Ruriko berpindah-pindah tempat untuk membidik gambar dari sudut terbaik, meski ia bukanlah fotografer profesional. Yang penting momen-momen penting ini bisa terekam.Sembari menjalankan tugasnya, sesekali mata Ruriko mengedari sekitar ruangan, mencar
Jika para manusia menganggap malaikat adalah makhluk superior, maka mereka salah besar. Mereka hanya sosok-sosok yang hidup untuk menjalankan tugas, soliter, bahkan tak berarti. Kehidupan mereka juga bergantung pada keberhasilan dalam melaksanakan tanggung jawab. Jika gagal, mereka akan menerima hukuman. Jika berhasil, ada tugas berikutnya yang menanti. Alur itu berulang terus sampai keberadaan sang malaikat lenyap secara perlahan tergerus oleh aliran waktu. Saat menjalani hidup sebagai malaikat, tugasnya adalah untuk menjaga ikatan manusia. Ketika manusia berselisih paham dengan manusia lain, ia berusaha untuk menyatukannya kembali. Caranya dengan mempengaruhi manusia melalui bisikan-bisikannya, yang dikenal oleh manusia sebagai nurani. Terkadang malaikat itu sering merasakan kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Memang tidak mudah mempengaruhi p
Sudah hampir tengah malam, tetapi sosok Rio belum juga ditemukan. Ruriko, Erina, serta Kazu pun mulai putus asa. Padahal, Kazu sudah mencarinya ke tempat-tempat favorit Rio yang hanya ia ketahui, tetapi hasilnya tetap saja nihil. “Apa kita lanjutkan besok saja? Ada bantuan dari pihak keamanan juga. Mereka pasti tengah mencari Rio. Kita tunggu kabar dari mereka saja, ya,” usul Erina sambil melirik arlojinya. Mereka bertiga sudah sama-sama kelelahan sehingga ingin rasanya segera pulang dan melanjutkan pencarian esok hari. Tetapi, mereka takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Rio kalau mereka menjeda pencarian ini. “Tapi, Rio-chan. Aku cemas,” ucap Ruriko murung. Erina langsung menyentuh tangan Ruriko lalu menggeleng pelan. Ia sebenarnya juga takut, tetapi ia tak mau berpikir macam-macam. “Semua akan b
Ranting pohon adalah kuasnya. Pekarangan adalah kanvas kosongnya. Dua media itu sudah cukup untuk menuangkan kreativitas si anak berkuncir dua.Sambil berjongkok, sepasang mata kelerengnya bersorot serius menciptakan sebuah gambar berupa dua sosok berdampingan. Tangan berupa garis lurus itu terlihat tumpang tindih, seolah mereka sedang berpegangan erat. “Rio dan Kazu.” Ia bergumam. Tak lama kemudian, ia diam. Menggunakan ranting pohon, ia langsung menghapus gambar sosok yang berperawakan lebih besar. “Kazu membenci Rio,” bisik anak itu. Sorot matanya berubah sendu. Pikirannya memutar kembali kejadian beberapa hari lalu. “Pergi saja sendiri! Aku tak akan ikut!” “Tapi, bukankah kau mau bersama Rio-chan? Mereka akan mengadopsimu juga.”
“Dua manusia itu ya?” Si malaikat kembali menggumam saat Ruriko mengajaknya bicara di tempat lain yang lebih sepi. Mereka menuju ke halaman belakang, dekat gudang. Tempat yang jarang dijamah orang itu rasanya cocok untuk berdiskusi. “Ya. Rio-chan ingin diadopsi, bukan? Tapi, Kazu sebenarnya tak setuju.” Ruriko berusaha menjelaskan meski ia sebenarnya yakin si malaikat pasti lebih tahu seluk beluknya. Malaikat itu bersedekap lalu mengangguk pelan. Ia menghembuskan nafasnya lamat-lamat. “Sebenarnya mereka hanya salah paham. Anak laki-laki itu cukup keras kepala untuk menemui anak perempuan itu.” Mata Ruriko memandangi si malaikat. Meski tugasnya sudah jelas untuk memperbaiki hubungan Kazu dan Rio, Ruriko sampai saat ini ia masih belum tahu ia jenis malaikat apa. Memang ada ya malaikat yang bertuga
Kemunculan malaikat tak pernah bisa diprediksi. Ketika Ruriko seharian berada di panti asuhan, ia tak menemukan Mirai. Tapi, saat Ruriko sedang sendirian di kamarnya, malaikat itu malah muncul. Tapi, Ruriko yang sedang galau tak sempat untuk terkejut. Ia bahkan mengabaikan kehadiran makhluk itu, lebih memilih fokus pada pemikirannya tentang kejadian sore tadi. “Tak biasanya kau terlihat murung.” Merasa diabaikan, makhluk yang berada persis di samping Ruriko pun menegurnya. Gadis yang duduk di atas ranjangnya hanya melirik singkat dengan muka masam. Setelah itu, ia kembali menerawang. Hembusan nafas malaikat itu terdengar. Sepertinya manusia di sampingnya sedang tak minat untuk diajak ngobrol. Daripada keberadaannya tak diacuhkan, lebih baik ia pergi saja. “Aku berusaha membantu malaikat itu.” Ruriko m
Keesokan harinya, Ruriko mengadakan kunjungan lagi ke panti asuhan. Ia memang sudah berjanji untuk berkunjung minimal seminggu satu kali, entah di hari sabtu, minggu, atau libur nasional. Tapi, tak ada salahnya juga berkunjung dua hari berturut-turut. Ia sedang tak ada janji bepergian, lagipula Ruriko ingin mengakrabkan diri dengan penghuni panti asuhan lainnya.Dimulai dari mendekati sosok Rio yang sedang bermain bersama teman-temannya di pekarangan. Gadis kecil itu langsung menyapa semangat saat melihat sosok familiar mendatanginya. Ruriko membalas lambaian tangannya lalu berjongkok di dekat anak itu.“Sedang apa, Rio-chan?” tanya Ruriko ramah.“Kejar-kejaran,” Rio menjawab singkat. Setelah itu ia berteriak lalu berlari saat seorang anak berusaha menangkapnya. Derai tawa mereka