"Siapa dia, Anggre? Kamu nemu dia di mana?" tanya Sophia pada Anggraini.Anggraini menghela nafas mendengar pertanyaan Sophia yang bertubi-tubi kepadanya itu."Tadi kan kamu sudah kenalan sama dia. Dia Asyif," jawab Anggraini dengan malas sambil tangannya mendorong pagar rumah Sophia."Iya, aku tadi dengar dia namanya Asyif. Tapi maksud aku tuh kamu ketemu dia di mana? Ganteng banget, sumpah! Eh, tunggu, tunggu, jangan bilang kalau kamu dan dia ada … "Sophia tidak meneruskan kalimatnya. Sebaliknya gadis itu malah menatap Anggraini dengan mata yang memicing curiga. Anggraini menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu dan berbalik badan melihat pada Sophia."Maksud? Ada apa memangnya antara aku dan dia?" Anggraini malah balik bertanya sambil mengernyitkan kening.Sophia memutar bola matanya untuk memikirkan jawaban yang masuk akal."Ya, kali aja kamu dan dia ada affair, ya kan?" katanya sambil memelankan suaranya.Anggraini tertawa kecil mendengarnya. Wanita itu kemudian memuta
"Sepi, Nggre," kata Sophia pada Anggraini tatkala keduanya memasuki pekarangan rumah Teguh dan Anggraini."Ya iyalah. Mas Teguh sudah pasti tidak akan ada di rumah kalau hari kerja seperti ini," jawab Anggraini sekedarnya.Wanita berusia 30 tahunan itu menepuk jidatnya sendiri ketika dia sadar, dia sama sekali tidak memegang kunci saat ini. Jangankan kunci, seluruh harta yang dia punya, tas, ponsel bahkan pakaian pun telah dia tinggalkan begitu saja di klub malam ketika dia sedang mabuk tempo hari."Kenapa?" tanya Sophia bingung melihat ekspresi hopeless yang ditunjukkan oleh Anggraini."Kunci, Phi. Kunci rumah aku nggak punya. Ketinggalan di klub semua sama tas aku," keluhnya."Lah terus gimana donk? Kamu nggak punya kunci cadangannya apa? Ditaruh di bawah keset atau di mana gitu seperti orang-orang?" tanya Sophia mencoba memberi solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh Anggraini saat ini.Anggraini menggeleng lemah. Yang menempati rumah ini hanya dirinya dan Teguh. Sedang
"Kamu yakin mau ke rumah sini aja? Bukannya lebih tenang kalau kamu istirahat di apartemenku saja?" tanya Sophia saat mobil yang dia bawa memasuki area komplek perumahan tempat tinggal Teguh dan keluarga barunya."Nggak apa-apa, aku di sini saja, Phi. Lagian di apartemen kamu sepi juga. Kan kamu juga mau berangkat ke butik?" "Iya, sih. Tapi kamu kalau mau ikut ke butik juga boleh kok, nanti siang baru kita balik ke apartemen biar kamu bisa istirahat dan fit pas ke gymnasium entar," usul Sophia.Anggraini menggeleng."Di sini aja dulu, nggak apa-apa. Lagian aku sudah kangen sama madu tersayangku," selorohnya.Sophia berdecak sambil geleng-geleng kepala. Dendam di hati Anggraini terhadap Merry sepertinya benar-benar telah menyerap mendarah daging. "Kenapa ekspresimu begitu?" protes Anggraini tak suka.Sophia seperti terlihat tak mendukungnya."Nggak, nggak kenapa-kenapa," jawab Sophia sambil membelokkan setir mobil ke arah kanan."Terus geleng-geleng kepala sambil berdecak gitu kenapa
Anggraini membuka tas untuk mengeluarkan ponsel sambil dia menunggu Merry menjawab pertanyaannya."Kok diam? Memang kamu mau nanya apaan?" tanyanya pada Merry sambil membuka pola layar kunci pada ponselnya."Emm … nggak deh. Entar aja kalau kamu lagi santai untuk menjawab hal ini. Nggak yang penting-penting amat juga kok," kilah Merry sambil melirik Sophia tak enak hati.Sophia memutar bola matanya bingung. Apa Merry merasa tidak enak hati bertanya pada Anggraini karena ada dia di sini?Sama halnya dengan Anggraini, dia pun sepertinya memiliki jalan pikiran yang sama dengan Sophia."Pertanyaan pribadi? Menyangkut privacy?" tanyanya untuk memastikan bahwa apa yang sedang dipikirkannya itu adalah benar.Merry pun terkekeh tak menyangka kalau Anggraini sangat cepat mengerti maksudnya."Ya, begitulah maksudnya. Kamu tahulah maksudku. Ada hal-hal yang ingin aku ketahui tentang senam yang cocok untuk bumil sekaligus yang bisa membuat harmonis hubungan pasutri. Hahaha, tapi nggak usah dibaha
"Kop lagii?" tanya Teguh heran saat Anggraini menyodorkan segelas kopi hitam di depannya.Selama beberapa hari di rumah Anggraini selalu menyuguhinya dengan kopi setiap kali sarapan."Ya. Ada yang salah dengan kopi?" Anggraini malah bertanya balik tanpa menghentikan aktivitasnya beberes dapur.Dua Minggu telah berlalu sejak kejadian pertengkaran mereka dan perginya Anggraini selama beberapa hari dari rumah. Minggu pertama, Teguh tidak pulang dari Singapura, namun menurut pengamatan Anggraini, pria itu juga tidak pulang ke Bandung, ke tempatnya Merry.Mungkin hal ini dikarenakan Teguh memang benar-benar sedang sibuk di kantornya sehingga tak sempat pulang saat weekend ke Indonesia. Namun yang tidak diketahui Anggraini adalah Teguh selama dua Minggu ini juga intens mengamatinya dari kamera tersembunyi yang ada di rumah.Pria itu menemukan fakta baru kalau Anggraini selama dia tidak ada juga jarang pulang ke rumah. Bahkan bisa pergi selama berhari-hari dan baru kembali di hari Kamis mala
Anggraini sedang sibuk mengemasi pakaian Teguh ke dalam tas ransel milik pria itu ketika terdengar suara getaran dari ponselnya. Ada panggilan masuk dari salah satu nomor kontak ponsel yang sengaja telah dia arsipkan. Jadi ketika ada panggilan atau pesan masuk dari nomor yang telah diarsipkan, maka suara ringtone atau nada dering pada ponsel tidak akan aktif. Yang menandakan hanya suara getar sesaat. Sangat berbeda dengan panggilan atau pesan dari nomor kontak lain yang tidak diarsipkan.Anggraini yang sedang menunduk, mengangkat kepalanya untuk melihat apakah ada Teguh di sekitarnya. Sepertinya dia sangat tahu siapa yang sedang meneleponnya saat ini. Cuma Merry yang nomornya sengaja dia sembunyikan dalam arsip agar jangan sampai ketahuan oleh Teguh.Mendengar suara kucuran air yang teredam dalam kamar mandi menandakan kalau Teguh masih belum selesai mandi. Anggraini segera memasang resleting tas ransel itu karena memang pakaian Teguh yang dia sedang packing pun sebenarnya jumlahnya
"Ini kita mau ngikutin mobil ini sampai mana ya, Pak?" celutuk sopir mobil travel yang sengaja disewa Teguh untuk menjalankan misinya.Teguh tidak langsung menjawab, melainkan melihat sekeliling yang macet dari dalam mobil. Mereka saat ini sedang menuju gerbang tol taman mini. Mobil Anggraini tepat berada di depan mereka saat ini.Anggraini sendiri nampak tidak curiga sama sekali bahwa ada yang telah mengikuti dirinya sedari tadi."Terus aja ikutin, Pak. Jangan khawatir, saya akan bayar keselurahan ongkosnya nanti," jawab Teguh akhirnya."Tapi saya curiga ini kalau mobil yang mau kita ikutin berencana keluar kota. Apa terus diikutin saja, Pak? Saya kira tadi kita cuma sekitaran Jakarta saja," kata Pak supir itu lagi.Beberapa meter mobil mereka bisa maju lagi, namun belum bisa melepaskan diri dari kemacetan ini.Teguh juga tadinya berpikir kalau Anggraini menuju Jakarta Selatan bertujuan ke sanggar senam tempat ia bekerja saat ini. Gymnasium yang sampai saat ini belum pernah Teguh tah
"Iya, sabar. Ini Mas lagi jemput Qila. Sebentar. Sandal Qila hilang satu. Lagi dicariin sama ibunya," kata Teguh yang sedang berada di tempat penitipan anak."Ya udah, kalau sandalnya Qila sudah ketemu, Mas segera datang ke parkiran ya. Aku khawatir aja kalau orang yang nabrak mobil Tari nggak mau tanggung jawab. Mentang-mentang kita perempuan," kata Merry dengan sorot mata menuduh pada Asyif.Anggraini membelalakkan matanya, tak menyangka kalau Merry akan memanggil Teguh. Secepat itukah skenarionya akan terbongkar? Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan."Eeh, apa-apaan nuduh sembarangan? Kapan aku bilang nggak mau tanggung jawab?" Asyif yang mendengar tuduhan Merry yang to the point di depan hidungnya itu, tak terima jika dituduh demikian."Memang kan? Buktinya kamu ngapain nanya terus mobilnya mau diapain? Ya mobilnya dimasukin bengkellah. Pakai nanya!" balas Merry sewot.Merry tidak terima kalau orang yang sudah dianggapnya sahabat itu diperlakukan dengan tidak adil. Merry ternyata adal