Huft! Akhirnya meeting kali ini selesai juga. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu dengan Vani. Sedang apa ya anak itu..? batin Allen bertanya-tanya.
Ibu satu anak itu terus saja merasa gelisah sejak mulai memasuki ruang tempat meeting itu berlangsung tadi. Bukan apa, ia cukup terkejut tadi ketika mengetahui bahwa lelaki itu ada dan hadir dipertemuan meeting kerja sama perusahaan kali ini.Pasalnya, laki-laki tersebut biasanya pasti akan mengutus seseorang untuk menjadi perwakilan kerja sama dari perusahaan besarnya. Tapi kali ini? ia juga belum ada persiapan untuk menghadapinya jikalau nanti seandainya semua tak sesuai rencananya.Maka itu akan merugikannya!Tapi bukan itu yang paling Allen pikirkan, melainkan Vani. Allen jauh lebih khawatir dengan putrinya itu. Bagaimana.. bagaimana jika semuanya terbongkar saat ini juga?!Allen ingat betul bahwa Vani masih ada bersama Elva diperusahaan ini, diruangannya.Astaga.. semoga saja keduanya itu sudah pergi dari perusahaan ini. Agar putrinya itu tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki brengsek itu.Harap-harap ia mengkhawatirkan putrinya, dengan langkah santai yang terkesan anggun itu justru tak menyadari bahwa seseorang tengah mengejarnya dari arah belakang."Tunggu!"Secara otomatis langkah kaki itu terhenti. Sekujur tubuhnya mendadak kaku di tempat.Allen ingin memastikan bahwa Indra pendengarannya salah. Ia pasti sudah gila karena terus memikirkan Vani sedari tadi hingga tak sadar mengira seperti seseorang memanggilnya.Bruk!Seseorang memeluknya dari arah belakang. Kali ini.. apakah ia masih bisa dikatakan salah?"Allen." panggil suara berat itu lagi."Jadi benar ini kau?" Suara laki-laki itu kembali mengusik Indra pendengarannya, memastikan bahwa dirinya tidak lah salah.Cup!Hembusan nafas dan kecupan bibir yang dilayangkan di lehernya membuat seluruh bulu kuduk Allen berdiri. Allen membeku di tempat.Perlahan.. dengan segenap kekuatan Allen menyadarkan dirinya dari keterkejutan. Ia melepaskan pelukan tangan dipinggangnya tersebut, dan..Plak!Semua orang yang berada di ruangan meeting tadi belum benar-benar pergi dan telah menyaksikan semuanya dari awal. Tak sedikit dari mereka juga terkejut ketika melihat kejadian itu, sedangkan yang lainnya ada yang berbisik-bisik mengomentari tentang tingkah laku dan sikap dari pemilik perusahaan besar tersebut.Allen yang menyadari itu sedikit merasa malu, langsung menetralisirkan ekspresinya menjadi datar dengan tatapan matanya yang menajam."Bubar!" Titah Allen tegas dengan menekankan perkataannya, mengintrupsi semua orang yang melihatnya.Semua orang cukup memaklumi tingkah laku dan sifat pemilik perusahaan ini yang memang terbilang angkuh dan juga kejam.Semuanya memilih main aman saja dengan meninggalkan ke duanya dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Calief memegangi pipinya yang masih terasa panas akibat tamparan keras yang diterimanya dari Allen barusan. Sementara Allen berusaha mengendalikan dirinya, mencoba bersikap tenang meskipun jauh di dalam sana amarah telah menguasai dirinya."Maaf, ada perlu apa anda memanggil saya tuan, Franklyn?" Ucap Allen dengan menekankan kata marga laki-laki tersebut.Calief menghela nafas berat begitu mengetahui fakta bahwa Allen terlihat sangat membencinya."Aku hanya ingin mengingatkanmu. Berhentilah bersikap seperti seolah-olah kau tak mengenalku!"Aku memang tidak pernah mengenalmu!"Dan juga.. ubah cara berpakaianmu yang seperti ini! Karena aku tak suka melihat orang lain menatap lapar pada milikku!"Milikku?Allen memutar kedua bola matanya malas.Terdengar menjijikkan!Ingin rasanya Allen menampar wajah milik laki-laki itu lagi. Berani-beraninya dia mengatur hidupnya?Memangnya siapa dia? Hanya sebatas ayah biologis dari putrinya!Bahkan setelah semuanya yang terjadi, laki-laki itu masih berani dan tanpa tahu malunya mengklaim bahwa dirinya adalah miliknya?!Only in your dreams!"Maaf tuan, saya sibuk. Jika anda sudah tidak ada keperluan lagi dengan saya, maka saya permisi." Pamit Allen sopan yang membuat laki-laki tersebut tersenyum licik menatap arah ke pergiannya.Kau menyembunyikan sesuatu dariku, Allen. Tunggu aku! Aku akan merebut kembali semuanya yang pernah menjadi milikku. Pertemuan ini bukanlah yang terakhir kalinya, karena setelah ini aku tidak akan pernah lagi melepaskanmu semudah itu..Magdalena Collen Achilles.•••Setengah jam sebelumnya.."Kak Elva, Vani bosen." Keluh Vani cemberut.Gadis kecil itu memanyunkan bibirnya imut, menatap jengah ke arah perempuan yang berstatus sebagai tantenya itu.Merasa tidak ada respon, Vani pun memanggil lagi dengan mengguncang-guncangkan tubuh kurus itu."Kak, Vani bosen. Ayo makan.. nanti bunda marah kalo Vani belum makan.""Hm.. sebentar lagi.""Kak! Tante!!!" Sentak Vani yang membuat Elva terkejut mendengarnya.Elva langsung gelagapan dengan sikap Vani yang tiba-tiba seperti itu."I-iya? kamu bosen ya sayang? gimana.. kalau kita ke mall aja?" Usul Elva yang seketika membuat mata gadis kecil itu berbinar menatapnya dengan senyuman manis yang merekah."Ayo! Vani mau.. tapi apa boleh sama bunda, kak Elva?" Binar mata gadis kecil itu sedikitnya memudar.Elva yang melihat itu cukup paham."Boleh sayang. Emangnya bunda pernah ngelarang Vani?" Gelengan kepala Vani berikan sebagai jawaban."Nggak, bunda gak pernah ngelarang Vani. Tapi Vani takut bunda marah, karena pergi nya gak ajak-ajak bunda. Vani juga belum bilang sama bunda.." Kalimat terakhir gadis kecil itu sebelum menundukkan kepalanya.Elva menghela nafas pelan, memikirkan perkataan apa yang akan ia katakan selanjutnya untuk membujuk gadis kecil itu lagi agar tidak sedih."Vani nggak usah khawatir, kak Elva kan punya nomornya bunda. Kalau Vani mau.. kita bisa hubungin bunda kapan aja.""Ah iya, Vani lupa kak."Elva terkekeh pelan menanggapinya. Disaat seperti ini Vani terlihat sangat menggemaskan hingga membuatnya tidak tahan untuk tidak mencubit pipi tembam itu."Jadi.. Vani mau pergi gak?"Dengan cepat Vani menganggukkan kepalanya antusias. Jarang sekali ia bisa pergi berdua dengan tantenya itu, terlebih tanpa adanya sang bunda yang menemani bersama."Mau kak! Ayo kita pergi.""Let's go girls!!" Ke duanya pun akhirnya pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan semangat yang membara.•••Saat tengah asik memperhatikan sekeliling mall, tanpa sadar Vani menabrak seseorang.Bruk!"Aw." Ringis Vani memegangi keningnya.Elva yang mendengar itu buru-buru menghampirinya, bisa bahaya jika terjadi sesuatu yang buruk pada Vani. Ia akan dimarahi habis-habisan oleh ibu dari anak itu."Sayang, kenapa? Kamu gak apa-apa kan?" Tanya Elva sedikit panik. Ia baru saja meninggalkan anak itu sebentar untuk ke toilet. Tapi begitu ia kembali, sudah tidak melihat keberadaan gadis kecil itu lagi di tempatnya.Betapa paniknya Elva mencari-cari, hingga akhirnya ia dapat menemukan anak itu."Vani gak apa-apa kok, kak. Maafin Vani ya.." Ucap anak itu menundukkan kepalanya merasa bersalah.Elva yang melihat itu menghembuskan nafasnya pelan, cukup merasa tenang. "Syukur kalo kamu baik-baik aja. Vani udah kakak maafin. Tapi lain kali jangan gitu lagi ya..?" Ujar Elva seraya mengelus surai hitam legam itu lembut.Vani menganggukkan kepalanya tanda mengerti.Wajah cantik yang semula menunduk itu kini terangkat, mata bulatnya beralih menatap ke arah sosok laki-laki yang ditabraknya tadi."Maafin Vani juga ya, om? Vani gak sengaja nabrak om tadi." Vani melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada Elva barusan.Laki-laki itu yang pada awalnya ingin memarahi Vani mendadak jadi bungkam dan merasa tidak tega. Ia bahkan sekarang tidak mengerti dengan perasaannya sendiri yang sedang ia rasakan saat ini.Rasanya sangat aneh dan begitu asing.Elva yang merasa Vani tak mendapatkan respon itu menautkan ke dua alisnya bingung. Kebetulan, ia juga belum sempat melihat siapa sosok laki-laki yang tadi tidak sengaja ditabrak oleh keponakannya itu.Elva bangkit dari satu tumpuan kakinya yang menopang tubuhnya untuk menyamakan tingginya dengan anak itu, ia kemudian membalikkan badannya menghadap lelaki tersebut.Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui siapa laki-laki tersebut.Calief?!To Be Continue."Calief?!"Elva mematung di tempat kala melihat siapa yang berdiri dihadapannya, ia tahu betul kalau seseorang yang tengah berdiri dihadapannya saat ini adalah sosok yang paling sangat dibenci oleh dirinya dan juga kakaknya.Calief merasa geram dan bahkan ingin memarahi orang yang tadi menabraknya. Tapi begitu ia melihat siapa orang yang menabraknya tadi, seketika itu juga ia mengurungkan niatnya. Ia terkejut kala melihat seorang anak kecil yang terlihat cukup mirip dengannya, dan.. Tunggu!"Kenapa anak ini terlihat mirip.. denganku?" Calief menyadari suatu hal, tapi sebelum itu ia harus memastikannya lebih dulu dengan benar."Ekhem!" Ia berdeham untuk menetralkan suasana yang cukup terasa sedikit tegang. "Elva." Panggilnya dengan suara berat yang menyapa pendengaran Elva. Membuat Elva terlihat bingung sekaligus merasa canggung."I-iya?" jawab Elva gugup. Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Pa, Ma… Allen hamil.” Alena terkejut melihat sang adik kembar tiba-tiba bersujud dan menangis keras di depan orangtuanya. Setelah hampir dua tahun Allen, adik kembarnya, memutuskan untuk hidup mandiri, ia tiba-tiba saja kembali siang ini dalam keadaan kacau. Alena tidak menyangka kalau Allen mengucapkan pengakuan yang begitu menggegerkan isi rumah. Ponselnya terjatuh lepas dari genggaman tangannya ke lantai. "Apa ..? Hamil ..." gumam Alena tidak percaya. “Kamu… gak bercanda kan?” Allen tidak menjawab, tapi suara tangisannya menjadi lebih keras. Bahkan sampai meraung-raung. Elina, mamanya, jatuh pingsan setelah mendengar pengakuan Allen. Dan ayahnya, Bryan, langsung menarik Allen berdiri. Mata besarnya menatap tajam Allen, lalu dengan geram berseru, "Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?!" Tekannya menuntut penjelasan. Allen tampak ketakutan karena baru kali ini ia melihat sisi ayahnya yang seperti ini, sama seperti Alena. Ia bahkan tidak bisa membela adiknya itu, dan hanya i
Alena pulang cepat dari kantor pada sore hari ini. Sebelum kembali, dia mampir terlebih dahulu ke salah satu restoran milik keluarganya. Ia baru saja keluar dari toilet wanita dengan setelan kantor lengkap, serta masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya. Ketika berjalan keluar menuju pintu masuk restoran dirinya sedang tidak fokus. Sehingga menyebabkan orang lain menabrak tubuhnya dari arah yang berlawanan. Alena terjatuh, seseorang itu merasa panik dan segera membantu dirinya untuk berdiri kembali. "Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Sekali lagi saya minta maaf." Sesal orang tersebut. Alena mendongak, menatap wajah sang pelaku. Rupanya itu adalah dia. Pria yang telah merusak kehidupan saudari kembarnya. Ia mengenali muka Calief dari galeri ponsel Allen. Ya, Calief Atharizz Franklyn. Pria bajingan yang sekaligus merupakan ayah kandung dari putrinya, Alesie. Alena hanya mengangguk pelan, ia kemudian melenggang pergi begitu saja. Tetapi saat langkahnya sudah mencapai pintu, C
"Calief, Dia..""Anak rekan bisnis papah, pak Ariz?" Lanjut Carlina menganga tak percaya dengan pengakuan putrinya tersebut."Iya, mah. Hiks.. maafin Allen." Ucap Allen di sela-sela isak tangisannya."Dengar! papah akan buat perhitungan sama dia, Dan papah akan buat dia bertanggung jawab, atas apa yang telah dia lakukan sama kamu!" Tegas Aldric dengan sedikit membentak, yang kemudian bangkit dari sofa, dan berjalan keluar meninggalkan ruang tamu.Namun langkahnya harus terhenti, ketika sebelah kaki kanannya di peluk erat oleh seseorang. Yang ternyata itu adalah, Allen. Putri kesayangannya. Melihat apa yang di lakukan oleh putrinya, membuat Aldric tak tega dan segera melepaskan pelukan erat Allen pada kakinya lalu membantunya berdiri dan kini bergantian, dialah yang memeluknya dengan erat."Hiks.. pah.. maaf.. tolong maafin Allen pah. Ini semua salah Allen pah... tolong maafin Allen.." histeris Allen di dalam dekapan Aldric yang
Carlina terkejut bukan main ketika mendengar pengakuan dari putrinya tersebut.Bagaimana mungkin, seorang laki laki yang terlihat baik baik saja bisa seperti itu yang tega menyuruh putrinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri?!What the hell!Benar-benar lelaki brengsek!"Ja- jadi..." ucap Carlina pelan yang masih dapat di dengar dengan jelas, dengan mulut yang menganga lebar dan mata yang membelalak sempurna.Allen pun lantas menganggukkan kepalanya pelan, membenarkan semua perkataannya barusan yang memang benar adalah fakta."Help me, please....""Tolong, Allen nggak mau menggugurkan janin ini. Allen nggak mau membunuhnya! Bayi ini nggak bersalah.. dia nggak tau apa-apa. Allen nggak mau jadi seorang pembunuh yang tega melenyapkan darah dagingnya sendiri. Kalau mamah sama papah nggak setuju dengan keputusan Allen.. It's okay, Allen akan pergi dari sini. Allen juga nggak mau semakin buat kalian merasa malu karena semu
Setengah jam kemudian..Tok!Tok!Tok!"Ya, masuk." Ucap Allen ketika pintu ruangannya di ketuk kembali.Masuklah Widya, sekertaris Allen yang sudah membawa beberapa jumlah berkas yang telah disiapkan olehnya tadi untuk meeting mendadak tersebut."Permis, mrs. Berkas-berkasnya sudah saya siapkan. Dan meetingnya sebentar lagi akan segera di mulai." Ujar Widya sopan seraya menyerahkan berkas-berkas tersebut pada Allen."Ok, sebentar lagi. Saya sedang menunggu sepupu saya untuk menjaga Vani ketika saya meeting nanti."Tak lama setelah Allen mengatakan hal tersebut, pintu pun akhirnya kembali diketuk oleh seseorang. Yang tak lain adalah Elva, adik sepupu Allen yang baru saja tiba dari ke pulangannya, Los Angeles, USA kemarin malam."Ah, maaf kak aku sedikit terlambat. Jakarta sangat macet. And see.. Aku jadinya sekarang terlambat. Sorry.." Ujarnya dengan wajah yang terlihat sedikit merasa bersalah.
"Calief?!"Elva mematung di tempat kala melihat siapa yang berdiri dihadapannya, ia tahu betul kalau seseorang yang tengah berdiri dihadapannya saat ini adalah sosok yang paling sangat dibenci oleh dirinya dan juga kakaknya.Calief merasa geram dan bahkan ingin memarahi orang yang tadi menabraknya. Tapi begitu ia melihat siapa orang yang menabraknya tadi, seketika itu juga ia mengurungkan niatnya. Ia terkejut kala melihat seorang anak kecil yang terlihat cukup mirip dengannya, dan.. Tunggu!"Kenapa anak ini terlihat mirip.. denganku?" Calief menyadari suatu hal, tapi sebelum itu ia harus memastikannya lebih dulu dengan benar."Ekhem!" Ia berdeham untuk menetralkan suasana yang cukup terasa sedikit tegang. "Elva." Panggilnya dengan suara berat yang menyapa pendengaran Elva. Membuat Elva terlihat bingung sekaligus merasa canggung."I-iya?" jawab Elva gugup. Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Huft! Akhirnya meeting kali ini selesai juga. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu dengan Vani. Sedang apa ya anak itu..? batin Allen bertanya-tanya.Ibu satu anak itu terus saja merasa gelisah sejak mulai memasuki ruang tempat meeting itu berlangsung tadi. Bukan apa, ia cukup terkejut tadi ketika mengetahui bahwa lelaki itu ada dan hadir dipertemuan meeting kerja sama perusahaan kali ini.Pasalnya, laki-laki tersebut biasanya pasti akan mengutus seseorang untuk menjadi perwakilan kerja sama dari perusahaan besarnya. Tapi kali ini? ia juga belum ada persiapan untuk menghadapinya jikalau nanti seandainya semua tak sesuai rencananya.Maka itu akan merugikannya!Tapi bukan itu yang paling Allen pikirkan, melainkan Vani. Allen jauh lebih khawatir dengan putrinya itu. Bagaimana.. bagaimana jika semuanya terbongkar saat ini juga?!Allen ingat betul bahwa Vani masih ada bersama Elva diperusahaan ini, diruangannya.Astaga.. semoga saja
Setengah jam kemudian..Tok!Tok!Tok!"Ya, masuk." Ucap Allen ketika pintu ruangannya di ketuk kembali.Masuklah Widya, sekertaris Allen yang sudah membawa beberapa jumlah berkas yang telah disiapkan olehnya tadi untuk meeting mendadak tersebut."Permis, mrs. Berkas-berkasnya sudah saya siapkan. Dan meetingnya sebentar lagi akan segera di mulai." Ujar Widya sopan seraya menyerahkan berkas-berkas tersebut pada Allen."Ok, sebentar lagi. Saya sedang menunggu sepupu saya untuk menjaga Vani ketika saya meeting nanti."Tak lama setelah Allen mengatakan hal tersebut, pintu pun akhirnya kembali diketuk oleh seseorang. Yang tak lain adalah Elva, adik sepupu Allen yang baru saja tiba dari ke pulangannya, Los Angeles, USA kemarin malam."Ah, maaf kak aku sedikit terlambat. Jakarta sangat macet. And see.. Aku jadinya sekarang terlambat. Sorry.." Ujarnya dengan wajah yang terlihat sedikit merasa bersalah.
Carlina terkejut bukan main ketika mendengar pengakuan dari putrinya tersebut.Bagaimana mungkin, seorang laki laki yang terlihat baik baik saja bisa seperti itu yang tega menyuruh putrinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri?!What the hell!Benar-benar lelaki brengsek!"Ja- jadi..." ucap Carlina pelan yang masih dapat di dengar dengan jelas, dengan mulut yang menganga lebar dan mata yang membelalak sempurna.Allen pun lantas menganggukkan kepalanya pelan, membenarkan semua perkataannya barusan yang memang benar adalah fakta."Help me, please....""Tolong, Allen nggak mau menggugurkan janin ini. Allen nggak mau membunuhnya! Bayi ini nggak bersalah.. dia nggak tau apa-apa. Allen nggak mau jadi seorang pembunuh yang tega melenyapkan darah dagingnya sendiri. Kalau mamah sama papah nggak setuju dengan keputusan Allen.. It's okay, Allen akan pergi dari sini. Allen juga nggak mau semakin buat kalian merasa malu karena semu
"Calief, Dia..""Anak rekan bisnis papah, pak Ariz?" Lanjut Carlina menganga tak percaya dengan pengakuan putrinya tersebut."Iya, mah. Hiks.. maafin Allen." Ucap Allen di sela-sela isak tangisannya."Dengar! papah akan buat perhitungan sama dia, Dan papah akan buat dia bertanggung jawab, atas apa yang telah dia lakukan sama kamu!" Tegas Aldric dengan sedikit membentak, yang kemudian bangkit dari sofa, dan berjalan keluar meninggalkan ruang tamu.Namun langkahnya harus terhenti, ketika sebelah kaki kanannya di peluk erat oleh seseorang. Yang ternyata itu adalah, Allen. Putri kesayangannya. Melihat apa yang di lakukan oleh putrinya, membuat Aldric tak tega dan segera melepaskan pelukan erat Allen pada kakinya lalu membantunya berdiri dan kini bergantian, dialah yang memeluknya dengan erat."Hiks.. pah.. maaf.. tolong maafin Allen pah. Ini semua salah Allen pah... tolong maafin Allen.." histeris Allen di dalam dekapan Aldric yang
Alena pulang cepat dari kantor pada sore hari ini. Sebelum kembali, dia mampir terlebih dahulu ke salah satu restoran milik keluarganya. Ia baru saja keluar dari toilet wanita dengan setelan kantor lengkap, serta masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya. Ketika berjalan keluar menuju pintu masuk restoran dirinya sedang tidak fokus. Sehingga menyebabkan orang lain menabrak tubuhnya dari arah yang berlawanan. Alena terjatuh, seseorang itu merasa panik dan segera membantu dirinya untuk berdiri kembali. "Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Sekali lagi saya minta maaf." Sesal orang tersebut. Alena mendongak, menatap wajah sang pelaku. Rupanya itu adalah dia. Pria yang telah merusak kehidupan saudari kembarnya. Ia mengenali muka Calief dari galeri ponsel Allen. Ya, Calief Atharizz Franklyn. Pria bajingan yang sekaligus merupakan ayah kandung dari putrinya, Alesie. Alena hanya mengangguk pelan, ia kemudian melenggang pergi begitu saja. Tetapi saat langkahnya sudah mencapai pintu, C
“Pa, Ma… Allen hamil.” Alena terkejut melihat sang adik kembar tiba-tiba bersujud dan menangis keras di depan orangtuanya. Setelah hampir dua tahun Allen, adik kembarnya, memutuskan untuk hidup mandiri, ia tiba-tiba saja kembali siang ini dalam keadaan kacau. Alena tidak menyangka kalau Allen mengucapkan pengakuan yang begitu menggegerkan isi rumah. Ponselnya terjatuh lepas dari genggaman tangannya ke lantai. "Apa ..? Hamil ..." gumam Alena tidak percaya. “Kamu… gak bercanda kan?” Allen tidak menjawab, tapi suara tangisannya menjadi lebih keras. Bahkan sampai meraung-raung. Elina, mamanya, jatuh pingsan setelah mendengar pengakuan Allen. Dan ayahnya, Bryan, langsung menarik Allen berdiri. Mata besarnya menatap tajam Allen, lalu dengan geram berseru, "Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?!" Tekannya menuntut penjelasan. Allen tampak ketakutan karena baru kali ini ia melihat sisi ayahnya yang seperti ini, sama seperti Alena. Ia bahkan tidak bisa membela adiknya itu, dan hanya i