"Apa yang terjadi di sana? Astaga …" Seorang gadis muda dengan pakaian minim beserta temannya baru saja keluar dari ruang ganti dan melihat keributan di tiang pole, tempat di mana seharusnya mereka melakukan atraksi striptis sebagai dancer profesional klub malam tersebut.Seorang pria tengah menginjak pergelangan tangan seorang pengunjung yang berada di bawah panggung."Argggh!!" jerit pria itu."Aku sudah mengatakan sedari tadi untuk menyingkirkan tanganmu dari perempuan ini, tapi tangan ini masih saja tidak mengerti perkataan manusia," kata pria yang menginjak pergelangan tangan orang yang menjerit tadi.Beberapa dari pengunjung itu mencoba untuk membantu melepaskan kaki sang pria muda dari tangan orang yang diinjaknyai itu.Asyif adalah orang yang telah melakukan itu, akhirnya berbaik hati melepaskan kakinya dari si pria hidung belang itu.Usai pergelangan tangannya terbebas, pria itu menggeram sambil memukul-mukulkan tangannya ke udara agar rasa sakitnya pada pergelangan tanganny
"Aduuuhhh!! Kau memukulku, Mas. Tak cuma berselingkuh, sekarang kau juga berani KDRT kepadaku? Huhuhu ..!" Asyif menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Entah bagaimana lagi dia harus menghadapi wanita mabuk ini. "Hei, tidak ada yang memukulmu. Kepalamu cuma terbentur! Jangan berlebihan!" kata Asyif memperingatkan Anggraini yang sedang mengusap-usap keningnya.Bukannya sadar dengan apa yang dikatakan oleh Asyif, Anggraini yang masih di bawah pengaruh alkohol, kini mendongakkan kepalanya untuk bisa melihat Asyif."Jadi kau juga membenturkan kepalaku? Kau tak hanya mendua di belakangku, tapi kau juga memukulku? Dan membenturkan kepalaku?!" pekik Anggraini dengan nada yang sangat dramatis.Asyif memejamkan matanya sambil menghirup udara dalam-dalam. Benar-benar sangat menguji kesabarannya."Kau sedang mabuk. Dan jujur saja ini sangat merepotkanku. Sekarang begini saja, katakan di mana alamat rumahmu. Aku akan menyuruh orang untuk mengantarmu pulang," katanya.Asyif berharap saat in
"Astaga! Jadi Anggre belum pulang? Dia tidak ada di rumah?" pekik Sophia yang mendengar suara bingung dan panik Teguh melalui sambungan teleponTeguh yang tadinya berniat untuk mencari Anggraini di luar kamar mereka karena berpikir Anggraini mungkin sedang ke dapur mencari makanan atau minuman, kini mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar."Apa maksudmu Anggre belum pulang? Dia pergi kemana? Maksudku dari tadi aku balik dari Singapura ada dia di sini. Kalian pergi kemana? Anggre tidak berpamitan padaku?" Teguh memberondong Sophia dengan banyak pertanyaan.Teguh bermaksud akan menyalahkan Anggraini lagi karena pergi diam-diam tanpa berpamitan padanya. Dan lagipula jam berapa ini, astaga?!"Heh! Kok kamu jadi seperti nyalahin aku? Harusnya kamu itu salahkan dirimu sendiri. Kamu pasti bertengkar dengan Anggre sampai dia stress dan pergi ke klub malam kan? Gila kamu ya? Suami apaan nggak ada tanggung jawabnya. Istri pergi dari rumah malah kamu nggak tahu-tahu, enak-enakan tidur. Ma
Tok! Tok! Tok!"Mbak …" panggil Asyif dengan suara yang tidak terlalu nyaring.Butuh beberapa kali panggilan hingga pintu yang dia ketuk benar-benar dibukakan.Seorang wanita yang masih cukup muda keluar dari kamar dengan raut wajah sangat mengantuk."Eh, Mas Asyif. Kenapa, Mas?" tanyanya sambil menguap Asyif bingung sambil garuk-garuk kepala. Dia sesekali melongok ke dalam kamar membuat perempuan itu ikut juga melihat ke dalam sambil mengernyitkan kening melihat anak majikannya itu."Nenek tidur?" tanya Asyif berbasa-basi.Gadis berusia sekitar dua puluh tiga tahunan itu mengangguk kebingungan."Iya, Mas. Kenapa ya?"Asyif mengangguk-angguk. Sesungguhnya dia sedang kesulitan mengutarakan maksudnya saat ini."Nggak, nggak ada apa-apa. Aku cuma pengen tahu keadaan nenek saja," jawabnya masih dengan salah tingkah.Gadis itu mengangguk namun dengan raut wajah yang masih belum paham maksud dari Asyif."Oh, Ibu Haji baik-baik saja, kok," jawabnya.Asyif menghela napas. Betapa sulitnya men
"Tadi memang sekitar satu jam yang lalu ada seorang perempuan. Nggak tahu bagaimana bisa dia gantiin dancer kami di tiang pole, tapi sepertinya dia mabuk. Setelah itu beberapa pelanggan kami ada yang sedikit ricuh karena mengira dia dancer sini, terus jadi ribut dengan seorang laki-laki. Jadi itu mbaknya dibawa sama si laki-laki itu, Pak," tutur seorang penanggung jawab di Midnight Club saat Teguh mencari Anggraini ke sana."Tapi beneran ini orangnya?" Teguh entah sudah beberapa kali menanyakan itu untuk memastikan kalau orang-orang itu tidak salah menceritakan istrinya.Manager yang juga merupakan penanggung jawab klub malam tersebut memberi isyarat pada seorang pria berpakaian pelayan untuk mendekat agar dia bisa melihat foto pada ponsel Teguh."Iya, memang mbak yang ini. Saya tahu karena saya yang mengantarkan minumannya tadi. Mbak tersebut memesan Tequila Sunrise awalnya kemudian setelah itu memesan lagi minuman lain pada teman saya. Nggak lama mbaknyaabuk. Tiba-tiba sudah berada
"Perawat lansia?" tanya Umminya Asyif sambil memperhatikan Anggraini dari ujung rambut sampai ujung kaki.Asyif mengangguk mengiyakan."Iya. Bukannya kemarin-kemarin Ummi bilang lagi pengen cari perawat lansia untuk jaga nenek? Nih, Asyif cariin. Mbak Reni namanya," katanya sambil menunjuk Anggraini.Anggraini masih terpaku tak tahu harus berbuat apa. Dia merasa terjebak namun tidak tahu terjebak dalam situasi seperti apa. Astaga, dia bahkan tidak tahu kenapa bisa sampai berada di sini.Anggraini dalam diamnya berusaha keras mengingat-ingat apa yang terjadi semalam di klub malam. Namun kemudian dia kembali tenang. Tak apalah, setidaknya saat ini dia berakhir di tempat yang lebih baik.Berada di dalam sebuah rumah yang ada orang tua di dalamnya tentu lebih baik dibandingkan andai dia menemukan dirinya pagi ini berada di sebuah hotel bersama pria tak dikenal sedang tidur bersamanya.Ibunya Asyif mengamati Anggraini dengan seksama hingga membuat Anggraini menjadi kurang nyaman karenanya
"Mbak Nila lagi mandiin Ibu Haji. Nanti saja habis pakaian dan dandan baru ketemu kamu. Duduk dulu lagi aja di situ. Di teras samping situ ada tempat buat santai. Kamu tunggu di situ saja dulu," tunjuk Umminya Asyif pada sebuah pintu kaca menuju taman samping rumah.Anggraini mengangguk. Sementara ibunya Asyif meninggalkan Anggraini sendirian.Di saat itulah Asyif mendatangi Anggraini."Hei, kamu itu memang gila atau pura-pura bodoh? Ngapain kamu bilang ke Ummi kalau kamu berpengalaman mengurus lansia? Kamu benar-benar mau kerja di sini? Yakin?" serang Asyif bertubi-tubi.Anggraini menghela napas tak terima. Dengan mata melotot namun suara direndahkan dia membalas perkataan Asyif."Kamu sendiri yang sudah membuat drama bodoh ni. Kau juga berhutang penjelasan padaku kenapa aku bisa berada di rumahmu. Kita tidak saling kenal apalagi dekat. Bisa kau jelaskan kenapa aku bisa berada di sini? Dan sekarang kau ingin menjebak aku untuk menjadi pengasuh nenekmu?" kecam Anggraini.Asyif tertawa
"Ini pakailah!"Asyif menyodorkan sebuah ponsel pada Anggraini. Itu adalah ponsel milik asisten rumah tangga sengaja Asyif pinjamkan untuk Anggraini.Anggraini melihat ponsel itu dengan sedikit ragu-ragu. Niatnya untuk menelepon Teguh untuk pamit selama beberapa hari ternyata agak sulit untuk diucapkannya. Entah Teguh akan percaya padanya atau tidak. Andai ini bukanlah akhir pekan, Anggraini tidak perlu meminta ijin pada Teguh untuk bermalam di luar rumah."Kamu telepon saja Teguh sekarang. Buruan, sebelum Ummi datang lagi ke sini dan dengar kamu telepon suamimu. Entar Ummi curiga lagi kalau dengar kamu minta ijin sama suamimu untuk menginap di sini," desak Asyif.Anggraini mengernyitkan kening."Bisa nggak sih nggak usah ngedesak-desak aku kayak gitu? Yang butuh biar aku menginap di sini itu kamu. Jadi nggak usah ngeburu-buruin orang juga kali," kata Anggraini ketus sambil merampas ponsel itu dari tangan Asyif.Asyif masa bodo dengan reaksi kesal yang ditunjukkan oleh Anggraini."Ng
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it