Merry menutup panggilan teleponnya dengan Teguh wajah lesu. Ia duduk terhenyak di depan lemari sambil bersandar pada papan ranjang. Di hadapannya ada sebuah laptop yang layarnya menampilkan sebuah vidio asusila yang terjeda oleh fitur ‘Pause’. Sementara itu di sekitarnya banyak kepingan kaset VCD yang berserakan. Ya, ia baru saja menonton rekaman video asusila suaminya sendiri.Sudah beberapa hari sejak mereka pulang dari Pangandaran. Entah ada masalah apa tapi yang jelas, liburan keluarga kecil mereka sepertinya tidak berjalan indah seperti yang telah direncanakan.Teguh sejak bertemu dengan pria yang menabrak mobil Tari waktu itu, terlihat berbeda. Suaminya itu tampak begitu mengkhawatirkan. Emosinya tak dapat dikendalikan. Bahkan yang tak habis dimengerti oleh Merry, Teguh berusaha menemui pria itu sampai-sampai mengabaikan dirinya dengan Shakilla, dan pulang-pulang dia sudah dalam kondisi babak belur dan mengajak Merry dan Shakilla untuk pulang ke Bandung.Namun, begitu sampai di
Merry terpekur untuk beberapa waktu lamanya memikirkan apa yang ada di hadapannya saat ini. Ini masih tidak masuk akal baginya. Ini tidak mungkin Mas Teguhnya.Video itu terlihat sudah lama, karena Teguh masih terlihat jauh lebih muda daripada yang sekarang. Hati Merry bertanya-tanya dengan siapa Teguh melakukan itu? Apa itu mantan pacarnya?Dari video yang dia lihat lawan main dalam Teguh dalam video asusila itu terlihat seperti wanita Jepang dengan mata sipit dan kulit putih sebagaimana kebanyakan orang-orang dari sana.Merry memijat kepalanya yang sakit. Matanya jelalatan melihat kaset yang bertebaran di sekitarnya. Cover-cover dalam kotak kaset itu jelas-jelas menunjukkan gambar dengan visual ero*is. Beberapa ada yang menampilkan wajah Teguh, sementara beberapa lagi menampilkan wajah orang lain.Dengan tak sabar Merry mencoba meraih lagi kaset yang lain dan memutarnya di laptop. Lagi-lagi video dengan bintang utamanya Teguh namun kali ini dengan wanita berbeda. Masih penasaran den
“Bagaimana misimu di sana? Apa semua berjalan lancar?” tanya Anggraini.“Kau jawab pertanyaanku dulu, baru nanti akan menjawab pertanyaanmu. Katakan padaku sekarang kamu ada di mana. Sophia bilang kamu kembali ke Bandung, apa benar?” tanya Asyif.Pria itu kini sedang dalam berada dalam sebuah taksi yang akan membawanya ke hotel tempat dia menginap.“Ya, aku memang balik lagi ke Bandung. Ada hal yang harus aku lakukan,” kata Anggraini.“Astaga, kenapa kau balik ke sana? Aku mengantarmu dan memastikan kau berada di tempat yang aman dan ada yang menjagamu tapi kau malah pergi dan tidak mempedulikan kesehatanmu. Apa kau kira kau ini adalah wonder women?” omel Asyif di telepon.Anggraini menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku hanya tidak ingin keluarga Sophia merasa terganggu jika Mas Teguh datang ke sana untuk mencariku lagi. Terakhir kali dia datang dia membuat keributan. Itu sebabnya aku balik ke Bandung. Aku juga tidak mungkin lagi ke rumah aku dan Mas Teguh kan?”Asyif terdiam sejenak d
Anggraini pelan-pelan datang menghampiri Merry. Hatinya sedikit waswas akan kehadiran Teguh meskipun dia tahu saat ini Teguh masih berada di Singapura.“Kamu mau kemana?” tanya Anggraini setelah jarak mereka tinggal sedikit lagi dekat.Pandangan Anggraini tertuju pada kantong plastik hitam besar yang tergelantung pada stang sepeda motor tersebut.“Oh ini, aku …”Merry melirik pada Anggraini yang kelihatannya sangat penasaran dengan apa yang dibawanya itu.“Kamu nggak bermaksud kabur dari rumah kan?” tebak Anggraini dengan mata memicing curiga pada Merry.“Hahaha, ya nggaklah. Astaga, kok pikiran kamu bisa sampai ke sana sih,” kekeh Merry yang tak habis pikir dengan kecurigaan Anggraini itu.“Mata kamu sembab,” gumam Anggraini.Anggraini pastinya tahu apa yang membuat mata Merry terlihat bengkak dan sembab. Wanita itu pastinya merasa terpukul dan syok karena informasi yang dia berikan sebagai penelepon misterius itu.Merry buru-buru mengusap matanya. Perasaan dia sudah mencuci wajahnya
“Kila, kamu mau apa?” tanya Anggraini pada Shakila yang terlihat celingak-celinguk.Anggraini meminjamkan bocah itu ponselnya untuk menonton video anak-anak selama menunggu Merry pulang. Namun, nyatanya Shakila masih tetap gelisah.“Bunda kemana? Kenapa elum pulang?” tanyanya sambil menguap.Anggraini juga tidak mengerti. Kata Merry dia hanya sebentar saja, tapi nyatanya ini sudah hampir dua jam berlalu, istri muda suaminya itu belum datang juga.“Bentar lagi bundanya Kila pasti pulang kok. Kila memangnya mau apa? Mau tidur ya? Kila ngantuk?” tanya Anggraini.Shakila mengangguk sambil menguap.Anggraini melihat ponselnya untuk melihat jam berapa saat ini. Ini sudah siang, pantas saja. Ini sepertinya sudah masuk jam tidur Shakila.“Kalau gitu, Kila bobo di sini aja dulu ya. Nanti kalau bunda pulang pasti Kila dibangunin,” kata Anggraini mencoba menenangkan Shakila.Tanpa menunggu persetujuan gadis kecil itu. Anggraini pun menepuk-nepuk bantal dan menyuruh Shakila untuk merebahkan kepal
Anggraini tersenyum kecut dengan pertanyaan balik yang dilayangkan oleh Merry padanya. Bertemu dan membicarakan ini dengan istri kedua suaminya kata Merry?Anggraini mengangkat pundaknya sebelum dia menjawab pertanyaan Merry itu.“Entahlah, aku tidak punya ide melakukan itu. Memangnya kamu pernah mendengar ada istri pertama yang mendatangi istri kedua suaminya dan membicarakan tentang masalah mereka baik-baik? Aku rasa kalau pun ada yang ingin menemui istri kedua suaminya itu bukan ingin berbicara dari ke hati, tetapi malah ingin melabraknya. Aku pun pasti akan begitu, kalau kamu?” tanya Anggraini sembari menatap wajah Merry lekat-lekat.Ditanyai dengan pertanyaan seperti itu oleh Anggraini membuat Merry salah tingkah. Ia pun menjauhkan pandangannya dari Anggraini yang dia pikir tidak tahu mengenai status perkawinannya dengan suaminya saat ini.“Jika kau yang jadi istri pertama, kau begitu amat mencintai suamimu selama bertahun-tahun lamanya, setia padanya dalam suka dan dukaz tiba-ti
Merry meninggalkan tempat Anggraini dengan hati yang galau. Saat sudah berada di luar pagar, wanita yang bakal menjadi ibu dua anak itu melihat kembali ke belakang.Rumah berlantai dua ini cukup besar jika hanya ditempati oleh seorang saja, sementara dulunya bangunan ini adalah sebuah gudang distributor. Masih tidak masuk akal jika orang yang menempati rumah ini sekarang adalah istri pertama suaminya. Dipikirkan bagaimana pun itu tidak mungkin.Jadi stop berpikir berlebihan, Merry. Kamu masih ada banyak masalah lain yang harus kamu pikirkan, kata batinnya.Lalu wanita itu pun kembali ke rumahnya dengan menggendong Shakila. Namun begitu sampai di dalam rumah, rupanya putri sulungnya itu sudah kehilangan kantuknya dan tidak lagi ingin tidur.“Bunda kok lama?” tanya Shakila sambil menguap.“Oh, iya. Maaf, Sayang. Tadi bunda ketemu teman bunda. Terus bunda diajakin ngobrol deh. Tapi kamu jangan marah, okay? Bunda ada bawa jajanan nih buat Qila,” kata Merry sambil merogoh-rogoh kantongnya
Dari sebelah, Anggraini dapat dengan jelas mendengar bentakan Teguh terhadap Merry. Dirinya terkejut dan penasaran akan teriakan itu hingga ia mendekat ke balkon samping yang menghadap langsung ke arah kamar suami dan istri kedua suaminya itu.Anggraini membuka sedikit pintu balkon tanpa ia menampakkan diri di balkon itu. Ia hanya ingin mendengar dengan lebih jelas apa yang sedang diributkan oleh tetangganya itu.Jadi Teguh telah kembali dari Singapura dan langsung ke Bandung menemui istri mudanya? Anggraini mendesis mengetahui kalau Teguh memperlakukan Merry dengan kasar tak jauh beda dengan perlakuan pria itu yang menendangnya hingga sampai dilarikan Asyif ke rumah sakit. Sungguh sisi gelap Teguh yang tidak pernah diketahui oleh Anggraini selama ini. Ternyata dia bisa kasar pada wanita.“Kamu membuangnya katamu? Kamu membuangnya ke tempat sampah?” geram Teguh sambil mengguncang-guncangkan bahu Merry.“Lepaskan, Mas! Kau menyakitiku! Shakila melihat kita,” kata Merry lirih.Terdengar
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it