Home / Romansa / Andai Semua Berbeda / 7. Kencan Pertama, Benarkah?

Share

7. Kencan Pertama, Benarkah?

last update Last Updated: 2021-04-26 07:05:24

Pintu ruangan Arnon terbuka. Wanita tinggi langsing dengan pakaian minim berwarna merah menyala, masuk. Cantik, dengan polesan yang membuat dia terlihat lebih segar dan menawan. 

Gladys, Arnon mengenalnya saat menghadiri pembukaan sebuah perumahan milik rekan bisnisnya tiga tahun lalu. Gladys adalah sekretaris pengusaha ternama. Dia pecinta pria berduit dan tampan seperti Arnon. 

Dengan langkah aduhai dia mendekati Arnon, langsung memberi kecupan mesra pada Arnon yang duduk di kursinya. Arnon membalas perlakuan Gladys. Hingga beberapa menit kemudian Arnon melepasnya. 

"Kamu pasti merindukan aku, Sayang. Hampir sebulan aku sibuk dengan pekerjaan. Hari ini aku minta off dan aku sengaja ingin memakai waktu bersama kamu." Gladys berdiri di belakang kursi Arnon, melingkarkan tangan ke dada Arnon, sambil berbisik mesra di telinga pria itu. 

"Kamu datang di hari yang kurang bagus. Mood-ku sedang berantakan, Gladys. Aku hanya ingin menenangkan diri." Arnon menjawab dengan tatapan tetap lurus. 

"Ah, Sayangku ... Justru itu kesempatan baik buat aku. Ketika kamu merasa kacau, aku akan menata kembali hatimu, juga tubuhmu ..." Tangan Gladys menyentuh lembut dada Arnon. 

"Gladys, aku ada banyak pekerjaan hari ini. Hingga selesai makan siang masih ada urusan. Kalau kamu sabar, sore dan malam ini oke, aku akan luangkan waktu bersama kamu." Sekarang Arnon memutar kursinya, memandang pada Gladys yang segera memajukan wajahnya, menempelkan kening dan hidungnya pada kening dan hidung Arnon. 

"Baiklah, Sayang, aku punya banyak waktu buatmu. Bahkan sampai besok. Aku tunggu di apartemen kamu. Oke?" Gladys kembali melepas kecupan mesra buat Arnon. 

Gladys melangkah keluar. Arnon hanya menatapnya. Setelah pintu kantor kembali tertutup, Arnon kembali melihat pada pigura di mejanya. Entah kenapa Arnon ingat yang Fea katakan padanya. 

"Aku tidak akan membiarkan seorang laki-laki mengajak aku bercinta kecuali dia sudah jadi suamiku. Karena kehormatan seorang wanita ketika dia bisa memberi dirinya utuh setelah pernikahan pada suaminya, pada orang yang dia cintai."

Arnon tersenyum kecil di ujung bibirnya. Fea sangat kuno, itu yang Arnon lihat jika bicara soal hubungan pria dan wanita. Tapi Arnon justru senang, karena Fea tidak akan membiarkan sembarangan pria menyentuh dia. Bahkan sejauh ini, hanya Arnon yang bisa begitu dekat memeluk dan memberi kecupan, meski hanya di kepala atau di kening gadis itu. 

"Okelah. Kerja, Arnon. Fokus dengan pekerjaan kamu. Huufhh!!" Arnon melepas hembusan nafas berat, lalu dia memulai pekerjaannya. 

Ada banyak yang perlu dia periksa, apalagi pembukaan tiga resto barunya makin dekat waktunya. Tidak ada waktu bersantai. Setidaknya hingga jam 6 sore, Arnon punya waktu untuk mengatur segala sesuatu. 

****

Hari itu berlalu dengan cepat. Fea cukup sibuk dengan urusan data yang harus dia pelototi. Harus teliti dan jeli, jangan sampai ada kesalahan. Kalau berurusan dengan angka, beda satu angka saja bisa runyam ke mana-mana. 

Ya, Fea menjadi salah satu tim akuntan di salah satu hotel di kota cantik dan sejuk tempat dia tinggal itu. Laporan berderet-deret seperti tidak ada habisnya. Mata sampai terasa lelah dan pedas. 

"Fea, hampir jam empat. Kamu ga siap-siap?" Rania kembali mendekati Fea. 

Fea tidak menjawab. Dia masih fokus yang dia kerjakan. Dia tuntaskan sampai hitungan selesai, baru dia menoleh pada Rania. 

"Terus? Aku harus sorak sorai dan lompat-lompat kalau udah jam empat?" ujar Fea. Dia menggeleng sambil tersenyum geli membayangkan dirinya sendiri berlompatan kayak bocah. 

"Lupa atau apa, sih?" Rania menopang dagunya menatap Fea. "Kencan pertama, Cinta. Sama Irvan. Hmm?"

"Kencan pertama? Ngarang. Aku cuma diajak makan malam," tangkis Fea. Dia balik melotot pada angka-angka di layar komputernya. 

"Kamu, memang. Tetap saja mesti jaga penampilan. Yang cantik dan segar. Sana, siapin diri. Ini angka-angka ga akan ngambek kalau kamu ga hitung hari ini," tukas Rania. 

"Ih, kamu ini. Tanggung jawab nomor satu. Urusan hati ngalah bentar." Fea tetap fokus pada layar. 

"Aduh, capek, deh. Ada cewek kayak kamu. Untung Irvan bisa cinta segitu dalam sama kamu, Fe." Rania cuma angkat bahu dengan kelakuan Fea. 

"Kalau dia mau ya Fea kayak gini. Ga bisa terima cari yang lain aja." Fea menyahut tanpa menoleh. 

Gemes, sambil menggeleng keras, Rania balik lagi ke mejanya. Fea cuma nyengir. 

Setengah jam berikut, Fea hampir mematikan komputer, Irvan muncul. 

"Sore, Fea. Udah selesai?" Suara berat tapi lembut itu menerpa telinga Fea. 

Fea menoleh dan mengangkat kepala. "Dua menit lagi, Pak. Masih mematikan komputer."

"Oke. Berarti aku tepat waktu." Senyum manis Irvan mengembang. Pria berkulit putih dengan mata agak lebar ini cukup ganteng. Lumayan gagah dan tinggi, meski Arnon masih beberapa senti lebih tinggi darinya. 

Fea meraih tasnya, berdiri dan mengikuti langkah Irvan. Senyum Rania lebar padanya, dengan dua jempol teracung di depan wajah yang senang melihat Fea akhirnya menerima ajakan Irvan. 

Fea hanya menarik bibir, tersenyum di ujung. Segera dia mengejar Irvan yang sudah melangkah keluar kantor. Saat Fea masuk dalam mobil keren milik Irvan, dia merasa canggung. Dia tidak pernah pergi dengan cowok seperti ini. Hanya dengan Arnon, dia pernah pergi berdua, sekalipun itu hanya jalan bersama antara dua sahabat. 

"Kamu suka makanan Jepang?" Irvan bertanya sementara mobil sudah meluncur di jalanan. 

"Aku bisa makan apa saja, Pak," jawab Fea. 

"Ini sudah di luar kantor, Fea. Ga usah panggil Pak lagi. Kaku banget jadinya," ujar Irvan sambil tersenyum tipis. 

"Sorry. Udah kebiasaan, Ir." Fea pun tersenyum. 

Mobil terus melaju menuju sebuah resto berkelas di pusat kota. Sampai di sana suasana cukup ramai. Tapi Irvan sudah memesan tempat khusus untuk dia dan Fea. Di lantai atas, ruang VIP. Fea makin tidak nyaman. Apa harus sampai begini juga mengajak dia makan malam saja? 

"Aku sangat senang dan berterimakasih kamu bersedia menerima undanganku malam ini." Irvan memandang Fea. "Rasanya seperti mimpi jadi nyata."

"Kamu berlebihan. Kita di kantor sering makan bareng pas jam istirahat, kok." Fea tersenyum lebih lepas kali ini. 

"Beda, Fea. Ini khusus kita berdua. Karena kamu tahu aku ada sesuatu dengan kamu. Dan aku ingin sekali lagi minta kamu mau menerima cintaku. Aku sungguh sayang kamu." Irvan tidak buang-buang waktu lagi. Segera saja dia tembak Fea yang kesekian kalinya. 

"Ir, kamu tahu aku tidak cinta sama kamu. Tapi, aku mau memikirkan untuk menjalani hubungan yang lebih dengan kamu. Cukup lama kamu terus saja mencoba meruntuhkan hatiku. Kurasa, memberi kamu kesempatan dan juga untuk diriku sendiri tidak ada salahnya." Fea membalas pandangan Irvan. 

Irvan lega mendengar itu. Dia senang Fea jujur mengatakan apa adanya yang dia rasa. Tapi dia yakin, akhirnya dia akan bisa memenangkan hati gadis cantik berambut coklat indah ini. 

Diraihnya kedua tangan Fea. Dia genggam lembut, Fea tidak menolak. Ah, ini langkah awal yang baik. 

"Terima kasih sekali lagi, Fe. Aku akan lakukan apapun agar kamu bisa bahagia." Senyum manis Irvan kembali melebar. Lesung pipi yang bagus muncul di sana. Irvan memang tampan. 

Tapi hati Fea berteriak. Ini salah! Fea tidak boleh melangkah keluar dari jalur yang dia lewati selama ini. Fea sedang bermain api. Dia sedang membahayakan dirinya dan juga Irvan. 

Benarkah? Irvan sangat baik. Kenapa menerima seseorang yang mencintai adalah suatu kesalahan? 

Related chapters

  • Andai Semua Berbeda   8. Kenapa Denganmu, Arnon?

    Makan malam terus berlanjut. Irvan membicarakan hal-hal sederhana yang membuat suasana malam itu menyenangkan. Irvan memang pintar juga melucu, bolak balik Fea tertawa, sampai menutup mulut takut lepas tak terkontrol lagi."Begitu, deh. Ga nyangka kan, maunya buat seru-seruan, malah bikin aku malu. Beneran kalau ingat itu pingin kabur aja. Hee ... hee ..." Irvan mengisahkan kejadian lucu saat dia masih sekolah.Fea tersenyum lebar sambil geleng-geleng. Dia perhatikan Irvan, lesung pipinya bagus, membuat dia makin menawan. Ya, dia kekasih Fea sekarang, bisa dibanggakan juga soal tampang. Tidak kalah dengan Arnon."Kamu senang malam ini?" Irvan memandang Fea yang masih menghabiskan makanan di piringnya. Tinggal dua suap lagi selesai."Ya, seru juga mendengar cerita kamu, Ir. Malam yang menyenangkan. Thank you." Fea tersenyum manis. Dia akan mencoba melebarkan hatinya, menerima Irvan, menikmati kasih sayangnya, siapa tahu, hati Fea pu

    Last Updated : 2021-04-27
  • Andai Semua Berbeda   9. Permintaan Fea

    Arnon terdiam dengan apa yang Fea katakan. Kali ini Arnon mendengarkan dengan serius yang diucapkan gadis itu. Harapan dan impian Fea. Bukan kali ini saja Fea mengutarakan apa yang dia inginkan dalam hidupnya. Sebuah keluarga, dengan pria yang mencintainya, yang dia cintai, dan merawat anak-anak mereka. Keluarga sederhana tapi hidup bahagia.Setiap Fea bercerita tentang itu, Arnon ingin tertawa. Kadang dia memang sudah tertawa dan membuat Fea enggan mengatakannya lagi. Kadang Arnon pikir itu hanya khayalan saja, bukan sesuatu yang serius. Tapi kali ini, Arnon merasa Fea benar-benar ingin mewujudkan harapannya itu. Dengan pria yang bersamanya tadi?"Siapa dia?" Arnon menatap lebih tajam pada dua bola mata Fea."Namanya Irvan. Dia wakil direksi di kantor. Orangnya sabar dan ramah. Kamu jangan kuatir, aku akan baik-baik saja sama dia." Fea mencoba setenang mungkin bicara, dia mau melunakkan hati Arnon agar akhirnya Arnon melepaskannya dari janji m

    Last Updated : 2021-04-27
  • Andai Semua Berbeda   10. Bicara Pria dengan Pria

    Fea yakin tidak salah dengar. Tuan Muda mengajak dia pergi ke kantor bareng? Mata Fea memandang Arnon, bibirnya membulat, bingung."Kamu mau terlambat sampai kantor? Ayo, jalan sekarang." Arnon meraih tangan Fea dan menggandeng gadis itu hingga sampai di garasi.Arnon membuka pintu mobilnya. Sebelum masuk dia menoleh pada Fea yang masih berdiri mematung. Fea benar-benar tidak mengerti Arnon. Apa yang terjadi dengan cowok itu?"Masuk, Fea!" titah Arnon.Fea sedikit tersentak. Dia nurut. Fea membuka pintu mobil, masuk, dan duduk di sisi Arnon."Kamu bukan sedang mabuk, kan?" Fea melihat Arnon yang mulai melakukan kendaraannya."Ini masih pagi. Belum jam delapan. Kamu pikir aku segila itu, mabuk di pagi hari?" Arnon menarik ujung bibirnya."Aku sudah bertahun-tahun ke mana-mana sendiri. Ke kantor juga punya langganan ojek. Kenapa kamu mau antar aku? Resto kamu dan kantor tempat aku bekerja itu beda arah

    Last Updated : 2021-05-01
  • Andai Semua Berbeda   11. Desakan untuk Arnon, Bujukan buat Fea

    Riko tersenyum kepada Arnon. Pertanyaan ini yang Riko tunggu dari Arnon. Pria yang gemar bermain wanita cantik itu mulai ingin tahu kenapa seorang pria hanya bisa bertahan dengan satu wanita dalam ikatan pernikahan. Sebab teman-teman Arnon yang ada di sekelilingnya, banyak juga yang tetap mencari wanita di luar rumah sekalipun sudah menikah. Lalu papanya yang punya tiga istri, membuat Arnon merasa aneh jika pria sanggup hidup hanya dengan satu wanita."Aku mungkin bisa kamu bilang kolot, kuno, jadul, atau terlalu konservatif, terserah. Tapi aku akan mulai dari paling dasar dan paling awal Arnon." Riko memandang Arnon.Arnon menyilangkan kaki, menatap pada Riko dengan serius. Riko masih memandang Arnon, memastikan temannya yang galau itu mau mendengarkan dia."Oke. Lanjut. Aku ga akan komentar apa-apa." Arnon menyahut."Kalau begitu baiklah. Aku akan mulai. Kamu harus tahan dengan temanmu yang satu ini. Siap?" ujar Riko.

    Last Updated : 2021-05-02
  • Andai Semua Berbeda   12. Galau dan Gamang

    Lagi-lagi Fea terpana dengan sikap Arnon. Dia mendatangi Fea dan memohon? Fea tidak mengerti kenapa Arnon begini? Tapi yang Fea lihat Arnon gundah. Wajahnya campur aduk. Antara marah, sedih, dan kesal."Arnon, kita sudah bicara soal itu. Aku tidak bisa mempermainkan Irvan. Apa alasan aku memutuskan dia?" Fea memandang Arnon.Arnon meraup rambutnya kasar. Dia tidak tahu bagaimana mengatakan apa yang berkecamuk di hatinya. Tuntutan orang tuanya, juga kemarahan Arnon karena cemburu."Hei, kamu baik-baik saja?" Fea mencoba melunak.Mungkin saja Arnon ada masalah dengan pekerjaan, atau dia ribut dengan salah satu wanitanya? Fea maju dan menarik tangan Arnon."Tidak. Aku ... Fea, kamu cinta sama Irvan?" Dan pertanyaan ini lagi yang Arnon ucapkan.Fea tersenyum. Jadi Arnon sangat kuatir jika Fea tidak bahagia dengan Irvan? Apa itu yang membuat dia kacau begini?"Hm, kurasa aku ingin menikmati sesuatu

    Last Updated : 2021-05-04
  • Andai Semua Berbeda   13. Kejutan Pertama dari Arnon

    Fea membereskan mejanya. Dia segera beranjak. Arnon menunggu di tempat parkir. Fea tidak tahu apa yang Arnon mau lakukan. Tapi dia benar-benar membuat Fea terkejut kali ini."Fea! Mau jalan? Diajak ke mana?" Rania masih mengira Fea akan pergi dengan Irvan."Arnon." Fea bicara dengan jelas tapi tanpa suara."Hah? Arnon?" ulang Rania.Fea mengangguk dan cepat-cepat keluar. Rania jadi bingung. Arnon yang menelpon? Cowok itu menelpon dan Fea tergesa-gesa pergi. Artinya Arnon meminta Fea melakukan sesuatu. Dan begitu saja Fea manut?Rania tidak habis pikir. Sahabatnya itu sudah punya Irvan sekarang. Lalu kenapa masih segitu pusingnya dengan Arnon. Apa dia tidak mau melepas Arnon? Kalau begini, bisa runyam urusannya nanti dengan Irvan."Aku sama sekali ga bisa paham dengan cara berpikir kamu, Fea." Rania menggumam dan menggeleng kesal. Dia pun membereskan meja, sudah waktunya pulang.Rania baru berdiri, Ir

    Last Updated : 2021-05-04
  • Andai Semua Berbeda   14. Nyonya Ketiga Mulai Bergerak

    Fea mengeluarkan ponselnya. Terkejut, sangat terkejut. Irvan menelpon beberapa kali. Cowok itu juga mengirim pesan menanyakan dirinya.Fea merasa bodoh. Dia sama sekali tidak ingat Irvan. Sejak Arnon bilang menjemput, Fea hanya mau cepat menemui Arnon, ingin tahu mau apa cowok itu tiba-tiba nongol ke kantor Fea.Dan kejutan Arnon, benar-benar mengalihkan Fea dari hal yang lain. Fea menikmati waktu berdua Arnon, karena sangatlah menyenangkan. Sekarang, Fea harus menjelaskan apa yang terjadi pada Irvan."Irvan, maaf, aku benar-benar ga ingat kamu pasti akan menemui aku sebelum pulang. Jika mungkin kamu akan mengantarkan aku juga. Astaga, Fea ..."Cepat-cepat Fea memberi balasan pesan pada Irvan.- Ir, maafkan aku pergi tanpa pamit. Arnon tiba-tiba jemput dan ada yang dia mau tunjukkan. Lain kali aku pasti kabari kalau harus mendadak pergi.Fea berharap kekasihnya bisa mengerti. Toh, Fea sudah menjelaskan den

    Last Updated : 2021-05-05
  • Andai Semua Berbeda   15. Berebut Gadis Cantik

    "Fea, besok kamu datang pernikahan Rania, kan?" Arnon memandang Fea. Pagi ini lagi-lagi Arnon mengantar Fea ke kantor."Iya, tentu saja." Fea tersenyum lebar. "Lega, akhirnya Rania nikah juga. Aku senang untuk dia dan Mas Jaka.""Pergi bareng, ya?" Arnon membelokkan mobil ke arah kiri."Arnon, mana bisa. Aku bareng Irvan. Kamu ajak siapa gitu, satu teman kamu. Tinggal telpon saja. Si Gladys atau Luna. Widya atau ...""Aku maunya sama kamu. Mereka ga kenal Rania. Kamu bisa ketemu Irvan di lokasi, kan?" Arnon beralasan.Fea menghela nafas. Mulai lagi. Arnon tidak mau dapat saingan. Itu yang Fea pikirkan. Sepertinya Arnon cemburu pada Irvan, merasa Fea tidak lagi peduli padanya."Arnon. Mengertilah. Kalau aku datang sama kamu, bisa heboh. Teman-teman mulai tahu kalau Irvan kekasihku. Lalu aku muncul sama kamu, bisa jadi skandal. Tahu?" Fea berusaha menolak dengan alasan juga."Aku lebih keren dari Irvan. Har

    Last Updated : 2021-05-09

Latest chapter

  • Andai Semua Berbeda   Extra Part - The Double Twins

    Tawa lepas terdengar di tepi pantai. Dibarengi suara deburan ombak yang tak mau menunda hentakannya menerjang bibir pantai luas dan indah. Angin semakin kencang bertiup, seolah-olah memaksa awan-awan bergerak cepat dan segera berganti bentuk menghias biru langit.Pohon-pohon di tepi pantai berkejaran menggoyangkan dahan dan daun-daun yang memenuhi batangnya. Seakan-akan menari menikmati hari yang cerah. Sesekali terdengar desauan suara gesekan dedaunan itu."Sayang ... lihat apa?" Arnon memencet hidung Fea.Fea gelagapan. Dia pegang tangan Arnon, menoleh padanya."Memperhatikan anak-anak. Rasanya belum lama aku berjuang membawa mereka lahir, ternyata mereka sudah mulai gede." Senyum Fea mengembang manis. Dia lepaskan tangan Arnon dan merapikan helaian rambutnya yang menutupi wajah karena tiupan angin."Kamu benar. Arnon dan Fernan suaranya mulai berubah. Tingginya sudah melampaui kamu. Dan sudah mulai ngerti cewek cantik." Arnon ikut tersenyum leba

  • Andai Semua Berbeda   235. Andai Semua Berbeda

    Arnon memegang lengan Fea, meminta dia menurunkan tangan. Fea menggeleng. Dia kesal karena perjalanan itu terganggu gara-gara dia sakit. "Sayang, kenapa?" ulang Arnon. "Kenapa aku sakit? Harusnya kita happy, menikmati semuanya." Fea sedikit merajuk. Arnon menggeser kursinya, merapat pada Fea dan memeluknya. "Jangan sedih. Sakit itu ga bisa ditolak. Sudah, ga apa-apa." "Hhmm, uuhhkkk ..." Fea kembali merasa mual. Sedang pusing yang mendera kembali datang. "Kita ke dokter saja. Ga bisa kayak gini. Ini sudah campur-campur sakitnya. Ayo!" Arnon tidak bisa menunggu. Lebih baik mencari obat yang benar, agar Fea segera pulih. Sebab masih dua hari lagi perjalanan mereka. Dengan tubuh sedikit oleng, Fea menurut. Arnon menuntunnya masuk ke dalam mobil. Arnon segera browsing mencari klinik terdekat. "Good, hanya sepuluh menit dari sini. Kita pergi." Arnon dengan cepat melaju di jalanan. Pulau itu tidak sepadat kota asa

  • Andai Semua Berbeda   234. Senyum Berubah Menjadi Rasa Cemas

    Arnon memandang Fea. Dia tahu, Fea benar-benar lupa ada apa dengan salah satu kembar mereka."Pulang, bisakah ada adik di perut Mama?" Fea mengulang yang Fernan katakan.Fea memeluk Arnon seketika. Senyumnya melebar. "Iya, ingat. Tapi aku mau jalan-jalan. Rugi kalau jauh-jauh hanya untuk rebahan di kamar.""Hee ... hee ..." Arnon tersenyum lebar. "Oke, kita tidur. Besok kita berpetualang di luar pagi hingga siang. Malam, petualangan di atas kasur. Jangan menolak, Sayang ..."Fea tidak menyahut, tidak juga menolak. Yang terjadi terjadilah. Dia juga berharap jika Tuhan kehendaki, maka dia akan segera mengandung. Namun, jika tidak, dia pasrah. Tuhan yang lebih tahu, apakah baik buta dia dan Arnon, juga anak-anak, jika ada anggota keluarga baru.Malam dengan cepat berlalu, pagi pun menyapa lagi.Arnon dan Fea mulai berkelana di pulau cantik itu. Awal, mereka datang ke resto Hervina. Hervina sendiri yang menjemput dari hotel. Fea dan Arnon dijamu

  • Andai Semua Berbeda   233. Jangan Lepaskan

    Arnon pun tidak kalah terkejut saat mengenali wanita yang memanggilnya. Apa dia harus menemuinya? Tetapi langkah mereka memang terarah ke tempat di mana wanita cantik dengan postur tinggi dan langsing itu berada."Kamu akan menemuinya?" tanya Fea."Kenapa tidak? Aku bersama kamu. Kita temui sama-sama." Arnon memegang erat tangan Fea.Mereka melangkah mendekat pada wanita itu."Selamat datang di pulau cantik ini. Selamat berpetualang." Senyum manisnya, masih sama seperti dulu, itu yang Arnon lihat."Maaf, Kak Hervi ga bisa jemput. Hari ini restonya ada acara wedding, jadi dia pastikan semua berjalan lancar." Suaranya ceria dan terdengar ramah."Kamu dan Hervina?" Arnon menatap wanita itu."Namaku Widya Sukma Adijaya. Kamu teman kuliah Kak Hervi, pasti ingat namanya." Widya berkata sambil tersenyum lebar.Arnon mengerutkan kening. "Aku tidak ingat lengkapnya, tapi ya ... Hervina ... belakangnya Adijaya. Jadi dia kakakmu?"

  • Andai Semua Berbeda   232. Tumpeng Buat Tinah

    Fea menatap Arnon lekat-lekat. Seketika suasana riuh dan meriha itu tidak manis lagi. Kenapa Arnon mengatakan itu? Wajahnya tegas, membalas tatapan Fea. Apakah Arnon sebenarnya terpaksa datang ke panti? "Kamu kenapa?" tanya Fea. "Tidak bisa menikmati acara ini." Arnon mengatakan lebih tegas. "Kamu tidak ingin datang? Aku sudah bertanya lebih dulu, Ar, kamu bisa atau tidak. Kamu iyakan, kamu bilang Sabtu ini kosong, ga ada urusan mendesak. Makanya aku siapkan semua, bukan, kamu bahkan membantu menyiapkan ..." "Bagaimana bisa menikmati acara, kalau di sisiku ada bidadari cantik membuat aku tak bisa berkedip?" Arnon berkata dengan mata menghujam dua bola mata Fea, tanpa berkedip. "Ahh ..." Fea seketika menghela nafas panjang. "Arnon ..." Arnon tersenyum. Dia raih tangan Fea dan menggenggamnya. "Thank you." Fea ikut tersenyum. "Thank you buat apa?" "Aku mungkin akan bilang berulang-ulang, tapi akan tetap mengatakannya lagi.

  • Andai Semua Berbeda   231. Tak Mudah Menyelami Hati

    "Itulah, memang tidak mudah menyelami hati seseorang. Boleh dibilang, aku setuju dengan pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu," ujar Fea."Jawab saja, pakai melantunkan peribahasa segala. Hee ... hee ..." Sherlita merasa lucu dengan jawaban Fea."Pak Rido, dia terjebak banyak hutang. Karena diam-diam dia suka berjudi. Awalnya dia dapat uang dari pinjaman online. Kamu bisa bayangkan seperti apa jeratan pinjaman online apalagi yang asal begitu." Fea memulai penjelasannya."Waduh, kok ngeri aku," ujar Sherlita. Tak dia bayangkan itu yang terjadi. "Karena judi Rido nekad memperjualbelikan anak-anak?""Awalnya dia ga bermaksud begitu. Hanya dia melihat ada peluang dapat uang gede. Tanpa pikir panjang, dia iya saja. Dan sudah terlanjur ada perjanjian untuk menyerahkan anak itu." Fea menambahkan."Lalu, setelah tahu kenyataannya?" Sherlita makin penasaran."Menurut yang aku dengar, dia menyesal, t

  • Andai Semua Berbeda   230. Kejutan Kawan Lama

    Ahmad tersenyum. "Monggo, dibuka saja, Nyonya Muda." Fea ikut tersenyum lebar. "Makasih, Pak." "Sami-sami, Nyonya." Ahmad mengangguk dan berbalik meninggalkan Fea dan Arnon. "Penasaran. Undangan pernikahan kali." Arnon berkomentar. Fea membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Mata Fea melebar. Di dalamnya ada hiasan dinding, kerajinan tangan dari Lombok. Dan ada kartu kecil di dalamnya. "Ini dari ..." Fea menunjukkan pada Arnon. Arnon menerima kartu itu dan membacanya. "Hervina. Oh, my God. Dia beri kejutan ini?" Ternyata ada tiket dua untuk liburan di Lombok selama satu minggu. "Siapa Hervina?" tanya Fea. Dia tidak merasa mengenal nama itu. Ada sesuatu yang menggelitik dadanya, sebab yang mengirim hadiah buat Arnon adalah seorang wanita. "Ah, aku ga pernah cerita, ya? Jujur, lupa." Arnon memandang Fea. "Oke, lalu siapa dia?" Fea berusaha tenang, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman di

  • Andai Semua Berbeda   229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani

    "Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?" "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g

  • Andai Semua Berbeda   228. Bukan Seperti yang Dibayangkan

    Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu. "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b

DMCA.com Protection Status