"Yeni … Yeni …"Anggraini menghembuskan napas sedikit kesal mendengar Ibu Haji memanggil-mnggil dirinya. Masih mending jika memang benar namanya yang disebut, namun masalahnya orang tua itu bahkan menyebut nama lain.Tadinya orang tua Asyif memperkenalkan dirinya pada Ibu Haji dengan nama Reni, tetapi entah mengapa di telinga lansia itu nama itu berubah menjadi Yeni. Dan kini Anggraini harus mendengar nama itu sepanjang malam. Oh, siaaal …"Yeni, kamu di mana, Nak? Saya mau buang air kecil," kata orang tua itu.Anggraini tak bisa diam saja kali ini. Ini sudah sangat mengganggu ketenangannya. "Ibu Haji! Ibu Haji kan sudah pakai diapers. Kan bisa kencing di situ saja," protes Anggraini di telinga orang tua itu.Orang tua itu malah terlihat girang saat Anggraini menampakkan dirinya."Daiper, apa itu?" tanyanya dengan begitu polosnya."Popok. Popok yang Ibu Haji pakai! Itu namanya diapers!" jawab Anggraini agak meninggikan suaranya."Oo … betul juga. Maaf saya lupa," kekehnya.Anggraini
"Ayo buruan! Kalau kamu lama begitu, aku nggak jadi antarin kamu loh," kata Asyif dengan nada mengancam.Anggraini tergopoh-gopoh mengikuti langkah pria itu. Sementara orang tua Asyif terheran-heran melihat kelakuan kedua orang itu."Hei! Hey, mau kemana kalian? Mbak? Mbak Angraini! Asyif!" panggil Umminya Asyif turut mengejar dari belakang."Asyif mau antarin Anggraini pulang, Ummi. Anaknya sakit. Dia harus pulang sekarang," bohong Asyif.Umminya Asyif langsung beralih pandang pada Anggraini. Sementara Anggraini terkejut mendengar kebohongan Asyif itu.Anggraini sudah tiga hari berada di rumah ini. Sebenarnya di hari pertama berada di sini pun Anggraini sudah tidak betah tinggal di sini, namun siapa yang sangka sering menunaikan sholat karena wajib untuk meyakinkan orang tua Asyif bahwa dia adalah seseorang perawat lansia rupanya membuat wanita itu mendapatkan ketenangan jiwa sehingga dia memutuskan untuk tinggal selama beberapa hari lagi.Namun pagi ini Anggraini terkejut ketika Asy
"Siapa dia, Anggre? Kamu nemu dia di mana?" tanya Sophia pada Anggraini.Anggraini menghela nafas mendengar pertanyaan Sophia yang bertubi-tubi kepadanya itu."Tadi kan kamu sudah kenalan sama dia. Dia Asyif," jawab Anggraini dengan malas sambil tangannya mendorong pagar rumah Sophia."Iya, aku tadi dengar dia namanya Asyif. Tapi maksud aku tuh kamu ketemu dia di mana? Ganteng banget, sumpah! Eh, tunggu, tunggu, jangan bilang kalau kamu dan dia ada … "Sophia tidak meneruskan kalimatnya. Sebaliknya gadis itu malah menatap Anggraini dengan mata yang memicing curiga. Anggraini menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu dan berbalik badan melihat pada Sophia."Maksud? Ada apa memangnya antara aku dan dia?" Anggraini malah balik bertanya sambil mengernyitkan kening.Sophia memutar bola matanya untuk memikirkan jawaban yang masuk akal."Ya, kali aja kamu dan dia ada affair, ya kan?" katanya sambil memelankan suaranya.Anggraini tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu kemudian memuta
"Sepi, Nggre," kata Sophia pada Anggraini tatkala keduanya memasuki pekarangan rumah Teguh dan Anggraini."Ya iyalah. Mas Teguh sudah pasti tidak akan ada di rumah kalau hari kerja seperti ini," jawab Anggraini sekedarnya.Wanita berusia 30 tahunan itu menepuk jidatnya sendiri ketika dia sadar, dia sama sekali tidak memegang kunci saat ini. Jangankan kunci, seluruh harta yang dia punya, tas, ponsel bahkan pakaian pun telah dia tinggalkan begitu saja di klub malam ketika dia sedang mabuk tempo hari."Kenapa?" tanya Sophia bingung melihat ekspresi hopeless yang ditunjukkan oleh Anggraini."Kunci, Phi. Kunci rumah aku nggak punya. Ketinggalan di klub semua sama tas aku," keluhnya."Lah terus gimana donk? Kamu nggak punya kunci cadangannya apa? Ditaruh di bawah keset atau di mana gitu seperti orang-orang?" tanya Sophia mencoba memberi solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh Anggraini saat ini.Anggraini menggeleng lemah. Yang menempati rumah ini hanya dirinya dan Teguh. Sedang
"Kamu yakin mau ke rumah sini aja? Bukannya lebih tenang kalau kamu istirahat di apartemenku saja?" tanya Sophia saat mobil yang dia bawa memasuki area komplek perumahan tempat tinggal Teguh dan keluarga barunya."Nggak apa-apa, aku di sini saja, Phi. Lagian di apartemen kamu sepi juga. Kan kamu juga mau berangkat ke butik?" "Iya, sih. Tapi kamu kalau mau ikut ke butik juga boleh kok, nanti siang baru kita balik ke apartemen biar kamu bisa istirahat dan fit pas ke gymnasium entar," usul Sophia.Anggraini menggeleng."Di sini aja dulu, nggak apa-apa. Lagian aku sudah kangen sama madu tersayangku," selorohnya.Sophia berdecak sambil geleng-geleng kepala. Dendam di hati Anggraini terhadap Merry sepertinya benar-benar telah menyerap mendarah daging. "Kenapa ekspresimu begitu?" protes Anggraini tak suka.Sophia seperti terlihat tak mendukungnya."Nggak, nggak kenapa-kenapa," jawab Sophia sambil membelokkan setir mobil ke arah kanan."Terus geleng-geleng kepala sambil berdecak gitu kenapa
Anggraini membuka tas untuk mengeluarkan ponsel sambil dia menunggu Merry menjawab pertanyaannya."Kok diam? Memang kamu mau nanya apaan?" tanyanya pada Merry sambil membuka pola layar kunci pada ponselnya."Emm … nggak deh. Entar aja kalau kamu lagi santai untuk menjawab hal ini. Nggak yang penting-penting amat juga kok," kilah Merry sambil melirik Sophia tak enak hati.Sophia memutar bola matanya bingung. Apa Merry merasa tidak enak hati bertanya pada Anggraini karena ada dia di sini?Sama halnya dengan Anggraini, dia pun sepertinya memiliki jalan pikiran yang sama dengan Sophia."Pertanyaan pribadi? Menyangkut privacy?" tanyanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang dipikirkannya itu adalah benar.Merry pun terkekeh tak menyangka kalau Anggraini sangat cepat mengerti maksudnya."Ya, begitulah maksudnya. Kamu tahulah maksudku. Ada hal-hal yang ingin aku ketahui tentang senam yang cocok untuk bumil sekaligus yang bisa membuat harmonis hubungan pasutri. Hahaha, tapi nggak usah dibaha
"Kop lagii?" tanya Teguh heran saat Anggraini menyodorkan segelas kopi hitam di depannya.Selama beberapa hari di rumah Anggraini selalu menyuguhinya dengan kopi setiap kali sarapan."Ya. Ada yang salah dengan kopi?" Anggraini malah bertanya balik tanpa menghentikan aktivitasnya beberes dapur.Dua Minggu telah berlalu sejak kejadian pertengkaran mereka dan perginya Anggraini selama beberapa hari dari rumah. Minggu pertama, Teguh tidak pulang dari Singapura, namun menurut pengamatan Anggraini, pria itu juga tidak pulang ke Bandung, ke tempatnya Merry.Mungkin hal ini dikarenakan Teguh memang benar-benar sedang sibuk di kantornya sehingga tak sempat pulang saat weekend ke Indonesia. Namun yang tidak diketahui Anggraini adalah Teguh selama dua Minggu ini juga intens mengamatinya dari kamera tersembunyi yang ada di rumah.Pria itu menemukan fakta baru kalau Anggraini selama dia tidak ada juga jarang pulang ke rumah. Bahkan bisa pergi selama berhari-hari dan baru kembali di hari Kamis mala
Anggraini sedang sibuk mengemasi pakaian Teguh ke dalam tas ransel milik pria itu ketika terdengar suara getaran dari ponselnya. Ada panggilan masuk dari salah satu nomor kontak ponsel yang sengaja telah dia arsipkan. Jadi ketika ada panggilan atau pesan masuk dari nomor yang telah diarsipkan, maka suara ringtone atau nada dering pada ponsel tidak akan aktif. Yang menandakan hanya suara getar sesaat. Sangat berbeda dengan panggilan atau pesan dari nomor kontak lain yang tidak diarsipkan.Anggraini yang sedang menunduk, mengangkat kepalanya untuk melihat apakah ada Teguh di sekitarnya. Sepertinya dia sangat tahu siapa yang sedang meneleponnya saat ini. Cuma Merry yang nomornya sengaja dia sembunyikan dalam arsip agar jangan sampai ketahuan oleh Teguh.Mendengar suara kucuran air yang teredam dalam kamar mandi menandakan kalau Teguh masih belum selesai mandi. Anggraini segera memasang resleting tas ransel itu karena memang pakaian Teguh yang dia sedang packing pun sebenarnya jumlahnya
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it