Pelaku yang diduga wanita mendorong tubuh Kasumi sampai ia terjatuh dari balkon. Menurut keterangan saksi mata, sempat terdengar suara pertengkaran yang bersumber dari apartemen Kasumi. Sampai akhirnya, terlihat pelaku melesakkan tubuh Kasumi kuat-kuat ke balkon. Wanita itu pun langsung terjatuh dari lantai dua. Sementara itu si pelaku langsung kabur begitu saja. Saat ini, Polisi berusaha melacak keberadaannya.
Kasumi sendiri langsung mendapat pertolongan intensif. Ia tengah berada di ruang operasi. Kondisinya cukup parah. Ia mengalami patah tulang dan luka berat di bagian kepala. Yang fatal memang luka di kepalanya, sehingga Kasumi belum juga siuman. Dengan kondisinya yang lemah, nyawa bayi yang dikandungnya juga ikut terancam.
Mengurut keningnya, Ruriko berusaha menenangkan diri dari kekalutan. Tetapi, mengetahui kondisi Kasumi serta bayinya tentu saja tak bisa membuatnya tenang. Kemungkinan wanita itu untuk bisa selamat amatlah kecil. Hanya mengharapkan sebuah keajaiban terjadi.
Keajaiban?
Ruriko pernah mengalaminya. Keajaiban yang diwujudkan oleh sosok malaikat, bahkan saat gadis itu sudah menghadapi kematian. Malaikat itu mengijinkan Ruriko untuk hidup kembali. Alhasil, selama enam tahun, gadis itu bisa kembali mengecap manisnya kehidupan. Semua itu berkat sang malaikat.
Jadi, bisakah keajaiban itu terjadi untuk Kasumi dan bayinya? Ruriko langsung memejamkan mata, berharap ada malaikat yang mendengar permohonannya. Malaikat ada untuk menolong manusia, bukan?
Tepat ketika Ruriko berpaling, ia melihat sehelai bulu sayap muncul di tengah koridor rumah sakit, tepat di depan pintu ruang operasi Kasumi. Ruriko langsung tercekat lalu menutup mulutnya yang menganga lebar. Bulu sayap itu berganti wujud menjadi sosok makhluk dengan sepasang sayap putih yang terkembang indah.
Ruriko mengenal makhluk itu sebagai si malaikat pelit yang terus menghindarinya. Tapi, saat ini ia malah muncul tepat di hadapan Ruriko. Apa artinya, sang malaikat mendengar permohonan Ruriko?
“K-kau ….” Ruriko berdiri lalu menghampiri sosok itu. Si malaikat hanya melirik singkat tanpa mengucapkan sesuatu. Setelah itu, ia bergerak menembus pintu ruang operasi. Orang luar selain petugas medis dilarang masuk. Mungkin peraturan itu tak berlaku untuk malaikat. Begitu pikir Ruriko sambil tercenung menatap pintu ruangan yang masih menutup rapat-rapat.
Entah apa yang si malaikat tengah lakukan. Mungkin saja menolong Kasumi dengan kekuatannya. Ruriko amat yakin. Perasaan lega langsung menyelimuti hatinya. Kini, tinggal menunggu operasi selesai. Para petugas akan keluar dari ruangan dengan membawa kabar baik mengenai kondisi Kasumi serta bayinya. Mereka berdua pasti akan selamat.
Ruriko terus menunggu, bahkan sampai ia sendiri mulai kelelahan lalu mengantuk. Sampai akhirnya, ia terbangun ketika mendengar suara tangis bayi. Sumbernya berasal dari ruang operasi. Bayi Kasumi ternyata telah lahir. Kantuk Ruriko seketika lenyap. Ia berdiri di depan pintu dengan perasaan harap-harap cemas.
Tak lama, pintu ruang operasi terbuka. Para petugas berhamburan keluar ruangan. Ruriko menyingkir sedikit sambil memperhatikan mereka. Dua petugas sibuk mendorong dua buah ranjang, yang satu lebih besar. Mungkin itu tempat Kasumi terbaring. Yang satu berbentuk seperti boks. Pasti itu tempat sosok bayi yang baru saja lahir.
“Anda keluarganya-kah?” Teguran itu mengalihkan perhatian Ruriko. Ia menghadapi salah satu dokter yang menangani operasi Kasumi. Ia masih mengenakan pakaian operasi lengkap, hanya tanpa masker di wajahnya.
“Bukan. Saya temannya.”
Pria yang menjadi lawan bicara Ruriko itu terlihat mencari-cari keberadaan sosok lain di sekitar mereka. Ruriko yang menebak gelagatnya langsung menjelaskan.
“Hanya ada saya. Keluarganya … belum datang ….”
“Begitukah.” Sang dokter manggut-manggut.
“Bagaimana kondisi temanku?” Ruriko bertanya dengan tatapan penuh harap. Pria itu hanya menghembuskan nafasnya lalu menunduk. Raut wajahnya menyiratkan penyesalan.
“Bayi-nya lahir dengan selamat. Tapi ibunya masih koma. Kami akan menempatkannya di ruang ICU.”
“Tapi, ia akan sembuh kan dokter?” Ruriko masih berharap. Pria itu menunduk singkat, geleng-geleng kepala sambil menghembuskan nafasnya.
“Otaknya mengalami pendarahan, sehingga kemungkinan untuk selamat sangatlah kecil.”
Ruriko hanya mematung di tempat. Ia tak menyangka kondisi Kasumi akan separah itu. Tapi, kenapa? Bukankah si malaikat sudah membuat keajaiban? Ia berhasil menyelamatkan bayi Kasumi. Pasti Kasumi juga akan diselamatkannya.
Sampai sang dokter sudah mohon diri pun, Ruriko masih berada dalam posisi yang sama. Ia memandangi koridor rumah sakit. Pikirannya terus bekerja mencari cara menyelamatkan Kasumi. Ia harus menemui malaikat itu untuk meminta bantuannya secara langsung. Pasti akan ada keajaiban. Kasumi harus segera sadar.
***
Dari balik kaca ruangan ICU, Ruriko memandangi sosok yang sudah dua hari terbaring koma. Kondisinya belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Kasumi masih bergantung pada alat-alat medis untuk menopang hidupnya. Keluarga Kasumi sendiri sudah pasrah menerima konsekuensi terburuk, termasuk kehilangan putri semata wayangnya.
Bagaimana dengan pelaku yang mencelakai Kasumi? Ruriko sendiri tak terlalu mengurusinya. Tapi, dengar-dengar kalau yang melakukan adalah istri sah dari sosok yang menghamili Kasumi. Ia hanya memperingatkan Kasumi untuk menjauhi keluarganya. Namun Kasumi bersikeras untuk membeberkan perbuatan suaminya. Pertengkaran pun tak bisa dihindari. Wanita itu akhirnya tak sengaja mencelakai Kasumi.
Tapi, karena yang berbuat adalah istri dari seorang aktor, sudah pasti akan berusaha ditutupi. Sampai saat ini pun, belum ada pemberitaan mengenai kecelakaan ini, baik di media cetak maupun elektronik.
Hembusan nafas Ruriko terdengar kasar. Ia memilih fokus memikirkan kesembuhan Kasumi ketimbang skandal itu. Ruriko sendiri masih belum bisa menerimanya. Tapi, ia juga tak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keadaan. Menemui malaikat itu pun percuma karena Ruriko tak mengetahui keberadaannya. Seolah, makhluk itu memilih bersembunyi untuk menghindarinya.
Meninggalkan ruangan ICU, Ruriko memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Ia sering berkunjung ke sini dengan harapan mendapatkan kabar baik soal Kasumi. Tapi, selalu saja ia melihat Kasumi masih berada dalam kondisi yang sama.
Sepatunya berdecit melewati koridor rumah sakit. Saat berada di persimpangan, langkah gadis itu langsung berhenti. Sesuatu yang ia lihat berhasil menahannya.
Sehelai bulu sayap putih yang muncul lalu berganti wujud menjadi sosok makhluk bersayap putih. Namun, bukan si malaikat pelit. Ada sosok lain yang memiliki surai hitam. Ia membawa sebuah buku. Ruriko langsung teringat pada sosok malaikat maut yang pernah menolongnya enam tahun silam. Tapi, dari melihat wajahnya sekilas, sosok itu bukanlah sang malaikat yang ia cari.
Sosok itu melenggang begitu saja di tengah lalu lalang manusia. Tubuhnya menembus manusia-manusia yang berpapasan dengannya. Arah langkahnya menuju ke Ruriko. Gadis itu tercekat. Ia menatap bola mata malaikat itu, tetapi yang bersangkutan tidak bereaksi. Mungkin ia tidak sadar kalau Ruriko mampu melihatnya.
Sampai akhirnya, tubuh makhluk itu menembusnya. Ruriko terpaku, melihat kedua tangannya sendiri sebelum kembali memperhatikan pergerakan makhluk itu. Menelan salivanya, Ruriko mempersiapkan diri untuk memanggil makhluk itu.
“Hei!”
Gema panggilannya langsung mengalihkan pandangan beberapa orang. Tanpa mempedulikannya, Ruriko berjalan menuju sosok yang masih melenggang itu. Pasti ia tetap tak sadar kalau panggilan itu ditujukan padanya. Ruriko pun berniat mencegatnya langsung.
Sebuah bulu sayap lain muncul di hadapan Ruriko. Kemunculan si malaikat pelit langsung menghentikan langkah gadis itu. Terlebih saat makhluk itu dengan panik memberikan isyarat berupa gelengan. Kedua tangannya membentuk silang. Ruriko hanya tercenung membaca pergerakan bibir makhluk itu.
“Jangan lakukan.”
Ruriko berpaling untuk mencari keberadaan si malaikat maut. Tapi sayangnya sosok itu sudah lenyap. Si malaikat pelit ikut melihat lalu menghembuskan nafasnya lega.
“Ah, syukurlah.” Suaranya kali ini terdengar. Kedua mata Ruriko langsung melotot. Ia kesal karena sosok itu menghalangi niatnya.
“Apa yang kau lakukan? Aku ingin menemuinya!”
“Jangan bodoh! Berbahaya tahu!” Makhluk itu balas memarahinya. Ia berkacak pinggang, menghadapi Ruriko dengan mata melotot.
“T-Tapi, aku ingin minta ….”
“Dia tidak akan menolongmu!” respon malaikat itu tegas.
“Aku hanya ingin Kasumi sembuh.” Bisik Ruriko. “Ia sedang kritis, jadi … aku ingin ada keajaiban.”
Keduanya saling diam. Sang malaikat menatap Ruriko lekat-lekat. Gadis itu hanya menunduk, berusaha menghapus cairan bening yang sebentar lagi akan terjun bebas.
“Malaikat pernah menolongku, makanya aku ingin dia pun menolong Kasumi.” suara lirih Ruriko dijeda oleh isak tangisnya. Sang malaikat tertarik mendengar potongan kisah gadis itu.
“Menolongmu?”
“Nona, apa yang terjadi?” Salah seorang suster menegur Ruriko. Gadis itu kaget. Ia lupa kalau dalam sudut pandang manusia, hanya dia yang menangis sendirian. Pasti tindak tanduknya itu menimbulkan kebingungan.
“Ah, tidak. Aku ...” Ruriko tersenyum lirih seraya menghapus cairan bening itu. Ia pun langsung membungkuk sopan untuk meminta maaf. “... temanku sakit, jadi aku merasa sedih.” jelasnya. Sang suster hanya mengangguk lalu menepuk lembut pundak gadis itu.
“Semoga cepat sembuh, ya,” tukasnya ramah sebelum meninggalkan Ruriko. Gadis itu hanya tersenyum singkat. Sang malaikat memperhatikan Ruriko, tetapi gadis itu memilih untuk mengabaikannya. Meneruskan langkahnya, Ruriko akhirnya meninggalkan area rumah sakit.
Menu makan malam yang menggiurkan itu bahkan tak mampu menggugah selera Ruriko. Di meja makan, gadis itu hanya melamun sembari memegang sumpit dan mangkuk masing-masing di kedua tangannya. Gelagat Ruriko sontak menimbulkan tanda tanya bagi para penghuni meja makan, namun yang berani menegurnya terlebih dahulu adalah sang ibu.“Kenapa, Ruri-chan?”Gadis itu tersentak seolah suara ibunya berhasil mengembalikannya ke dunia nyata. Setelah itu, Ruriko hanya tersenyum getir sambil geleng-geleng kepala.“Aku mau ke kamar ya” Meletakkan sumpit dan mangkuk di atas meja, Ruriko pun berdiri. Teguran sang ibu kembali menahannya.“Tidak makan? Kau jadi jarang makan loh,” tukas wanita itu cemas. Ruriko kembali menggoreskan senyum.
Ruriko yang tengah terlelap itu merasa sedikit terusik ketika sebuah benda lembut menyentuh bagian pipinya. Tanpa membuka mata, tangan Ruriko merenggut benda itu lalu membuangnya begitu saja. Beberapa saat kemudian, gadis itu kembali bisa menikmati alam mimpi.Kini, ia tertidur dengan posisi terlentang. Wajah gadis itu kembali berubah gelisah ketika merasakan sebuah benda lembut bermain-main di sekitar hidungnya.Ruriko mengerang. Ia menangkap benda itu lalu membuka matanya. Dengan kesal, ia membuka kepalan tangannya untuk mencari tahu benda apa yang sudah dua kali mengusik tidur damainya. Ekspresi gadis itu seketika berubah heran saat menemukan sehelai bulu sayap berwarna putih pada telapak tangannya.Apakah ia tengah bermimpi? Kenapa ada bulu sayap malaikat di dalam tangkuban tangannya?
Rapalan doa dibacakan oleh pendeta kuil sebagai pengantar bagi jiwa yang telah berpisah dengan raganya, agar bisa meninggalkan dunia dengan tenang.Suasana khidmat terasa kental dalam upacara pemakaman Kasumi Shiraishi. Setelah dinyatakan meninggal dunia, jenazahnya langsung disemayamkan di kuil pada keesokan harinya. Semua kerabat, rekan kerja, bahkan sosok-sosok yang mengenal wanita itu turut hadir untuk memberikan ungkapan bela sungkawa.Ruriko hanyalah segelintir dari puluhan orang yang mengikuti upacara pemakaman. Ia sendiri memilih duduk di barisan paling belakang, seolah menyembunyikan diri entah dari siapa. Mungkin dari sosok Kasumi yang membayanginya lewat foto di altar.Selama upacara berlangsung, tangis dari anggota keluarga memenuhi ruangan. Beberapa orang yang terbawa oleh suasana duka itu j
“Saya mohon untuk mempertimbangkannya lagi.” Ruriko membungkuk formal pada sepasang suami istri berusia tua di hadapannya. Kakek dan nenek itu saling pandang, sebelum akhirnya salah satu dari mereka angkat bicara.“Ruriko-san. Aku mengerti perasaanmu sebagai teman dekat. Tapi, bagaimanapun ini masalah keluarga kami. Dan keputusan kami sudah bulat untuk tidak mengurusnya,” ucap pria tua itu.“Tapi, siapa yang akan mengurusnya? Kasihan kalau bayi itu dibiarkan sendirian.” Ruriko menunduk sedih “Ia berhak memiliki keluarga, bukan?” Ucapannya dibuat menggumam.“Untuk masalah ini, kau tak perlu cemas. Kami sudah mempertimbangkan untuk membawanya ke panti asuhan.” Kali ini sosok wanita tua yang mengenakan yukata angkat bicara. Ruriko kaget mendengarny
Kepindahan bayi itu ke panti asuhan sebentar lagi, tinggal menunggu Erina sebagai salah satu pengurus untuk mengisi data-data bayi mendiang Kasumi Shiraishi. Tak ada pihak keluarga yang datang. Hanya Ruriko sendiri yang mendampingi Erina. Itu juga karena ia kebetulan bertemu di waktu yang sama.“Namanya belum diputuskan juga ya?” Erina terlihat kebingungan berhadapan dengan salah satu petugas rumah sakit. Ia harus mengurus terlebih dahulu berkas-berkas kepindahan bayi itu ke Panti Asuhan Yurikago. Tapi, pihak keluarga belum memberikan nama pada bayi itu. Pihak rumah sakit juga sepertinya tidak memiliki wewenang untuk memberi nama. Kalau belum ada nama, pasti akan sulit mendaftarkan si bayi sebagai anggota baru.“Nama?” Sambil menggumam, Ruriko langsung teringat sesuatu. Sebelum meninggal, Kasumi sempat membocorkan nama bayi itu. Sa
Pada akhir pekan, Ruriko mengadakan kunjungan ke Panti Asuhan Yurikago. Berbekal alamat yang tertera pada kartu nama Erina, Ruriko pun pergi sendirian ke sana. Lokasinya cukup terpencil dari pusat kota. Ruriko harus menaiki kereta api selama setengah jam kemudian menaiki bus. Setelah itu, tinggal jalan sebentar sampai ke tujuan akhir. Tepat tengah hari, ia pun sudah berdiri tercenung di depan gerbang panti asuhan. Ini kunjungan pertamanya sehingga ia merasa gugup. Suasana halaman terlihat sepi. Ruriko celingak celinguk lalu memutuskan untuk masuk saja. Ia mendorong pelan gerbang, yang ternyata tak terkunci. Akhirnya, langkah kakinya pun menapaki pekarangan berpasir.Kini, ia malah berdiri mematung di depan pintu masuk. “Permisi.” Ruriko berseru karena tak menemukan ada bel di dekat pintu. Tak perlu menunggu lama, seseorang membukakan pintu. R
Keesokan harinya, Ruriko mengadakan kunjungan lagi ke panti asuhan. Ia memang sudah berjanji untuk berkunjung minimal seminggu satu kali, entah di hari sabtu, minggu, atau libur nasional. Tapi, tak ada salahnya juga berkunjung dua hari berturut-turut. Ia sedang tak ada janji bepergian, lagipula Ruriko ingin mengakrabkan diri dengan penghuni panti asuhan lainnya.Dimulai dari mendekati sosok Rio yang sedang bermain bersama teman-temannya di pekarangan. Gadis kecil itu langsung menyapa semangat saat melihat sosok familiar mendatanginya. Ruriko membalas lambaian tangannya lalu berjongkok di dekat anak itu.“Sedang apa, Rio-chan?” tanya Ruriko ramah.“Kejar-kejaran,” Rio menjawab singkat. Setelah itu ia berteriak lalu berlari saat seorang anak berusaha menangkapnya. Derai tawa mereka
Kemunculan malaikat tak pernah bisa diprediksi. Ketika Ruriko seharian berada di panti asuhan, ia tak menemukan Mirai. Tapi, saat Ruriko sedang sendirian di kamarnya, malaikat itu malah muncul. Tapi, Ruriko yang sedang galau tak sempat untuk terkejut. Ia bahkan mengabaikan kehadiran makhluk itu, lebih memilih fokus pada pemikirannya tentang kejadian sore tadi. “Tak biasanya kau terlihat murung.” Merasa diabaikan, makhluk yang berada persis di samping Ruriko pun menegurnya. Gadis yang duduk di atas ranjangnya hanya melirik singkat dengan muka masam. Setelah itu, ia kembali menerawang. Hembusan nafas malaikat itu terdengar. Sepertinya manusia di sampingnya sedang tak minat untuk diajak ngobrol. Daripada keberadaannya tak diacuhkan, lebih baik ia pergi saja. “Aku berusaha membantu malaikat itu.” Ruriko m
Aturan yang pertama, malaikat harus menyelesaikan tugas yang sudah dibebankan kepadanya. Aturan kedua, tiap malaikat tak boleh sering berhubungan dengan malaikat lain, apalagi manusia. Aturan ketiga ...."Ruriko-san!"Konsentrasi Ruriko terpecah oleh sebuah seruan. Tersentak, gadis itu mengedar pandangan untuk mencari siapa yang tengah memanggilnya. Sepasang mata gadis itu tertuju pada kerubungan anak-anak panti asuhan. Tampak Kazu yang berada di luar kerumunan, menyerukan nama Ruriko sembari melambaikan kedua tangannya."Ruriko-san! Michi terluka!"Ruriko yang tadinya menyendiri di salah satu ayunan seketika bergerak mendatangi kerumunan itu. Saat sosok dewasa mendatangi mereka, kerumunan anak-anak panti asuhan mulai renggang, seolah membiarkan Ruriko melihat k
“Jadi begitu. Karena malaikat itu, kau bisa hidup kembali.” Bibir Rio sedikit mengerut saat menggumamkan kesimpulan dari cerita Ruriko. Kontras dengan Mirai, reaksinya lebih kalem. Si malaikat berwujud wanita cantik itu juga tidak langsung menghakimi perbuatan salah satu kaumnya yang sudah berani melawan garis takdir.Sambil melajukan sepedanya perlahan, Ruriko mengangguk-angguk. Pandangan matanya tak lepas dari sosok yang melangkah di sampingnya.Pertemuan mereka tak disengaja. Ruriko tengah mengendarai sepedanya kembali ke rumah setelah menyambangi minimarket untuk berbelanja. Ia melihat sebuah bulu sayap terbang di antara sepasang ibu dan anak yang berjalan di depannya. Untung saja, Ruriko sudah terbiasa dengan penampakan itu sehingga responnya lebih tenang. Ditunggunya perubahan wujud bulu itu sampai menjadi malaikat. Tak disan
Denting piano menggema di penjuru aula, sebagai intro dari lagu yang dibawakan oleh paduan suara anak-anak panti asuhan. Erina sebagai pengiring musik ikut bernyanyi sambil sesekali melirik ke jajaran anak-anak berseragam merah. Mereka tampak menghayati lagu meski penontonnya hanya sedikit.Ada orang tua angkat Rio duduk berdampingan di barisan terdepan. Rio dipangku oleh sang ibu. Di belakang mereka, terdapat para pengurus panti asuhan. Sisanya, di baris terbelakang hanyalah kursi-kursi kosong. Sebenarnya, Ruriko yang menempatinya, tetapi ia malah ditunjuk menjadi seksi dokumentasi dadakan. Sejak tadi, Ruriko berpindah-pindah tempat untuk membidik gambar dari sudut terbaik, meski ia bukanlah fotografer profesional. Yang penting momen-momen penting ini bisa terekam.Sembari menjalankan tugasnya, sesekali mata Ruriko mengedari sekitar ruangan, mencar
Jika para manusia menganggap malaikat adalah makhluk superior, maka mereka salah besar. Mereka hanya sosok-sosok yang hidup untuk menjalankan tugas, soliter, bahkan tak berarti. Kehidupan mereka juga bergantung pada keberhasilan dalam melaksanakan tanggung jawab. Jika gagal, mereka akan menerima hukuman. Jika berhasil, ada tugas berikutnya yang menanti. Alur itu berulang terus sampai keberadaan sang malaikat lenyap secara perlahan tergerus oleh aliran waktu. Saat menjalani hidup sebagai malaikat, tugasnya adalah untuk menjaga ikatan manusia. Ketika manusia berselisih paham dengan manusia lain, ia berusaha untuk menyatukannya kembali. Caranya dengan mempengaruhi manusia melalui bisikan-bisikannya, yang dikenal oleh manusia sebagai nurani. Terkadang malaikat itu sering merasakan kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Memang tidak mudah mempengaruhi p
Sudah hampir tengah malam, tetapi sosok Rio belum juga ditemukan. Ruriko, Erina, serta Kazu pun mulai putus asa. Padahal, Kazu sudah mencarinya ke tempat-tempat favorit Rio yang hanya ia ketahui, tetapi hasilnya tetap saja nihil. “Apa kita lanjutkan besok saja? Ada bantuan dari pihak keamanan juga. Mereka pasti tengah mencari Rio. Kita tunggu kabar dari mereka saja, ya,” usul Erina sambil melirik arlojinya. Mereka bertiga sudah sama-sama kelelahan sehingga ingin rasanya segera pulang dan melanjutkan pencarian esok hari. Tetapi, mereka takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Rio kalau mereka menjeda pencarian ini. “Tapi, Rio-chan. Aku cemas,” ucap Ruriko murung. Erina langsung menyentuh tangan Ruriko lalu menggeleng pelan. Ia sebenarnya juga takut, tetapi ia tak mau berpikir macam-macam. “Semua akan b
Ranting pohon adalah kuasnya. Pekarangan adalah kanvas kosongnya. Dua media itu sudah cukup untuk menuangkan kreativitas si anak berkuncir dua.Sambil berjongkok, sepasang mata kelerengnya bersorot serius menciptakan sebuah gambar berupa dua sosok berdampingan. Tangan berupa garis lurus itu terlihat tumpang tindih, seolah mereka sedang berpegangan erat. “Rio dan Kazu.” Ia bergumam. Tak lama kemudian, ia diam. Menggunakan ranting pohon, ia langsung menghapus gambar sosok yang berperawakan lebih besar. “Kazu membenci Rio,” bisik anak itu. Sorot matanya berubah sendu. Pikirannya memutar kembali kejadian beberapa hari lalu. “Pergi saja sendiri! Aku tak akan ikut!” “Tapi, bukankah kau mau bersama Rio-chan? Mereka akan mengadopsimu juga.”
“Dua manusia itu ya?” Si malaikat kembali menggumam saat Ruriko mengajaknya bicara di tempat lain yang lebih sepi. Mereka menuju ke halaman belakang, dekat gudang. Tempat yang jarang dijamah orang itu rasanya cocok untuk berdiskusi. “Ya. Rio-chan ingin diadopsi, bukan? Tapi, Kazu sebenarnya tak setuju.” Ruriko berusaha menjelaskan meski ia sebenarnya yakin si malaikat pasti lebih tahu seluk beluknya. Malaikat itu bersedekap lalu mengangguk pelan. Ia menghembuskan nafasnya lamat-lamat. “Sebenarnya mereka hanya salah paham. Anak laki-laki itu cukup keras kepala untuk menemui anak perempuan itu.” Mata Ruriko memandangi si malaikat. Meski tugasnya sudah jelas untuk memperbaiki hubungan Kazu dan Rio, Ruriko sampai saat ini ia masih belum tahu ia jenis malaikat apa. Memang ada ya malaikat yang bertuga
Kemunculan malaikat tak pernah bisa diprediksi. Ketika Ruriko seharian berada di panti asuhan, ia tak menemukan Mirai. Tapi, saat Ruriko sedang sendirian di kamarnya, malaikat itu malah muncul. Tapi, Ruriko yang sedang galau tak sempat untuk terkejut. Ia bahkan mengabaikan kehadiran makhluk itu, lebih memilih fokus pada pemikirannya tentang kejadian sore tadi. “Tak biasanya kau terlihat murung.” Merasa diabaikan, makhluk yang berada persis di samping Ruriko pun menegurnya. Gadis yang duduk di atas ranjangnya hanya melirik singkat dengan muka masam. Setelah itu, ia kembali menerawang. Hembusan nafas malaikat itu terdengar. Sepertinya manusia di sampingnya sedang tak minat untuk diajak ngobrol. Daripada keberadaannya tak diacuhkan, lebih baik ia pergi saja. “Aku berusaha membantu malaikat itu.” Ruriko m
Keesokan harinya, Ruriko mengadakan kunjungan lagi ke panti asuhan. Ia memang sudah berjanji untuk berkunjung minimal seminggu satu kali, entah di hari sabtu, minggu, atau libur nasional. Tapi, tak ada salahnya juga berkunjung dua hari berturut-turut. Ia sedang tak ada janji bepergian, lagipula Ruriko ingin mengakrabkan diri dengan penghuni panti asuhan lainnya.Dimulai dari mendekati sosok Rio yang sedang bermain bersama teman-temannya di pekarangan. Gadis kecil itu langsung menyapa semangat saat melihat sosok familiar mendatanginya. Ruriko membalas lambaian tangannya lalu berjongkok di dekat anak itu.“Sedang apa, Rio-chan?” tanya Ruriko ramah.“Kejar-kejaran,” Rio menjawab singkat. Setelah itu ia berteriak lalu berlari saat seorang anak berusaha menangkapnya. Derai tawa mereka