"Maksudmu?"Anggraini bertanya dengan kening yang mengerut.Asyif tidak menghiraukan respon Anggraini. "Sudahlah, sekarang bisa kau siapkan piring untuk nenek? Tempatnya ada di situ," tunjuk Asyif pada sebuah rak piring kaca."Jangan mengalihkan pembicaraan!" tukas Anggraini. "Jelaskan padaku sejelas-jelasnya! Katamu kau bersahabat baik dengan Mas Teguh? Kapan? Kapan? Jangan mengarang cerita deh! Kalau kau adalah sahabatnya aku pasti tahu. Tapi sejak aku mengenalnya aku tak pernah tahu kalau dia punya sahabat dekat apalagi itu dirimu. Aku bahkan tak mengenalmu!"Asyif menggulung bibirnya. Tadinya dia ingin mengatakan sesuatu yang bisa membungkam Anggraini, namun kemudian dia urung melakukannya."Oh begitu? Baiklah, kalau begitu lupakan saja! Sepertinya aku yang salah," jawab Asyif.Anggraini tertegun. Ia melihat Asyif yang mengambil sebuah piring dari rak dan menaruh dua buah pisang rebus di sana. Kemudian tanpa berkata-kata lagi, Asyif segera meninggalkan Anggraini dan membawa pisan
"Mas, kok melamun terus dari tadi? Ada masalah yang sedang Mas pikirin ya?" tanya Merry.Di tangan wanita paruh baya itu tertenteng sebuah toples bening berisi cemilan yang baru saja dia bawakan dari dapur."Astaga, kita nanya bukannya dijawab malah dikacangin. Hey, Mas!" Kali ini Merry menepuk pundak suaminya. Teguh tersentak kaget."Eh, apa tadi?" Merry menatap Teguh dengan wajah manyun."Jadi dari tadi aku ajak Mas ngomong, Mas sama sekali nggak dengarin aku?" tanyanya dengan nada merajuk.Teguh garuk-garuk kepala sambil menggeleng bingung."Memang kamu ngomong apa?"Merry ditanya begitu malah semakin memanyunkan bibirnya. Sedari tadi sejak Teguh sampai setelah hampir seminggu mereka tidak bertemu bukannya lepas kangen pria itu malah sibuk melamun seperti ada masalah serius yang dipikirkannya. "Nggak, nggak ada apa-apa. Aku cuma tanya kenapa Mas sedari tadi melamun terus. Mas ada yang dipikirin?" tanya Merry sambil mendekatkan diri pada Teguh.Merry seperti biasanya memang palin
"Yeni … Yeni …"Anggraini menghembuskan napas sedikit kesal mendengar Ibu Haji memanggil-mnggil dirinya. Masih mending jika memang benar namanya yang disebut, namun masalahnya orang tua itu bahkan menyebut nama lain.Tadinya orang tua Asyif memperkenalkan dirinya pada Ibu Haji dengan nama Reni, tetapi entah mengapa di telinga lansia itu nama itu berubah menjadi Yeni. Dan kini Anggraini harus mendengar nama itu sepanjang malam. Oh, siaaal …"Yeni, kamu di mana, Nak? Saya mau buang air kecil," kata orang tua itu.Anggraini tak bisa diam saja kali ini. Ini sudah sangat mengganggu ketenangannya. "Ibu Haji! Ibu Haji kan sudah pakai diapers. Kan bisa kencing di situ saja," protes Anggraini di telinga orang tua itu.Orang tua itu malah terlihat girang saat Anggraini menampakkan dirinya."Daiper, apa itu?" tanyanya dengan begitu polosnya."Popok. Popok yang Ibu Haji pakai! Itu namanya diapers!" jawab Anggraini agak meninggikan suaranya."Oo … betul juga. Maaf saya lupa," kekehnya.Anggraini
"Ayo buruan! Kalau kamu lama begitu, aku nggak jadi antarin kamu loh," kata Asyif dengan nada mengancam.Anggraini tergopoh-gopoh mengikuti langkah pria itu. Sementara orang tua Asyif terheran-heran melihat kelakuan kedua orang itu."Hei! Hey, mau kemana kalian? Mbak? Mbak Angraini! Asyif!" panggil Umminya Asyif turut mengejar dari belakang."Asyif mau antarin Anggraini pulang, Ummi. Anaknya sakit. Dia harus pulang sekarang," bohong Asyif.Umminya Asyif langsung beralih pandang pada Anggraini. Sementara Anggraini terkejut mendengar kebohongan Asyif itu.Anggraini sudah tiga hari berada di rumah ini. Sebenarnya di hari pertama berada di sini pun Anggraini sudah tidak betah tinggal di sini, namun siapa yang sangka sering menunaikan sholat karena wajib untuk meyakinkan orang tua Asyif bahwa dia adalah seseorang perawat lansia rupanya membuat wanita itu mendapatkan ketenangan jiwa sehingga dia memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari lagi.Namun pagi ini Anggraini terkejut ketika Asy
"Siapa dia, Anggre? Kamu nemu dia di mana?" tanya Sophia pada Anggraini.Anggraini menghela nafas mendengar pertanyaan Sophia yang bertubi-tubi kepadanya itu."Tadi kan kamu sudah kenalan sama dia. Dia Asyif," jawab Anggraini dengan malas sambil tangannya mendorong pagar rumah Sophia."Iya, aku tadi dengar dia namanya Asyif. Tapi maksud aku tuh kamu ketemu dia di mana? Ganteng banget, sumpah! Eh, tunggu, tunggu, jangan bilang kalau kamu dan dia ada … "Sophia tidak meneruskan kalimatnya. Sebaliknya gadis itu malah menatap Anggraini dengan mata yang memicing curiga. Anggraini menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu dan berbalik badan melihat pada Sophia."Maksud? Ada apa memangnya antara aku dan dia?" Anggraini malah balik bertanya sambil mengernyitkan kening.Sophia memutar bola matanya untuk memikirkan jawaban yang masuk akal."Ya, kali aja kamu dan dia ada affair, ya kan?" katanya sambil memelankan suaranya.Anggraini tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu kemudian memuta
"Sepi, Nggre," kata Sophia pada Anggraini tatkala keduanya memasuki pekarangan rumah Teguh dan Anggraini."Ya iyalah. Mas Teguh sudah pasti tidak akan ada di rumah kalau hari kerja seperti ini," jawab Anggraini sekedarnya.Wanita berusia 30 tahunan itu menepuk jidatnya sendiri ketika dia sadar, dia sama sekali tidak memegang kunci saat ini. Jangankan kunci, seluruh harta yang dia punya, tas, ponsel bahkan pakaian pun telah dia tinggalkan begitu saja di klub malam ketika dia sedang mabuk tempo hari."Kenapa?" tanya Sophia bingung melihat ekspresi hopeless yang ditunjukkan oleh Anggraini."Kunci, Phi. Kunci rumah aku nggak punya. Ketinggalan di klub semua sama tas aku," keluhnya."Lah terus gimana donk? Kamu nggak punya kunci cadangannya apa? Ditaruh di bawah keset atau di mana gitu seperti orang-orang?" tanya Sophia mencoba memberi solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh Anggraini saat ini.Anggraini menggeleng lemah. Yang menempati rumah ini hanya dirinya dan Teguh. Sedang
"Kamu yakin mau ke rumah sini aja? Bukannya lebih tenang kalau kamu istirahat di apartemenku saja?" tanya Sophia saat mobil yang dia bawa memasuki area komplek perumahan tempat tinggal Teguh dan keluarga barunya."Nggak apa-apa, aku di sini saja, Phi. Lagian di apartemen kamu sepi juga. Kan kamu juga mau berangkat ke butik?" "Iya, sih. Tapi kamu kalau mau ikut ke butik juga boleh kok, nanti siang baru kita balik ke apartemen biar kamu bisa istirahat dan fit pas ke gymnasium entar," usul Sophia.Anggraini menggeleng."Di sini aja dulu, nggak apa-apa. Lagian aku sudah kangen sama madu tersayangku," selorohnya.Sophia berdecak sambil geleng-geleng kepala. Dendam di hati Anggraini terhadap Merry sepertinya benar-benar telah menyerap mendarah daging. "Kenapa ekspresimu begitu?" protes Anggraini tak suka.Sophia seperti terlihat tak mendukungnya."Nggak, nggak kenapa-kenapa," jawab Sophia sambil membelokkan setir mobil ke arah kanan."Terus geleng-geleng kepala sambil berdecak gitu kenapa
Anggraini membuka tas untuk mengeluarkan ponsel sambil dia menunggu Merry menjawab pertanyaannya."Kok diam? Memang kamu mau nanya apaan?" tanyanya pada Merry sambil membuka pola layar kunci pada ponselnya."Emm … nggak deh. Entar aja kalau kamu lagi santai untuk menjawab hal ini. Nggak yang penting-penting amat juga kok," kilah Merry sambil melirik Sophia tak enak hati.Sophia memutar bola matanya bingung. Apa Merry merasa tidak enak hati bertanya pada Anggraini karena ada dia di sini?Sama halnya dengan Anggraini, dia pun sepertinya memiliki jalan pikiran yang sama dengan Sophia."Pertanyaan pribadi? Menyangkut privacy?" tanyanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang dipikirkannya itu adalah benar.Merry pun terkekeh tak menyangka kalau Anggraini sangat cepat mengerti maksudnya."Ya, begitulah maksudnya. Kamu tahulah maksudku. Ada hal-hal yang ingin aku ketahui tentang senam yang cocok untuk bumil sekaligus yang bisa membuat harmonis hubungan pasutri. Hahaha, tapi nggak usah dibaha