Share

Farewell

Author: LELIEL
last update Last Updated: 2021-07-29 08:37:06

Ruriko yang tengah terlelap itu merasa sedikit terusik ketika sebuah benda lembut menyentuh bagian pipinya. Tanpa membuka mata, tangan Ruriko merenggut benda itu lalu membuangnya begitu saja. Beberapa saat kemudian, gadis itu kembali bisa menikmati alam mimpi.

Kini, ia tertidur dengan posisi terlentang. Wajah gadis itu kembali berubah gelisah ketika merasakan sebuah benda lembut bermain-main di sekitar hidungnya.

Ruriko mengerang. Ia menangkap benda itu lalu membuka matanya. Dengan kesal, ia membuka kepalan tangannya untuk mencari tahu benda apa yang sudah dua kali mengusik tidur damainya. Ekspresi gadis itu seketika berubah heran saat menemukan sehelai bulu sayap berwarna putih pada telapak tangannya.

Apakah ia tengah bermimpi? Kenapa ada bulu sayap malaikat di dalam tangkuban tangannya?

"Maaf, aku membangunkanmu..."

Ruriko tersentak kaget. Langsung saja bola mata gadis itu mengitari isi ruangan. Ia menemukan si malaikat pelit kembali menyambangi kamarnya. Apa yang terjadi? Padahal baru beberapa jam yang lalu mereka sempat berdebat. Sang malaikat-lah yang terlihat gusar lalu memilih kabur. Kenapa sekarang malah ia sendiri yang memunculkan diri?

“Ada apa?” tanya Ruriko dengan nada dingin. 

“Temui dia.” Permintaan makhluk itu langsung mengundang reaksi heran. 

“Temanmu itu,” terang malaikat itu. Dahi Ruriko berkerut. 

“Memang, apa yang terjadi?” suara Ruriko lirih. “Kasumi …  kenapa?” 

“Dia akan pergi.” ucapnya gamblang. Hati Ruriko langsung tercabik-cabik mendengarnya. Tanpa menunggu waktu lama, isakan tangis gadis itu terdengar. 

“Jadi, kalian tak ingin menolongnya-kah? Kalian ingin mengambilnya?’

“Tak ada waktu. Cepat!” perintah malaikat itu tegas. Ruriko menutup mukanya sambil menggeleng cepat. 

“Tidak! Aku tak bisa menerimanya! Kenapa dia harus mati secepat itu! Kalian tak punya perasaan!” rengeknya lalu lanjut menangis. Sang malaikat hanya mengurut kening, berusaha mencari cara untuk menyadarkan gadis keras kepala di hadapannya. 

“Katakan! Kau ingin menolong Kasumi!” Ruriko bangun, mensejajarkan matanya dengan si malaikat. Di balik sepasang mata yang dipenuhi riak, terdapat pancaran keinginan yang kuat agar permohonannya dikabulkan. 

“Tolong Kasumi! Ku mohon!” Kalau bisa, Ruriko pasti sudah mengguncang kuat tubuhnya. Tapi yang bisa ia lakukan hanya mengepal-ngepal udara kosong. 

“Hei.” Sorot mata malaikat itu tegas, namun lembut. “Kau harus mengerti, kematian adalah bagian dari kehidupan.” Seperti dugaannya, sang gadis langsung menggeleng kuat-kuat,  memungkiri penjelasan itu. 

“Kau tahu siklus kehidupan? Tiap makhluk hidup mengalaminya. Lahir, hidup, lalu di suatu titik mereka akan mati. Tetapi, ketika satu makhluk hidup mati, ada makhluk hidup lain yang lahir, menggantikan yang mati.” 

Sampai di sini, tangisan Ruriko berhenti. Ia bergeming menelaah ucapan malaikat itu. Sosok di hadapannya pun menyunggingkan senyuman. 

“Karena itu, buatlah hidupmu berkesan. Jalanilah dengan penuh kebahagiaan. Kelak, kau bisa meninggalkan dunia ini tanpa penyesalan.”

“T-tapi, bagaimana dengan Kasumi? Dia masih muda. Dia baru memiliki anak. Apakah itu adil?” tanya Ruriko sambil terisak. Malaikat itu menghela nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan. 

“Apa pandanganmu tentang keadilan? Ketika seseorang yang hidup sudah terlampau lama, tetapi maut tak juga menjemputnya. Apakah bagimu itu adil?” Iris coklat malaikat itu membiaskan perubahan ekspresi wajah Ruriko. Ia tercekat oleh ucapan sang malaikat. 

“Aku memang masih tak mengerti. Tapi, itulah takdir.” Malaikat itu kini tertunduk sedih. “Maaf jika kau masih tidak bisa menerimanya.” 

Baik Ruriko maupun si malaikat akhirnya membisu. Mereka sama-sama tertunduk, bergelut dengan pemikiran masing-masing. Penjelasan makhluk itu memang belum sepenuhnya menjawab misteri kehidupan. Mungkin ia hanya menjalankan tugasnya di dunia. Tapi, apakah Ruriko akan terus bersikeras menolak takdir kematian Kasumi? Pasti, Kasumi juga tak menginginkan itu terjadi. 

Ruriko pun bergerak. Ia turun dari tempat tidurnya lalu mengambil jaket. Sang malaikat heran memperhatikan sosok yang sibuk bersiap-siap. Ruriko bercermin, menyisiri rambutnya lalu mengikatnya. Setelah itu, ia pun menghadapi makhluk yang tampak tercenung seperti orang bodoh. 

“Ayo.”  Ruriko mengulurkan tangannya sambil tersenyum tipis. Mata malaikat itu mengerjap-ngerjap heran.

“Antarkan aku ke rumah sakit.”

Di luar dugaan, makhluk itu hanya bergeming sampai-sampai Ruriko mulai kehilangan kesabaran. 

“Ayo! Tunggu apa lagi!”

“Siapa yang bilang kita akan ke rumah sakit?” Reaksi enteng si malaikat terdengar menyebalkan. Seketika Ruriko salah tingkah. Wajah gadis itu langsung merah padam: setengah malu, setengah kesal.

“L-lalu?”

“Kau ingin bicara langsung dengannya, bukan?” tawaran si malaikat langsung direspon oleh Ruriko dengan anggukan cepat. 

“Pejamkan matamu.”

Tanpa harus mengomando dua kali, gadis polos itu pun memejamkan matanya. Setelah itu, ia tak tahu apa yang si malaikat lakukan. Tubuh Ruriko terasa amat ringan sampai-sampai ia seperti melayang. Tapi, di saat yang bersamaan, ia malah kehilangan kesadarannya. Gadis itu pun limbung lalu jatuh tepat di atas kasur. 

“Oyasumi.” Si malaikat tersenyum usil sambil memperhatikan sosok yang tengah berada dalam perjalanan menuju ke alam mimpi. 

Oyasumi : Selamat tidur.

***

“Mati saja kau!” Wanita itu mendorong Kasumi kuat-kuat sampai terjatuh dari lantai dua. Tak sampai sedetik, tubuhnya menghantam halaman apartemen. Kepalanya teramat pusing. Pandangannya memburam. Yang terakhir dilihat hanyalah kubangan darahnya sendiri.

Kicau burung mengembalikan kesadarannya. Kasumi menemukan dirinya berada di sebuah taman. Sekitarnya ditumbuhi berbagai jenis tanaman bunga serta pepohonan rindang. Cuaca amat cerah dengan semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi. Suasana terasa nyaman dan tentram sehingga siapapun pasti betah berlama-lama di sini. 

Tapi, tidak dengan Kasumi. Ia justru gelisah karena berada di tempat yang asing baginya. Ia pun mencoba menelusuri taman ini, setidaknya untuk mencari jalan keluar. Tapi, sepertinya ukuran tempat ini amat luas sehingga Kasumi tak bisa mencapai ujungnya. 

“Mau ke mana nona manis? Apa yang kau cari?” Sebuah suara asing menegurnya. Lembut dan ramah di satu sisi, tapi misterius dan menyeramkan di sisi lain. Kasumi langsung berpaling, menemukan sosok asing yang berdiri di bawah sebuah pohon. Entah sejak kapan dia muncul. Tapi, karena ia ingin mencari tahu soal tempat ini, Kasumi pun langsung saja menghampirinya.

Dedaunan pohon menyembunyikan wajahnya. Tapi, Kasumi bisa melihat sepasang sayap terkembang indah di punggungnya. Berwarna hitam, seperti sayap burung gagak. 

“Aku mencari jalan keluar dari tempat ini,” jawab Kasumi polos. Ekspresi muka makhluk itu tak dapat terlihat jelas. Tapi suaranya terlampau manis. Mungkin dia bukanlah sosok jahat. 

Tangannya terulur, menunjukkan pada Kasumi jari-jari berkuku panjang. Wanita itu mundur selangkah.

“Mau kutunjukkan? Ikuti aku.” 

Kasumi hanya bergeming memperhatikan tangan itu. Ia tampak ragu untuk menuruti ajakannya. 

“Kalau kau keluar dari sini, kau bisa bertemu dengan anakmu.”

“Anakku?” Mendengarnya, Kasumi langsung terpancing. Ia hendak membalas uluran tangan sosok misterius itu, namun sebuah suara familiar menghentikannya. 

“Kasumi!”

Kasumi tersentak lalu berpaling. Dari kejauhan, ia melihat Ruriko lewat sambil terus memanggil namanya. Meninggalkan sosok itu, Kasumi berlari menghampiri sahabatnya.. 

“Ruriko!” 

“Kasumi!” Menemukan Kasumi, Ruriko tersenyum haru dan langsung mendekapnya. “Akhirnya aku bisa bertemu lagi denganmu.”

Kasumi langsung melepas pelukannya lalu menatap Ruriko. “Aku ingin segera keluar dari sini, Ruriko. Aku harus bertemu dengan anakku. Sosok di sana akan menunjukkannya,” jelas Kasumi tergesa. Tanpa menunggu reaksi Ruriko, Kasumi langsung menarik tangannya lalu mengajaknya ke sebuah pohon rindang tempat makhluk misterius itu berdiam. Ruriko mengernyitkan dahi, menebak-nebak sosok yang dimaksud. Ia sendiri juga penasaran kenapa bisa ada sosok lain di mimpi Kasumi?

Sampai di pohon itu, makhluk misterius tersebut telah hilang. Kasumi yang tak percaya langsung mencari-cari keberadaannya di sekitar pohon itu. 

“Ia hilang! Bagaimana mungkin!?” tanya Kasumi di tengah-tengah pencariannya. Ruriko yang tadinya mematung di tempat kini menghampiri wanita itu. Genggaman tangan Ruriko pada lengan Kasumi seketika menghentikan kegiatannya. Ruriko menatap wanita itu lekat-lekat. Ia mencoba tersenyum, walau yang muncul adalah senyuman getir.

“Ayo, Kasumi.”

“Ke …mana?” tanya Kasumi ragu saat menemukan perubahan ekspresi Ruriko. 

Ruriko tak menjawab. Ia hanya menarik pergelangan tangan Kasumi lalu membawanya mengitari taman. Sampai di suatu tempat, mereka pun berhenti. Dihadapinya sosok Kasumi yang masih terlihat bingung. 

“Kasumi. Maafkan aku,” ungkap Ruriko menyesal. Ia tertunduk, sementara Kasumi masih heran dengan permintaan maaf yang tiba-tiba itu. 

“Maaf untuk apa?”

“Saat itu, aku tak bisa menolongmu,”

Kasumi terdiam menelaah ucapan Ruriko. Tak lama kemudian, ia pun akhirnya tersenyum mengerti. 

“Kalau saja aku datang lebih awal, semua itu pasti tak akan terjadi.” Ruriko terdiam sejenak, menelan salivanya “Kau pasti tidak akan celaka. Kau pasti-”

“Ah, kalau dilihat tempat ini sangat indah ya. Seperti berada di dunia mimpi.” Kasumi memotong ucapan Ruriko. Gadis itu tercekat. 

“Mimpi adalah dunia sempurna dalam alam bawah sadar manusia. Mungkin, inilah dunia yang sempurna menurut gambaranku.” Kasumi menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. “Dunia penuh kedamaian dan ketenangan.” Ia berpaling, menemukan sorot mata Ruriko menatapnya nanar.

“Terkadang aku merasa sangat kelelahan hidup di dunia. Tapi, saat tahu aku hamil, aku memutuskan untuk tetap hidup,” ungkap Kasumi sambil melihat bagian perutnya. Sudah kempis. Kasumi tersenyum geli lalu mengusapnya lembut. 

“Ia sudah lahir kah?” Sepasang mata Kasumi menatap Ruriko lembut. Ruriko bergeming sejenak, kemudian mengangguk pelan. Raut wajahnya masih terlihat iba. 

Kasumi manggut-manggut. Senyumnya kini berubah lirih. “Aku ingin sekali melihatnya.”

Yang terdengar hanyalah suara tiupan angin. Ruriko sendiri tidak kuasa merespon permohonan wanita itu. Kasumi mungkin sudah merasakan kalau saat-saat terakhirnya semakin dekat. Tapi, tetap saja sebagai manusia, ia masih berusaha memungkirinya. 

“Aku ingin mendengar suaranya. Seperti apa ya kalau ia memanggil-manggilku mama? Aku juga ingin merawatnya sampai ia tumbuh besar.” Kata-kata Kasumi semakin membuat Ruriko bersedih. Ia hanya tertunduk sambil mengepal jarinya. Lagi-lagi, Ruriko tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong sahabatnya. 

“Kasumi, maaf ….” Hanya itulah yang bisa Ruriko sampaikan. 

“Ruri-chan, ku mohon jaga bayi itu.” Tangan Kasumi meraih jari-jari Ruriko. Sepasang matanya menatap penuh harap. Tentu saja permintaan sahabatnya akan Ruriko penuhi. Meski Kasumi tak mengungkapkannya secara langsung pun, Ruriko sudah berjanji untuk menjaga buah hati Kasumi. 

“Aku akan menjaganya. Aku akan melindunginya,” janji Ruriko. Kasumi pun tersenyum lega. Setelah itu, ia melihat kedua tangannya mulai transparan. Ternyata waktunya semakin dekat. 

“Ruriko. Jangan terus merasa bersalah, ya. Aku sendiri tak pernah menyalahkanmu atas semua kejadian ini,” ungkap Kasumi lembut. “Selama ini, kau sudah banyak membantuku. Terima kasih.” 

Ruriko hanya diam. Ia mulai tersedu-sedu karena momen perpisahan yang semakin dekat. Gadis itu pun menunduk dalam. Melihat Ruriko yang menangis seperti anak kecil malah membuat Kasumi tertawa. 

“Sudahlah. Aku justru senang bisa bertemu denganmu di saat-saat terakhir. Dengan begitu, aku akan meminta banyak hal.” Ia terdiam sejenak, kembali menatap Ruriko dengan lembut. “Banyak yang pergi tanpa bisa mengucapkan kata-kata perpisahan. Mungkin aku salah satu yang beruntung.”

Tubuh Kasumi semakin transparan. Ruriko berusaha menggenggam tangannya serta menyentuh bagian tubuh lain untuk menahan gadis itu. Tetapi, usahanya sia-sia. Tubuh wanita itu diliputi oleh cahaya yang amat menyilaukan, sampai-sampai Ruriko melindungi matanya dari sinar itu. 

“Sayonara, Ruriko.”

Kata-kata terakhir Kasumi terdengar sebelum tubuh Ruriko terhempas. Ruriko merasa seperti jatuh ke sebuah jurang tanpa dasar. Sampai akhirnya ia pun tersadar di atas tempat tidurnya. Ruriko tersentak, membuka matanya dengan nafas memburu. 

“Sudah bertemu dengannya?” Mata Ruriko melirik sosok malaikat yang mendekatinya ragu. Ia tak langsung menjawab saat merasakan himpitan di dadanya. Momen perpisahan itu sungguh memilukan sampai-sampai butiran cairan bening kembali melesak lalu siap terjun bebas.

Dimulai dari isakan, sampai berubah menjadi raungan pelan. Belakangan ini, Ruriko terus saja menumpahkan air matanya. Tapi, ia berjanji, ini akan menjadi yang terakhir. Sehingga, izinkan ia menangis sampai puas. 

Related chapters

  • Angel's Sign   Duty

    Rapalan doa dibacakan oleh pendeta kuil sebagai pengantar bagi jiwa yang telah berpisah dengan raganya, agar bisa meninggalkan dunia dengan tenang.Suasana khidmat terasa kental dalam upacara pemakaman Kasumi Shiraishi. Setelah dinyatakan meninggal dunia, jenazahnya langsung disemayamkan di kuil pada keesokan harinya. Semua kerabat, rekan kerja, bahkan sosok-sosok yang mengenal wanita itu turut hadir untuk memberikan ungkapan bela sungkawa.Ruriko hanyalah segelintir dari puluhan orang yang mengikuti upacara pemakaman. Ia sendiri memilih duduk di barisan paling belakang, seolah menyembunyikan diri entah dari siapa. Mungkin dari sosok Kasumi yang membayanginya lewat foto di altar.Selama upacara berlangsung, tangis dari anggota keluarga memenuhi ruangan. Beberapa orang yang terbawa oleh suasana duka itu j

    Last Updated : 2021-07-30
  • Angel's Sign   Family

    “Saya mohon untuk mempertimbangkannya lagi.” Ruriko membungkuk formal pada sepasang suami istri berusia tua di hadapannya. Kakek dan nenek itu saling pandang, sebelum akhirnya salah satu dari mereka angkat bicara.“Ruriko-san. Aku mengerti perasaanmu sebagai teman dekat. Tapi, bagaimanapun ini masalah keluarga kami. Dan keputusan kami sudah bulat untuk tidak mengurusnya,” ucap pria tua itu.“Tapi, siapa yang akan mengurusnya? Kasihan kalau bayi itu dibiarkan sendirian.” Ruriko menunduk sedih “Ia berhak memiliki keluarga, bukan?” Ucapannya dibuat menggumam.“Untuk masalah ini, kau tak perlu cemas. Kami sudah mempertimbangkan untuk membawanya ke panti asuhan.” Kali ini sosok wanita tua yang mengenakan yukata angkat bicara. Ruriko kaget mendengarny

    Last Updated : 2021-07-30
  • Angel's Sign   Promise

    Kepindahan bayi itu ke panti asuhan sebentar lagi, tinggal menunggu Erina sebagai salah satu pengurus untuk mengisi data-data bayi mendiang Kasumi Shiraishi. Tak ada pihak keluarga yang datang. Hanya Ruriko sendiri yang mendampingi Erina. Itu juga karena ia kebetulan bertemu di waktu yang sama.“Namanya belum diputuskan juga ya?” Erina terlihat kebingungan berhadapan dengan salah satu petugas rumah sakit. Ia harus mengurus terlebih dahulu berkas-berkas kepindahan bayi itu ke Panti Asuhan Yurikago. Tapi, pihak keluarga belum memberikan nama pada bayi itu. Pihak rumah sakit juga sepertinya tidak memiliki wewenang untuk memberi nama. Kalau belum ada nama, pasti akan sulit mendaftarkan si bayi sebagai anggota baru.“Nama?” Sambil menggumam, Ruriko langsung teringat sesuatu. Sebelum meninggal, Kasumi sempat membocorkan nama bayi itu. Sa

    Last Updated : 2021-08-01
  • Angel's Sign   Orphanage

    Pada akhir pekan, Ruriko mengadakan kunjungan ke Panti Asuhan Yurikago. Berbekal alamat yang tertera pada kartu nama Erina, Ruriko pun pergi sendirian ke sana. Lokasinya cukup terpencil dari pusat kota. Ruriko harus menaiki kereta api selama setengah jam kemudian menaiki bus. Setelah itu, tinggal jalan sebentar sampai ke tujuan akhir. Tepat tengah hari, ia pun sudah berdiri tercenung di depan gerbang panti asuhan. Ini kunjungan pertamanya sehingga ia merasa gugup. Suasana halaman terlihat sepi. Ruriko celingak celinguk lalu memutuskan untuk masuk saja. Ia mendorong pelan gerbang, yang ternyata tak terkunci. Akhirnya, langkah kakinya pun menapaki pekarangan berpasir.Kini, ia malah berdiri mematung di depan pintu masuk. “Permisi.” Ruriko berseru karena tak menemukan ada bel di dekat pintu. Tak perlu menunggu lama, seseorang membukakan pintu. R

    Last Updated : 2021-08-09
  • Angel's Sign   Gap

    Keesokan harinya, Ruriko mengadakan kunjungan lagi ke panti asuhan. Ia memang sudah berjanji untuk berkunjung minimal seminggu satu kali, entah di hari sabtu, minggu, atau libur nasional. Tapi, tak ada salahnya juga berkunjung dua hari berturut-turut. Ia sedang tak ada janji bepergian, lagipula Ruriko ingin mengakrabkan diri dengan penghuni panti asuhan lainnya.Dimulai dari mendekati sosok Rio yang sedang bermain bersama teman-temannya di pekarangan. Gadis kecil itu langsung menyapa semangat saat melihat sosok familiar mendatanginya. Ruriko membalas lambaian tangannya lalu berjongkok di dekat anak itu.“Sedang apa, Rio-chan?” tanya Ruriko ramah.“Kejar-kejaran,” Rio menjawab singkat. Setelah itu ia berteriak lalu berlari saat seorang anak berusaha menangkapnya. Derai tawa mereka

    Last Updated : 2021-08-12
  • Angel's Sign   Help

    Kemunculan malaikat tak pernah bisa diprediksi. Ketika Ruriko seharian berada di panti asuhan, ia tak menemukan Mirai. Tapi, saat Ruriko sedang sendirian di kamarnya, malaikat itu malah muncul. Tapi, Ruriko yang sedang galau tak sempat untuk terkejut. Ia bahkan mengabaikan kehadiran makhluk itu, lebih memilih fokus pada pemikirannya tentang kejadian sore tadi. “Tak biasanya kau terlihat murung.” Merasa diabaikan, makhluk yang berada persis di samping Ruriko pun menegurnya. Gadis yang duduk di atas ranjangnya hanya melirik singkat dengan muka masam. Setelah itu, ia kembali menerawang. Hembusan nafas malaikat itu terdengar. Sepertinya manusia di sampingnya sedang tak minat untuk diajak ngobrol. Daripada keberadaannya tak diacuhkan, lebih baik ia pergi saja. “Aku berusaha membantu malaikat itu.” Ruriko m

    Last Updated : 2021-08-14
  • Angel's Sign   Threads

    “Dua manusia itu ya?” Si malaikat kembali menggumam saat Ruriko mengajaknya bicara di tempat lain yang lebih sepi. Mereka menuju ke halaman belakang, dekat gudang. Tempat yang jarang dijamah orang itu rasanya cocok untuk berdiskusi. “Ya. Rio-chan ingin diadopsi, bukan? Tapi, Kazu sebenarnya tak setuju.” Ruriko berusaha menjelaskan meski ia sebenarnya yakin si malaikat pasti lebih tahu seluk beluknya. Malaikat itu bersedekap lalu mengangguk pelan. Ia menghembuskan nafasnya lamat-lamat. “Sebenarnya mereka hanya salah paham. Anak laki-laki itu cukup keras kepala untuk menemui anak perempuan itu.” Mata Ruriko memandangi si malaikat. Meski tugasnya sudah jelas untuk memperbaiki hubungan Kazu dan Rio, Ruriko sampai saat ini ia masih belum tahu ia jenis malaikat apa. Memang ada ya malaikat yang bertuga

    Last Updated : 2021-08-16
  • Angel's Sign   Sanctuary

    Ranting pohon adalah kuasnya. Pekarangan adalah kanvas kosongnya. Dua media itu sudah cukup untuk menuangkan kreativitas si anak berkuncir dua.Sambil berjongkok, sepasang mata kelerengnya bersorot serius menciptakan sebuah gambar berupa dua sosok berdampingan. Tangan berupa garis lurus itu terlihat tumpang tindih, seolah mereka sedang berpegangan erat. “Rio dan Kazu.” Ia bergumam. Tak lama kemudian, ia diam. Menggunakan ranting pohon, ia langsung menghapus gambar sosok yang berperawakan lebih besar. “Kazu membenci Rio,” bisik anak itu. Sorot matanya berubah sendu. Pikirannya memutar kembali kejadian beberapa hari lalu. “Pergi saja sendiri! Aku tak akan ikut!” “Tapi, bukankah kau mau bersama Rio-chan? Mereka akan mengadopsimu juga.”

    Last Updated : 2021-08-18

Latest chapter

  • Angel's Sign   Rules

    Aturan yang pertama, malaikat harus menyelesaikan tugas yang sudah dibebankan kepadanya. Aturan kedua, tiap malaikat tak boleh sering berhubungan dengan malaikat lain, apalagi manusia. Aturan ketiga ...."Ruriko-san!"Konsentrasi Ruriko terpecah oleh sebuah seruan. Tersentak, gadis itu mengedar pandangan untuk mencari siapa yang tengah memanggilnya. Sepasang mata gadis itu tertuju pada kerubungan anak-anak panti asuhan. Tampak Kazu yang berada di luar kerumunan, menyerukan nama Ruriko sembari melambaikan kedua tangannya."Ruriko-san! Michi terluka!"Ruriko yang tadinya menyendiri di salah satu ayunan seketika bergerak mendatangi kerumunan itu. Saat sosok dewasa mendatangi mereka, kerumunan anak-anak panti asuhan mulai renggang, seolah membiarkan Ruriko melihat k

  • Angel's Sign   Myth

    “Jadi begitu. Karena malaikat itu, kau bisa hidup kembali.” Bibir Rio sedikit mengerut saat menggumamkan kesimpulan dari cerita Ruriko. Kontras dengan Mirai, reaksinya lebih kalem. Si malaikat berwujud wanita cantik itu juga tidak langsung menghakimi perbuatan salah satu kaumnya yang sudah berani melawan garis takdir.Sambil melajukan sepedanya perlahan, Ruriko mengangguk-angguk. Pandangan matanya tak lepas dari sosok yang melangkah di sampingnya.Pertemuan mereka tak disengaja. Ruriko tengah mengendarai sepedanya kembali ke rumah setelah menyambangi minimarket untuk berbelanja. Ia melihat sebuah bulu sayap terbang di antara sepasang ibu dan anak yang berjalan di depannya. Untung saja, Ruriko sudah terbiasa dengan penampakan itu sehingga responnya lebih tenang. Ditunggunya perubahan wujud bulu itu sampai menjadi malaikat. Tak disan

  • Angel's Sign   Hold

    Denting piano menggema di penjuru aula, sebagai intro dari lagu yang dibawakan oleh paduan suara anak-anak panti asuhan. Erina sebagai pengiring musik ikut bernyanyi sambil sesekali melirik ke jajaran anak-anak berseragam merah. Mereka tampak menghayati lagu meski penontonnya hanya sedikit.Ada orang tua angkat Rio duduk berdampingan di barisan terdepan. Rio dipangku oleh sang ibu. Di belakang mereka, terdapat para pengurus panti asuhan. Sisanya, di baris terbelakang hanyalah kursi-kursi kosong. Sebenarnya, Ruriko yang menempatinya, tetapi ia malah ditunjuk menjadi seksi dokumentasi dadakan. Sejak tadi, Ruriko berpindah-pindah tempat untuk membidik gambar dari sudut terbaik, meski ia bukanlah fotografer profesional. Yang penting momen-momen penting ini bisa terekam.Sembari menjalankan tugasnya, sesekali mata Ruriko mengedari sekitar ruangan, mencar

  • Angel's Sign   Unforgotten

    Jika para manusia menganggap malaikat adalah makhluk superior, maka mereka salah besar. Mereka hanya sosok-sosok yang hidup untuk menjalankan tugas, soliter, bahkan tak berarti. Kehidupan mereka juga bergantung pada keberhasilan dalam melaksanakan tanggung jawab. Jika gagal, mereka akan menerima hukuman. Jika berhasil, ada tugas berikutnya yang menanti. Alur itu berulang terus sampai keberadaan sang malaikat lenyap secara perlahan tergerus oleh aliran waktu. Saat menjalani hidup sebagai malaikat, tugasnya adalah untuk menjaga ikatan manusia. Ketika manusia berselisih paham dengan manusia lain, ia berusaha untuk menyatukannya kembali. Caranya dengan mempengaruhi manusia melalui bisikan-bisikannya, yang dikenal oleh manusia sebagai nurani. Terkadang malaikat itu sering merasakan kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Memang tidak mudah mempengaruhi p

  • Angel's Sign   Precious

    Sudah hampir tengah malam, tetapi sosok Rio belum juga ditemukan. Ruriko, Erina, serta Kazu pun mulai putus asa. Padahal, Kazu sudah mencarinya ke tempat-tempat favorit Rio yang hanya ia ketahui, tetapi hasilnya tetap saja nihil. “Apa kita lanjutkan besok saja? Ada bantuan dari pihak keamanan juga. Mereka pasti tengah mencari Rio. Kita tunggu kabar dari mereka saja, ya,” usul Erina sambil melirik arlojinya. Mereka bertiga sudah sama-sama kelelahan sehingga ingin rasanya segera pulang dan melanjutkan pencarian esok hari. Tetapi, mereka takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Rio kalau mereka menjeda pencarian ini. “Tapi, Rio-chan. Aku cemas,” ucap Ruriko murung. Erina langsung menyentuh tangan Ruriko lalu menggeleng pelan. Ia sebenarnya juga takut, tetapi ia tak mau berpikir macam-macam. “Semua akan b

  • Angel's Sign   Sanctuary

    Ranting pohon adalah kuasnya. Pekarangan adalah kanvas kosongnya. Dua media itu sudah cukup untuk menuangkan kreativitas si anak berkuncir dua.Sambil berjongkok, sepasang mata kelerengnya bersorot serius menciptakan sebuah gambar berupa dua sosok berdampingan. Tangan berupa garis lurus itu terlihat tumpang tindih, seolah mereka sedang berpegangan erat. “Rio dan Kazu.” Ia bergumam. Tak lama kemudian, ia diam. Menggunakan ranting pohon, ia langsung menghapus gambar sosok yang berperawakan lebih besar. “Kazu membenci Rio,” bisik anak itu. Sorot matanya berubah sendu. Pikirannya memutar kembali kejadian beberapa hari lalu. “Pergi saja sendiri! Aku tak akan ikut!” “Tapi, bukankah kau mau bersama Rio-chan? Mereka akan mengadopsimu juga.”

  • Angel's Sign   Threads

    “Dua manusia itu ya?” Si malaikat kembali menggumam saat Ruriko mengajaknya bicara di tempat lain yang lebih sepi. Mereka menuju ke halaman belakang, dekat gudang. Tempat yang jarang dijamah orang itu rasanya cocok untuk berdiskusi. “Ya. Rio-chan ingin diadopsi, bukan? Tapi, Kazu sebenarnya tak setuju.” Ruriko berusaha menjelaskan meski ia sebenarnya yakin si malaikat pasti lebih tahu seluk beluknya. Malaikat itu bersedekap lalu mengangguk pelan. Ia menghembuskan nafasnya lamat-lamat. “Sebenarnya mereka hanya salah paham. Anak laki-laki itu cukup keras kepala untuk menemui anak perempuan itu.” Mata Ruriko memandangi si malaikat. Meski tugasnya sudah jelas untuk memperbaiki hubungan Kazu dan Rio, Ruriko sampai saat ini ia masih belum tahu ia jenis malaikat apa. Memang ada ya malaikat yang bertuga

  • Angel's Sign   Help

    Kemunculan malaikat tak pernah bisa diprediksi. Ketika Ruriko seharian berada di panti asuhan, ia tak menemukan Mirai. Tapi, saat Ruriko sedang sendirian di kamarnya, malaikat itu malah muncul. Tapi, Ruriko yang sedang galau tak sempat untuk terkejut. Ia bahkan mengabaikan kehadiran makhluk itu, lebih memilih fokus pada pemikirannya tentang kejadian sore tadi. “Tak biasanya kau terlihat murung.” Merasa diabaikan, makhluk yang berada persis di samping Ruriko pun menegurnya. Gadis yang duduk di atas ranjangnya hanya melirik singkat dengan muka masam. Setelah itu, ia kembali menerawang. Hembusan nafas malaikat itu terdengar. Sepertinya manusia di sampingnya sedang tak minat untuk diajak ngobrol. Daripada keberadaannya tak diacuhkan, lebih baik ia pergi saja. “Aku berusaha membantu malaikat itu.” Ruriko m

  • Angel's Sign   Gap

    Keesokan harinya, Ruriko mengadakan kunjungan lagi ke panti asuhan. Ia memang sudah berjanji untuk berkunjung minimal seminggu satu kali, entah di hari sabtu, minggu, atau libur nasional. Tapi, tak ada salahnya juga berkunjung dua hari berturut-turut. Ia sedang tak ada janji bepergian, lagipula Ruriko ingin mengakrabkan diri dengan penghuni panti asuhan lainnya.Dimulai dari mendekati sosok Rio yang sedang bermain bersama teman-temannya di pekarangan. Gadis kecil itu langsung menyapa semangat saat melihat sosok familiar mendatanginya. Ruriko membalas lambaian tangannya lalu berjongkok di dekat anak itu.“Sedang apa, Rio-chan?” tanya Ruriko ramah.“Kejar-kejaran,” Rio menjawab singkat. Setelah itu ia berteriak lalu berlari saat seorang anak berusaha menangkapnya. Derai tawa mereka

DMCA.com Protection Status