"Kop lagii?" tanya Teguh heran saat Anggraini menyodorkan segelas kopi hitam di depannya.Selama beberapa hari di rumah Anggraini selalu menyuguhinya dengan kopi setiap kali sarapan."Ya. Ada yang salah dengan kopi?" Anggraini malah bertanya balik tanpa menghentikan aktivitasnya beberes dapur.Dua Minggu telah berlalu sejak kejadian pertengkaran mereka dan perginya Anggraini selama beberapa hari dari rumah. Minggu pertama, Teguh tidak pulang dari Singapura, namun menurut pengamatan Anggraini, pria itu juga tidak pulang ke Bandung, ke tempatnya Merry.Mungkin hal ini dikarenakan Teguh memang benar-benar sedang sibuk di kantornya sehingga tak sempat pulang saat weekend ke Indonesia. Namun yang tidak diketahui Anggraini adalah Teguh selama dua Minggu ini juga intens mengamatinya dari kamera tersembunyi yang ada di rumah.Pria itu menemukan fakta baru kalau Anggraini selama dia tidak ada juga jarang pulang ke rumah. Bahkan bisa pergi selama berhari-hari dan baru kembali di hari Kamis mala
Anggraini sedang sibuk mengemasi pakaian Teguh ke dalam tas ransel milik pria itu ketika terdengar suara getaran dari ponselnya. Ada panggilan masuk dari salah satu nomor kontak ponsel yang sengaja telah dia arsipkan. Jadi ketika ada panggilan atau pesan masuk dari nomor yang telah diarsipkan, maka suara ringtone atau nada dering pada ponsel tidak akan aktif. Yang menandakan hanya suara getar sesaat. Sangat berbeda dengan panggilan atau pesan dari nomor kontak lain yang tidak diarsipkan.Anggraini yang sedang menunduk, mengangkat kepalanya untuk melihat apakah ada Teguh di sekitarnya. Sepertinya dia sangat tahu siapa yang sedang meneleponnya saat ini. Cuma Merry yang nomornya sengaja dia sembunyikan dalam arsip agar jangan sampai ketahuan oleh Teguh.Mendengar suara kucuran air yang teredam dalam kamar mandi menandakan kalau Teguh masih belum selesai mandi. Anggraini segera memasang resleting tas ransel itu karena memang pakaian Teguh yang dia sedang packing pun sebenarnya jumlahnya
"Ini kita mau ngikutin mobil ini sampai mana ya, Pak?" celutuk sopir mobil travel yang sengaja disewa Teguh untuk menjalankan misinya.Teguh tidak langsung menjawab, melainkan melihat sekeliling yang macet dari dalam mobil. Mereka saat ini sedang menuju gerbang tol taman mini. Mobil Anggraini tepat berada di depan mereka saat ini.Anggraini sendiri nampak tidak curiga sama sekali bahwa ada yang telah mengikuti dirinya sedari tadi."Terus aja ikutin, Pak. Jangan khawatir, saya akan bayar keselurahan ongkosnya nanti," jawab Teguh akhirnya."Tapi saya curiga ini kalau mobil yang mau kita ikutin berencana keluar kota. Apa terus diikutin saja, Pak? Saya kira tadi kita cuma sekitaran Jakarta saja," kata Pak supir itu lagi.Beberapa meter mobil mereka bisa maju lagi, namun belum bisa melepaskan diri dari kemacetan ini.Teguh juga tadinya berpikir kalau Anggraini menuju Jakarta Selatan bertujuan ke sanggar senam tempat ia bekerja saat ini. Gymnasium yang sampai saat ini belum pernah Teguh tah
"Iya, sabar. Ini Mas lagi jemput Qila. Sebentar. Sandal Qila hilang satu. Lagi dicariin sama ibunya," kata Teguh yang sedang berada di tempat penitipan anak."Ya udah, kalau sandalnya Qila sudah ketemu, Mas segera datang ke parkiran ya. Aku khawatir aja kalau orang yang nabrak mobil Tari nggak mau tanggung jawab. Mentang-mentang kita perempuan," kata Merry dengan sorot mata menuduh pada Asyif.Anggraini membelalakkan matanya, tak menyangka kalau Merry akan memanggil Teguh. Secepat itukah skenarionya akan terbongkar? Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan."Eeh, apa-apaan nuduh sembarangan? Kapan aku bilang nggak mau tanggung jawab?" Asyif yang mendengar tuduhan Merry yang to the point di depan hidungnya itu, tak terima jika dituduh demikian."Memang kan? Buktinya kamu ngapain nanya terus mobilnya mau diapain? Ya mobilnya dimasukin bengkellah. Pakai nanya!" balas Merry sewot.Merry tidak terima kalau orang yang sudah dianggapnya sahabat itu diperlakukan dengan tidak adil. Merry ternyata adal
Asyif menyetir mobilnya dengan perasaan dongkol sambil melihat ke depan, ke arah mobil yang sedang diikutinya itu. Mobil milik Anggraini itu melaju di tengah keramaian jalan raya. Anehnya lagi setiap lewat di persimpangan lampu merah selalu kebetulan ada lampu hijau seolah memberi jalan pada Anggraini yang melajukan mobilnya dengan cepat. Padahal ini hari senin dan ini jam pulang kerja para karyawan dan buruh pabrik. Bisa-bisanya mereka tidak terjebak macet.Tak bisa sabar lagi, saat mereka memasuki jalan yang lebih kecil dan sepi, Asyif segera menekan pedal gas untuk memburu Anggraini dan mengarahkan wanita itu agar meminggirkan mobilnya.Anggraini terkejut tak menyangka Asyif akan menyusulnya dan tiba-tiba berhenti mendadak di depan mobilnya. Dengan cepat kakinya segera menginjak rem, namun sayang, terlambat! CKIIIIIIIT!! BRUKKK!!!Anggraini kalah cepat. Kini mobilnya yang menyeruduk mobilnya Asyif hingga mobil yang telah berhenti itu maju ke depan hingga satu meter."Hah!!" Angg
Teguh sedari tadi hanya berdiam diri sambil berbaring di kamar sambil mengotak-atik ponselnya. Merry, istri mudanya sedang berada di kamar Shakila untuk menidurkan bocah kecil itu. Sebenarnya sedari tadi pria berusia 35 tahun itu memiliki niatan untuk menelepon Anggraini. Bagaimanapun saat ini Teguh tidak bisa tenang karena Anggraini berada di kota yang sama dengan Merry saat ini. Pria itu berharap Anggraini pulang hari ini atau setidaknya besok, walaupun Teguh tidak tahu entah demi alasan apapun Anggraini berada di Bandung untuk saat ini. Teguh merasa tidak nyaman dan waswas jika mereka berpapasan secara tidak sengaja. Namun dilihat dari CCTV tersembunyi di rumah yang tersambung langsung dengan ponselnya, Anggraini sepertinya tak ada tanda-tanda pulang ke rumah.Atau … tunggu dulu!Teguh baru ingat kalau selama dua minggu terakhir dirinya mengamati Anggraini dari kamera tersembunyi itu bukannya memang Anggraini jarang berada di rumah? Istrinya itu bisa tidak pulang selama beberapa
"Gimana? Ada orangnya nggak?'Merry mengabaikan pertanyaan Teguh dan kini malah mengotak-atik ponselnya. Tangannya bermain lincah pada permukaan layar ponsel untuk menelepon Anggraini. Dia bermaksud menanyakan kabar Anggraini pasca mobilnya dibuat lecet kemarin sore.Wajar kalau Merry merasa khawatir, karena Anggraini pergi hanya sendiri dengan pria penabrak mobil itu. Sudah begitu, sampai Merry cek tadi malam sebelum dia mengunci pagar rumahnya, namun Anggraini masih juga belum kembali. Maka karena hal itulah dia ingin mengajak Teguh untuk mengunjungi Anggraini di rumah sebelah sekalian ingin memperkenalkan tetangga barunya itu pada sang suami."Yaaaa, nggak diangkat. Apa tidur kali ya?" gumam calon ibu dua anak itu.Teguh melongok ke sela pagar rumah Anggraini untuk melihat apakah ada tanda-tanda orang di dalam sana. Dia kasihan pada istrinya yang sedari tadi memencet bel bahkan mengetuk pagar hingga melakukan panggilan telepon namun tak ada respon dari instruktur senam sekaligus te
"Wow!! Kamar yang sangat bagus!" ungkap Merry takjub ketika mereka telah tiba di hotel.Berkebetulan keluarga kecil itu tiba di saat hari sudah senja karena berangkat dari Bandung saja mereka sudah siang dan tadi sesekali mereka istirahat di rest area hingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang seharusnya."Gimana, kamu suka?" tanya Teguh sambil merangkul pundak Merry.Merry mengangguk senang."Iya, suka banget. Tapi kenapa Mas pilihnya harus kamar yang kayak gini? Kamar biasa aja kan cukup sih buat kita bertiga," kata Merry mengemukakan pendapatnya.Teguh menyunggingkan senyum nakalnya. Kamar yang sudah mereka booking sebelumnya ini adalah kamar dengan tipe connecting room. Yaitu satu kamar yang memiliki dua ruang tidur yang memiliki pintu penghubung.Kamar tipe ini biasanya dipakai oleh tamu hotel rombongan yang ingin tetap memiliki privasi namun memiliki akses yang mudah untuk ke ruangan partner atau kerabatnya di kamar lain.Namun berbeda hal dengan Teguh. Pria itu memiliki