"Maaf nih, Tar. Rumahku agak sedikit berantakan. Padahal tadi aku sudah sempatin untuk beberes. Pasti kerjaannya Shakila lagi nih. Hufft … nasib … nasib. Beginilah kalau jadi ibu rumah tangga. Baru diberesin dikit eh si bocil sudah berantakin lagi," keluh Merry sambil memungut beberapa boneka yang tergeletak di lantai.Anggraini tidak merespon. Ia bahkan tidak mendengar Merry sedang mengajaknya bicara saat ini. Matanya terpaku pada figura foto pengantin itu.Diamnya Anggrini membuat Merry spontan mencari keberadaan instruktur senam yang dia ketahui bernama Tari itu. Melihat Anggraini yang sedang menatap lekat ke arah foto pernikahannya membuat Merry mundur kembali menghampiri Anggraini."Itu foto pernikahanku. Jelek ya?" tanyanya meminta pendapat Anggraini.Anggraini tersentak dalam lamunannya. Ia sempat tergagap sebentar sebelum ia berhasil menguasai dirinya. Untungnya Merry tidak menaruh curiga pada ekspresi yang sempat ditunjukkannya tadi."Hmm? Apa tadi?""Aku tanya, aku di foto
"Temanmu yang mana? Siapa emangnya?" Di ujung telepon sana, Teguh mengernyitkan keningnya mendengar permintaan Anggraini raini yang meminta dirinya menebak di rumah siapa wanita itu saat ini."Ciee … yang penasaran!"Teguh geleng-geleng kepala mendengar sahutan Anggraini yang terdengar tidak masuk akal. Tadi disuruh tebak, giliran ditanya siapa malah ngeledekin. Ngeselin nggak sih?"Nggak penasaran. Terserah kamu mau di rumah temanmu yang mana. Yang penting jangan aneh-aneh," kata Teguh memperingatkan.Anggraini mendengus dalam hati. "Perasaan aku nggak pernah aneh-aneh deh. Mas kali yang suka aneh-aneh di pintu belakangku," Anggraini balik menuduh."Hufft!! Ngejawab terus. Tinggal jawab iya aja nggak bisa apa?""Iya, iya. Bisa. Aku jawab iya sekarang. Puas?" "Kacangnya sudah selesai aku goreng semua nih. Ini nggak kebanyakan apa?" tanya Merry tiba-tiba.Refleks Anggraini langsung menutup ponselnya dengan tangan. Jangan sampai Teguh bisa mendengar suara Merry. Bisa berabe nanti."H
"Sekali lagi aku minta maaf ya karena sudah teleponan tidak sopan begitu di area rumahmu," ucap Anggraini meminta maaf pada Merry.Bukannya langsung menjawab, Merry malah memandang Anggraini dengan tatapan menggoda untuk membuat Anggraini salah tingkah."Ih, apaan kamu ngelihat aku kayak begitu? Aku serius minta maaf nih. Aku benar-benar nggak enak sama kamu," desak Anggraini salah tingkah.Kali ini Merry tertawa terbahak-bahak melihat upayanya membuat Anggraini salah tingkah berhasil."Cie, yang mesra-mesraan secara virtual. Tenang aja. Aku paham kok. Paham banget malah. Aku juga LDR soalnya. Hihihi, aku jadi kepo nih. Kamu sama suami kamu kalau lagi kangen suka berhubungan 'itu' by phone nggak?" tanya Merry tanpa terduga oleh Anggraini sama sekali.Anggraini sangat mengerti maksud dari pertanyaan Merry itu. Yang dia tidak mengerti bisa-bisanya Merry menanyakan hal seprivat itu itu padanya. Padahal Anggraini pikir selama ini sosok Merry adalah seorang wanita yang kalem."Nggak. Suam
Oh, jadi makhluk seperti inilah yang kamu inginkan ada di sisimu dan menjadi penyemangatmu, ya Mas? batin Anggraini.Saat ini dirinya sedang berdiri di ambang pintu kamar mandi yang berada di dalam kamar Shakila. Bocah itu sendiri sudah berada di dalam bathtub khusus anak sambil melihat pada Anggraini dengan wajah menyelidik."Ante, kenapa cuma beldili saja? Katanya mo mandiin Qila?" tanyanya dengan lidah cadelnya.Anggraini melihat Shakila lekat-lekat. Senyum jahat tersungging di bibirnya. Namun Anggraini juga salut pada bocah ini. Sedikitpun Shakila tak terlihat takut padanya. Padahal kata orang konon anak kecil sangat perasa. Mereka bisa membedakan mana orang jahat mana orang baik. Tapi tunggu, tunggu. Anggraini tidak merasa kalau dia jahat walaupun dia mengakui secara sadar bahwa ia sedang berniat jahat saat ini."Ante tidak bisa bicala ya? Qila aja umulnya masih segini bisa bicala," oceh bocil itu lagi sambil menunjukkan beberapa ruas jari-jarinya.Tanpa sadar Anggraini tertawa
Anggraini dengan perlahan dan hati-hati meletakkan bookongnya pada sofa yang terasa berbahan padat dan kencang itu.Menjijikan!Jadi disinilah suaminya itu sering bercinta dengan Merry, istri gelapnya itu?Ekspresi Anggraini pada wajahnya mengeras seperti emoticon batu pada keyword ponselnya. Tak bisa ia ungkapkan betapa geli dan jijiknya dia saat ini ketika ingin duduk sofa ini.Entah sudah berapa banyak cairan hasil percintaan kedua manusia laknat itu yang telah menempel di sofa ini."Eh, astaga. Ya ampun! Kok kamu duduk di situ, Tar? Pindah, pindah! Duduk di situ saja!" tunjuk Merry pada kursi di meja rias.Anggraini memasang muka bodoh di depan Merry. Ia berlagak tidak tahu. Bukannya tadi Merry yang menyuruhnya untuk duduk di sini? Atau jangan-jangan wanita ini sedang ingin show up padanya?"Memangnya kenapa? Nggak boleh memang duduk di sini? Kan tadi kamu yang nyuruh?"Merry memutar bola matanya."Halah, kamu nih pura-pura nggak tau aja itu sofa buat apaan. Tadi tuh aku lagi nggak
Teguh masih saja terpana melihat benda yang ada di hadapannya itu. "Kok bengong sih? Tau nggak sih, Mas? Sofa ini tuh lagi rame diperbincangkan sama teman-temanku. Kata mereka ini tuh bisa bikin rumah tangga jadi harmonis. Dan pernikahan yang sudah lama pun akan mesra kembali seperti ketika masih menjadi pengantin baru," kata Anggraini menjelaskan. Teguh mengedipkan kelopak matanya hingga beberapa kali. Ia kemudian geleng-geleng kepala."Terus kamu langsung termakan omongan mereka, begitu?" "Maksudnya?" Anggraini malah bertanya balik.Teguh berldecak."Biar Mas tebak deh. Pasti salah seorang dari temanmu ada yang memiliki usaha furniture atau justru bekerja sebagai sales di toko perabot. Terus mereka menjadikan kamu target market mereka. Dan kamu dengan bodohnya mau aja beli barang beginian? Buat apa sih, Anggre? Kamu itu makin lama makin nggak masuk akal tahu nggak?"Anggraini mengernyitkan kening seolah tidak paham apa yang membuat Teguh menjadi terpicu untuk marah. Padahal just
"Temani aku, Pi. Datang ke sini. Aku sedang berada di midnight club sekarang. Kamu datang donk!" ajak Anggraini pada Sophia melalui panggilan telepon."Heh! Kamu ngapain di sana? Sama siapa? Anggre, ini sudah jam setengah dua belas malam loh!"Sophia di seberang telepon sana tak habis pikir dengan jalan pikiran sahabatnya itu akhir-akhir ini. Sejak Anggraini tahu kalau Teguh telah menikah lagi diam-diam tanpa sepengetahuannya.Kini Sophia bertanya-tanya dalam hati apakah keputusannya kemarin-kemarin membongkar hal itu pada Anggraini adalah keputusan yang tepat atau justru itu adalah keputusan yang salah? Masalahnya Anggraini jadi moody-an dan tidak dapat ditebak jalan pikirannya. Tadinya Sophia pikir dengan memberi tahu kebusukan Teguh, Anggraini akan melabrak keduanya dan menggugat Teguh. Setelah itu mereka berpisah dan Anggraini kemudian berhak mendapat pasangan yang lebih baik.Sesimpel itu harapan Sophia. Tapi sekarang kenapa lagi dengan Anggraini? Sophia sangat yakin itu pasti a
"Silahkan, ini pesanan anda!"Seorang waiters bar menyorongkan minuman yang telah dipesan oleh Anggraini tadi tepat di hadapan wanita itu."Oh, terimakasih," sahut Anggraini.Waiters itu pun berlalu dari hadapannya. Anggraini tanpa menunggu lama langsung meraih gelas pesanannya dan menyesapnya sedikit."Tequila Sunrise? Ck, jauh-jauh datang ke sini kau hanya memesan Tequila? Kenapa tidak sekalian mocktail saja?"Anggraini terperangah mendengar komentar pria yang berada di sebelahnya itu. Lancang sekali mengomentarinya. Dia pikir dia siapa? "Heii, Tuan Ikut Campur. Kamu jauh-jauh datang ke sini cuma ingin mengomentariku? Kalau kau merasa seorang peminum yang hebat kamu silahkan pesan sendiri minumanmu," balas Anggraini jengkel."Ckck, aku baru tahu ternyata kau pemarah juga. Aku pikir orang yang suka melakukan olahraga biasanya memiliki kepribadian yang lebih kalem dan tenang. Nyonya, kau memiliki masalah pribadi di rumah dan ingin kau lampiaskan di sini?" Anggraini bukannya menjaw
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it