"Perawat lansia?" tanya Umminya Asyif sambil memperhatikan Anggraini dari ujung rambut sampai ujung kaki.Asyif mengangguk mengiyakan."Iya. Bukannya kemarin-kemarin Ummi bilang lagi pengen cari perawat lansia untuk jaga nenek? Nih, Asyif cariin. Mbak Reni namanya," katanya sambil menunjuk Anggraini.Anggraini masih terpaku tak tahu harus berbuat apa. Dia merasa terjebak namun tidak tahu terjebak dalam situasi seperti apa. Astaga, dia bahkan tidak tahu kenapa bisa sampai berada di sini.Anggraini dalam diamnya berusaha keras mengingat-ingat apa yang terjadi semalam di klub malam. Namun kemudian dia kembali tenang. Tak apalah, setidaknya saat ini dia berakhir di tempat yang lebih baik.Berada di dalam sebuah rumah yang ada orang tua di dalamnya tentu lebih baik dibandingkan andai dia menemukan dirinya pagi ini berada di sebuah hotel bersama pria tak dikenal sedang tidur bersamanya.Ibunya Asyif mengamati Anggraini dengan seksama hingga membuat Anggraini menjadi kurang nyaman karenanya
"Mbak Nila lagi mandiin Ibu Haji. Nanti saja habis pakaian dan dandan baru ketemu kamu. Duduk dulu lagi aja di situ. Di teras samping situ ada tempat buat santai. Kamu tunggu di situ saja dulu," tunjuk Umminya Asyif pada sebuah pintu kaca menuju taman samping rumah.Anggraini mengangguk. Sementara ibunya Asyif meninggalkan Anggraini sendirian.Di saat itulah Asyif mendatangi Anggraini."Hei, kamu itu memang gila atau pura-pura bodoh? Ngapain kamu bilang ke Ummi kalau kamu berpengalaman mengurus lansia? Kamu benar-benar mau kerja di sini? Yakin?" serang Asyif bertubi-tubi.Anggraini menghela napas tak terima. Dengan mata melotot namun suara direndahkan dia membalas perkataan Asyif."Kamu sendiri yang sudah membuat drama bodoh ni. Kau juga berhutang penjelasan padaku kenapa aku bisa berada di rumahmu. Kita tidak saling kenal apalagi dekat. Bisa kau jelaskan kenapa aku bisa berada di sini? Dan sekarang kau ingin menjebak aku untuk menjadi pengasuh nenekmu?" kecam Anggraini.Asyif tertawa
"Ini pakailah!"Asyif menyodorkan sebuah ponsel pada Anggraini. Itu adalah ponsel milik asisten rumah tangga sengaja Asyif pinjamkan untuk Anggraini.Anggraini melihat ponsel itu dengan sedikit ragu-ragu. Niatnya untuk menelepon Teguh untuk pamit selama beberapa hari ternyata agak sulit untuk diucapkannya. Entah Teguh akan percaya padanya atau tidak. Andai ini bukanlah akhir pekan, Anggraini tidak perlu meminta ijin pada Teguh untuk bermalam di luar rumah."Kamu telepon saja Teguh sekarang. Buruan, sebelum Ummi datang lagi ke sini dan dengar kamu telepon suamimu. Entar Ummi curiga lagi kalau dengar kamu minta ijin sama suamimu untuk menginap di sini," desak Asyif.Anggraini mengernyitkan kening."Bisa nggak sih nggak usah ngedesak-desak aku kayak gitu? Yang butuh biar aku menginap di sini itu kamu. Jadi nggak usah ngeburu-buruin orang juga kali," kata Anggraini ketus sambil merampas ponsel itu dari tangan Asyif.Asyif masa bodo dengan reaksi kesal yang ditunjukkan oleh Anggraini."Ng
"Ibu, ini perawat lansia ibu yang baru. Yang akan jaga ibu dan membantu menemani kebutuhan sehari-hari ibu di sini," kata Umminya Asyif dengan suara yang sengaja dinyaringkan di sebelah seorang perempuan tua.Anggraini tersenyum sambil mengangguk. Di hadapannya kini ada seorang perempuan tua yang sedang duduk di kursi roda. Di belakangnya ada Nila yang mendorong roda itu.Wanita tua itu balas tersenyum ramah padanya. Meski sudah sangat tua dan renta namun sepertinya kemampuan kognitifnya dalam berkomunikasi masih cukup baik."Ini ibu saya, yang mau kamu urus. Usianya saat ini 85 tahun. Masih sehat namun seperti bisa kamu lihat sendiri, Ibu Haji tidak bisa lagi berjalan. Dia masih bisa berdiri namun lututnya tidak kuat lama. Jadi kamu harus membantunya untuk urusan sehari-harinya termasuk ke toilet," kata Ummi Asyif menjelaskan.Anggraini mengangguk lagi. Bukan pekerjaan yang menyenangkan sebenarnya tapi Anggraini tahu dia bisa melakukannya. Hanya untuk beberapa hari saja. Tenanglah A
[Mas, aku Anggre. Aku … maaf aku lupa pamitan sama Mas tadi malam. Aku diundang dadakan sama temanku. Mas lagi tidur soalnya.]Teguh mendengarkan penjelasan Anggraini yang meneleponnya pagi ini. Dia memang sedari tadi sedang menunggu kabar dari Anggraini."Sophia menelepon tadi malam. Katanya kamu pergi ke klub malam," sela Teguh sebelum Anggraini mengatakan lebih banyak lagi alasan.Anggraini yang sedang berada di rumah Asyif sedikit terkejut. Dia sama sekali tidak mengira kalau Sophia telah menelepon Teguh duluan tadi malam. Astaga apes! Anggraini tidak mempertimbangkan ini sebelumnya.Anggraini tahu itui adalah bentuk kepedulian Sophia padanya. Mungkin gadis itu khawatir setelah Anggraini mengajaknya ke klub malam namun tidak bisa menemaninya."Ahh, ya. Eumm, maafkan aku, Mas. Aku memang tadinya berniat mengajak Sophia clubbing karena aku lagi stress setelah bertengkar dengan kamu. Maafin aku," aku Anggraini.Teguh menghela napas. Dia sedang tidak berenergi memarahi Anggraini saat
"Jadi sekarang aku adalah temanmu?"Pertanyaan seseorang di belakangnya hampir saja membuat Anggraini melonjak kaget. Dia baru saja mengakhiri panggilan telepon dengan Teguh secara sepihak dan kini seseorang mengejutkannya."Kau?" Lagi-lagi Asyif.Anggraini mengelus dadanya."Waktu sholat Subuh sudah hampir habis. Kamu tidak lihat hari sudah mulai terang? Dan kamu belum sholat Subuh sama sekali?" tegur Asyif.Anggraini mengedipkan matanya berulang-ulang kali. Dia tidak percaya laki-laki ini akan menegurnya untuk masalah tidak masuk akal seperti ini. Memangnya dia pikir di siapa? Bahkan Teguh yang adalah suaminya sendiri tidak pernah mengurus amal ibadahnya seperti sholat begini. Ini bahkan orang lain yang bukan siapa-siapa malah sok ngatur."Tuan, aku berharap kamu ingat bahwa aku bukan orang yang bekerja denganmu sungguhan. Jadi berhentilah mengatur aku.Tadi malam aku mabuk, aku belum mandi. Aku merasa belum pantas untuk sholat. Kenapa kau harus menegurku seperti itu? Pergilah, jan
"Maksudmu?"Anggraini bertanya dengan kening yang mengerut.Asyif tidak menghiraukan respon Anggraini. "Sudahlah, sekarang bisa kau siapkan piring untuk nenek? Tempatnya ada di situ," tunjuk Asyif pada sebuah rak piring kaca."Jangan mengalihkan pembicaraan!" tukas Anggraini. "Jelaskan padaku sejelas-jelasnya! Katamu kau bersahabat baik dengan Mas Teguh? Kapan? Kapan? Jangan mengarang cerita deh! Kalau kau adalah sahabatnya aku pasti tahu. Tapi sejak aku mengenalnya aku tak pernah tahu kalau dia punya sahabat dekat apalagi itu dirimu. Aku bahkan tak mengenalmu!"Asyif menggulung bibirnya. Tadinya dia ingin mengatakan sesuatu yang bisa membungkam Anggraini, namun kemudian dia urung melakukannya."Oh begitu? Baiklah, kalau begitu lupakan saja! Sepertinya aku yang salah," jawab Asyif.Anggraini tertegun. Ia melihat Asyif yang mengambil sebuah piring dari rak dan menaruh dua buah pisang rebus di sana. Kemudian tanpa berkata-kata lagi, Asyif segera meninggalkan Anggraini dan membawa pisan
"Mas, kok melamun terus dari tadi? Ada masalah yang sedang Mas pikirin ya?" tanya Merry.Di tangan wanita paruh baya itu tertenteng sebuah toples bening berisi cemilan yang baru saja dia bawakan dari dapur."Astaga, kita nanya bukannya dijawab malah dikacangin. Hey, Mas!" Kali ini Merry menepuk pundak suaminya. Teguh tersentak kaget."Eh, apa tadi?" Merry menatap Teguh dengan wajah manyun."Jadi dari tadi aku ajak Mas ngomong, Mas sama sekali nggak dengarin aku?" tanyanya dengan nada merajuk.Teguh garuk-garuk kepala sambil menggeleng bingung."Memang kamu ngomong apa?"Merry ditanya begitu malah semakin memanyunkan bibirnya. Sedari tadi sejak Teguh sampai setelah hampir seminggu mereka tidak bertemu bukannya lepas kangen pria itu malah sibuk melamun seperti ada masalah serius yang dipikirkannya. "Nggak, nggak ada apa-apa. Aku cuma tanya kenapa Mas sedari tadi melamun terus. Mas ada yang dipikirin?" tanya Merry sambil mendekatkan diri pada Teguh.Merry seperti biasanya memang palin