Alena pulang cepat dari kantor pada sore hari ini. Sebelum kembali, dia mampir terlebih dahulu ke salah satu restoran milik keluarganya.
Ia baru saja keluar dari toilet wanita dengan setelan kantor lengkap, serta masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya. Ketika berjalan keluar menuju pintu masuk restoran dirinya sedang tidak fokus. Sehingga menyebabkan orang lain menabrak tubuhnya dari arah yang berlawanan. Alena terjatuh, seseorang itu merasa panik dan segera membantu dirinya untuk berdiri kembali. "Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Sekali lagi saya minta maaf." Sesal orang tersebut. Alena mendongak, menatap wajah sang pelaku. Rupanya itu adalah dia. Pria yang telah merusak kehidupan saudari kembarnya. Ia mengenali muka Calief dari galeri ponsel Allen. Ya, Calief Atharizz Franklyn. Pria bajingan yang sekaligus merupakan ayah kandung dari putrinya, Alesie. Alena hanya mengangguk pelan, ia kemudian melenggang pergi begitu saja. Tetapi saat langkahnya sudah mencapai pintu, Calief telah lebih dulu bersuara, "Tunggu! Apa kita pernah saling mengenal?" Alena berhenti melangkah. Tanpa menoleh, ia hanya menatap lurus tajam ke depan. Kedua tangannya mengepal kuat, namun ia kemudian melanjutkan langkahnya kembali menuju parkiran mobil. Tingkah laku Alena membuat Calief mengerutkan alisnya bingung. Pria itu bergumam pelan, "Aneh, kenapa rasanya dia kaya mirip seseorang ..." Calief menggelengkan kepala, ia lalu menghela nafas pelan dan berjalan masuk ke dalam lift. ▪︎▪︎▪︎ Sesampainya di dalam mobil, Alena langsung memukul setir pengemudi. Ia mendengus kesal karena hampir saja lepas kendali tadi. Dengan geram mengusap wajahnya frustasi, lantas berseru marah, "Argh sialan! Hampir aja, hampir aja aku ketahuan!! Alena bodoh!" Umpatnya memaki pada diri sendiri. Ia menggigit giginya, meremas setir mobil dengan kuat. Kedua matanya memandang tajam ke arah restoran. Bayangan akan wajah sedih Allen muncul dalam benak pikirannya. "Berani sekali kamu merasa hidup bahagia sekarang, Calief." Gumam ia geram. Alena memicingkan matanya dengan rasa benci yang kian terasa besar untuk pria tersebut. Menghela nafas kasar, ia mencoba menenangkan diri agar pikirannya sedikit jernih. Alena menyandarkan kepala pada kursi mobil, ia terpejam sejenak supaya emosi dalam dirinya ternetralisir. Setelah dirasa sedikit tenang, Alena kembali menyalakan mesin mobil. Ia kemudian menjalankan dengan seringaian miring di bibir. Wajahnya sedikit terangkat ke atas. Ia lalu berseru rendah, "Aku akan membuat kau membayar atas segala perbuatanmu, bajingan." Sumpah ia dengan perasaan dendam semakin menyeruak di dalam batinnya. ▪︎▪︎▪︎ Keesokan harinya, Alena memiliki jadwal pertemuan rapat pada pagi hari dengan beberapa pemilik atau pemegang saham tertinggi dalam perusahaan lain. Langkahnya telah sampai di depan pintu ruang rapat, ia menarik nafas lalu membuangnya secara perlahan. Dengan segala persiapan yang telah disiapkan, Alena membuka pintu ruangan. Kemudian berjalan masuk dengan langkah yang anggun, wajah datarnya menatap lurus ke depan. Ia memancarkan aura dingin menusuk yang begitu melekat. Hampir semua yang hadir terpesona akan kecantikannya, namun di saat yang bersamaan juga menanyakan tentang siapa dia. Lain hal dengan kebanyakan orang, ada seorang pria diantaranya yang memandang tidak percaya atas kedatangannya. Kedua mata pria itu melotot lebar, bibirnya pun sedikit terbuka. Alena menarik tipis sudut mulutnya, ia merasa cukup puas dengan reaksi yang diberikan oleh Calief. "Selamat pagi, semuanya. Saya Alena, pemilik baru yang mengambil alih seluruh bisnis Achilles's group." Ia menyapa lebih dahulu, baru memperkenalkan dirinya. Alena melanjutkan, "Saya ingin menawarkan investasi saham pada perusahaan anggota baru kami yang akan bergerak dalam bidang industri hiburan." Ada jeda sejenak. "Penawaran investasi saham adalah sebanyak 35%. Jika ada yang ingin dikatakan, silakan." Tepat setelah Alena selesai berkata, semua orang saling berpandang satu sama lain. Mereka berpikir jika ini merupakan kesempatan emas untuk bisa bekerja sama dengan Achilles's group. Akan tetapi disisi lain mereka juga berpikir kalau jumlah investasi untuk saham ini persennya terlalu sedikit. Keheningan pun sementara terjadi. Banyak dari mereka sedang berpikir keras untuk mempertimbangkan hal tersebut. Dalam heningnya suasana, Calief tiba-tiba saja mengangkat satu tangannya. Alena segera merespon dengan alis yang sedikit terangkat ke atas. "Oh? Tuan Calief, ada yang ingin anda tanyakan?" Ucap ia bertanya. Seringai miring Calief mengembang. Dia membalas, "Saya tidak datang mewakili Franklyn's group dan mari kita bernegosiasi." Calief menantang dari sorot pandang kedua matanya. "Saya datang untuk Calief corp ingin menawarkan kembali penanaman modal sebanyak 90%, tetapi dengan syarat jika perusahaan saya menjadi bagian dari Achilles's group. Apakah anda tertarik, nona Alena?" Begitu setelah mengatakan, dia tersenyum penuh akan kemenangan. Alena terkekeh geli, lalu pada detik selanjutnya ia melihat tajam ke arah Calief. Wajah Alena telah mengeras karena amarah yang terpancing. Ia menggertakkan gigi geram. Lantas berseru, "Jangan terlalu kejam, tuan Calief! Anda sudah menginginkan sangat banyak." Tekan Alena murka, ia menarik napas panjang kemudian menambahkan kembali. "Saya rasa anda telah serakah, jadi biarkan saja kerja sama ini batal. Saya tahu anda tidak akan kehilangan dukungan. Ini juga tidak bisa saya terima." Keadaan sekitar mendadak tegang akibat perkataan Alena. Calief pun merasa tidak terima atas penolakan seperti ini. Tangannya mengepal sangat kuat. Alena berdiri dari duduknya. "Saya ingin menutup pembicaraan sampai di sini, dan kerja sama kita batalkan. Sebelumnya terima kasih bagi yang bersedia hadir, mohon maaf untuk kekurangan saya. Sampai jumpa kembali semuanya." Tepat sesudah Alena berkata, ia langsung berbalik badan serta berjalan menuju pintu ruangan. Menyaksikan langkah Alena hendak melewati pintu, Calief bangun dari posisi duduk. Dia segera bersuara lantang, "Saya tahu anda memiliki dendam pribadi, nona Alena! Tetapi anda harus bisa memisahkannya dengan urusan pekerjaan!!" Protes Calief kencang. ▪︎ To Be Continue ▪︎"Calief, Dia..""Anak rekan bisnis papah, pak Ariz?" Lanjut Carlina menganga tak percaya dengan pengakuan putrinya tersebut."Iya, mah. Hiks.. maafin Allen." Ucap Allen di sela-sela isak tangisannya."Dengar! papah akan buat perhitungan sama dia, Dan papah akan buat dia bertanggung jawab, atas apa yang telah dia lakukan sama kamu!" Tegas Aldric dengan sedikit membentak, yang kemudian bangkit dari sofa, dan berjalan keluar meninggalkan ruang tamu.Namun langkahnya harus terhenti, ketika sebelah kaki kanannya di peluk erat oleh seseorang. Yang ternyata itu adalah, Allen. Putri kesayangannya. Melihat apa yang di lakukan oleh putrinya, membuat Aldric tak tega dan segera melepaskan pelukan erat Allen pada kakinya lalu membantunya berdiri dan kini bergantian, dialah yang memeluknya dengan erat."Hiks.. pah.. maaf.. tolong maafin Allen pah. Ini semua salah Allen pah... tolong maafin Allen.." histeris Allen di dalam dekapan Aldric yang
Carlina terkejut bukan main ketika mendengar pengakuan dari putrinya tersebut.Bagaimana mungkin, seorang laki laki yang terlihat baik baik saja bisa seperti itu yang tega menyuruh putrinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri?!What the hell!Benar-benar lelaki brengsek!"Ja- jadi..." ucap Carlina pelan yang masih dapat di dengar dengan jelas, dengan mulut yang menganga lebar dan mata yang membelalak sempurna.Allen pun lantas menganggukkan kepalanya pelan, membenarkan semua perkataannya barusan yang memang benar adalah fakta."Help me, please....""Tolong, Allen nggak mau menggugurkan janin ini. Allen nggak mau membunuhnya! Bayi ini nggak bersalah.. dia nggak tau apa-apa. Allen nggak mau jadi seorang pembunuh yang tega melenyapkan darah dagingnya sendiri. Kalau mamah sama papah nggak setuju dengan keputusan Allen.. It's okay, Allen akan pergi dari sini. Allen juga nggak mau semakin buat kalian merasa malu karena semu
Setengah jam kemudian..Tok!Tok!Tok!"Ya, masuk." Ucap Allen ketika pintu ruangannya di ketuk kembali.Masuklah Widya, sekertaris Allen yang sudah membawa beberapa jumlah berkas yang telah disiapkan olehnya tadi untuk meeting mendadak tersebut."Permis, mrs. Berkas-berkasnya sudah saya siapkan. Dan meetingnya sebentar lagi akan segera di mulai." Ujar Widya sopan seraya menyerahkan berkas-berkas tersebut pada Allen."Ok, sebentar lagi. Saya sedang menunggu sepupu saya untuk menjaga Vani ketika saya meeting nanti."Tak lama setelah Allen mengatakan hal tersebut, pintu pun akhirnya kembali diketuk oleh seseorang. Yang tak lain adalah Elva, adik sepupu Allen yang baru saja tiba dari ke pulangannya, Los Angeles, USA kemarin malam."Ah, maaf kak aku sedikit terlambat. Jakarta sangat macet. And see.. Aku jadinya sekarang terlambat. Sorry.." Ujarnya dengan wajah yang terlihat sedikit merasa bersalah.
Huft! Akhirnya meeting kali ini selesai juga. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu dengan Vani. Sedang apa ya anak itu..? batin Allen bertanya-tanya.Ibu satu anak itu terus saja merasa gelisah sejak mulai memasuki ruang tempat meeting itu berlangsung tadi. Bukan apa, ia cukup terkejut tadi ketika mengetahui bahwa lelaki itu ada dan hadir dipertemuan meeting kerja sama perusahaan kali ini.Pasalnya, laki-laki tersebut biasanya pasti akan mengutus seseorang untuk menjadi perwakilan kerja sama dari perusahaan besarnya. Tapi kali ini? ia juga belum ada persiapan untuk menghadapinya jikalau nanti seandainya semua tak sesuai rencananya.Maka itu akan merugikannya!Tapi bukan itu yang paling Allen pikirkan, melainkan Vani. Allen jauh lebih khawatir dengan putrinya itu. Bagaimana.. bagaimana jika semuanya terbongkar saat ini juga?!Allen ingat betul bahwa Vani masih ada bersama Elva diperusahaan ini, diruangannya.Astaga.. semoga saja
"Calief?!"Elva mematung di tempat kala melihat siapa yang berdiri dihadapannya, ia tahu betul kalau seseorang yang tengah berdiri dihadapannya saat ini adalah sosok yang paling sangat dibenci oleh dirinya dan juga kakaknya.Calief merasa geram dan bahkan ingin memarahi orang yang tadi menabraknya. Tapi begitu ia melihat siapa orang yang menabraknya tadi, seketika itu juga ia mengurungkan niatnya. Ia terkejut kala melihat seorang anak kecil yang terlihat cukup mirip dengannya, dan.. Tunggu!"Kenapa anak ini terlihat mirip.. denganku?" Calief menyadari suatu hal, tapi sebelum itu ia harus memastikannya lebih dulu dengan benar."Ekhem!" Ia berdeham untuk menetralkan suasana yang cukup terasa sedikit tegang. "Elva." Panggilnya dengan suara berat yang menyapa pendengaran Elva. Membuat Elva terlihat bingung sekaligus merasa canggung."I-iya?" jawab Elva gugup. Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Pa, Ma… Allen hamil.” Alena terkejut melihat sang adik kembar tiba-tiba bersujud dan menangis keras di depan orangtuanya. Setelah hampir dua tahun Allen, adik kembarnya, memutuskan untuk hidup mandiri, ia tiba-tiba saja kembali siang ini dalam keadaan kacau. Alena tidak menyangka kalau Allen mengucapkan pengakuan yang begitu menggegerkan isi rumah. Ponselnya terjatuh lepas dari genggaman tangannya ke lantai. "Apa ..? Hamil ..." gumam Alena tidak percaya. “Kamu… gak bercanda kan?” Allen tidak menjawab, tapi suara tangisannya menjadi lebih keras. Bahkan sampai meraung-raung. Elina, mamanya, jatuh pingsan setelah mendengar pengakuan Allen. Dan ayahnya, Bryan, langsung menarik Allen berdiri. Mata besarnya menatap tajam Allen, lalu dengan geram berseru, "Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?!" Tekannya menuntut penjelasan. Allen tampak ketakutan karena baru kali ini ia melihat sisi ayahnya yang seperti ini, sama seperti Alena. Ia bahkan tidak bisa membela adiknya itu, dan hanya i
"Calief?!"Elva mematung di tempat kala melihat siapa yang berdiri dihadapannya, ia tahu betul kalau seseorang yang tengah berdiri dihadapannya saat ini adalah sosok yang paling sangat dibenci oleh dirinya dan juga kakaknya.Calief merasa geram dan bahkan ingin memarahi orang yang tadi menabraknya. Tapi begitu ia melihat siapa orang yang menabraknya tadi, seketika itu juga ia mengurungkan niatnya. Ia terkejut kala melihat seorang anak kecil yang terlihat cukup mirip dengannya, dan.. Tunggu!"Kenapa anak ini terlihat mirip.. denganku?" Calief menyadari suatu hal, tapi sebelum itu ia harus memastikannya lebih dulu dengan benar."Ekhem!" Ia berdeham untuk menetralkan suasana yang cukup terasa sedikit tegang. "Elva." Panggilnya dengan suara berat yang menyapa pendengaran Elva. Membuat Elva terlihat bingung sekaligus merasa canggung."I-iya?" jawab Elva gugup. Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Huft! Akhirnya meeting kali ini selesai juga. Rasanya aku ingin cepat-cepat bertemu dengan Vani. Sedang apa ya anak itu..? batin Allen bertanya-tanya.Ibu satu anak itu terus saja merasa gelisah sejak mulai memasuki ruang tempat meeting itu berlangsung tadi. Bukan apa, ia cukup terkejut tadi ketika mengetahui bahwa lelaki itu ada dan hadir dipertemuan meeting kerja sama perusahaan kali ini.Pasalnya, laki-laki tersebut biasanya pasti akan mengutus seseorang untuk menjadi perwakilan kerja sama dari perusahaan besarnya. Tapi kali ini? ia juga belum ada persiapan untuk menghadapinya jikalau nanti seandainya semua tak sesuai rencananya.Maka itu akan merugikannya!Tapi bukan itu yang paling Allen pikirkan, melainkan Vani. Allen jauh lebih khawatir dengan putrinya itu. Bagaimana.. bagaimana jika semuanya terbongkar saat ini juga?!Allen ingat betul bahwa Vani masih ada bersama Elva diperusahaan ini, diruangannya.Astaga.. semoga saja
Setengah jam kemudian..Tok!Tok!Tok!"Ya, masuk." Ucap Allen ketika pintu ruangannya di ketuk kembali.Masuklah Widya, sekertaris Allen yang sudah membawa beberapa jumlah berkas yang telah disiapkan olehnya tadi untuk meeting mendadak tersebut."Permis, mrs. Berkas-berkasnya sudah saya siapkan. Dan meetingnya sebentar lagi akan segera di mulai." Ujar Widya sopan seraya menyerahkan berkas-berkas tersebut pada Allen."Ok, sebentar lagi. Saya sedang menunggu sepupu saya untuk menjaga Vani ketika saya meeting nanti."Tak lama setelah Allen mengatakan hal tersebut, pintu pun akhirnya kembali diketuk oleh seseorang. Yang tak lain adalah Elva, adik sepupu Allen yang baru saja tiba dari ke pulangannya, Los Angeles, USA kemarin malam."Ah, maaf kak aku sedikit terlambat. Jakarta sangat macet. And see.. Aku jadinya sekarang terlambat. Sorry.." Ujarnya dengan wajah yang terlihat sedikit merasa bersalah.
Carlina terkejut bukan main ketika mendengar pengakuan dari putrinya tersebut.Bagaimana mungkin, seorang laki laki yang terlihat baik baik saja bisa seperti itu yang tega menyuruh putrinya untuk membunuh darah dagingnya sendiri?!What the hell!Benar-benar lelaki brengsek!"Ja- jadi..." ucap Carlina pelan yang masih dapat di dengar dengan jelas, dengan mulut yang menganga lebar dan mata yang membelalak sempurna.Allen pun lantas menganggukkan kepalanya pelan, membenarkan semua perkataannya barusan yang memang benar adalah fakta."Help me, please....""Tolong, Allen nggak mau menggugurkan janin ini. Allen nggak mau membunuhnya! Bayi ini nggak bersalah.. dia nggak tau apa-apa. Allen nggak mau jadi seorang pembunuh yang tega melenyapkan darah dagingnya sendiri. Kalau mamah sama papah nggak setuju dengan keputusan Allen.. It's okay, Allen akan pergi dari sini. Allen juga nggak mau semakin buat kalian merasa malu karena semu
"Calief, Dia..""Anak rekan bisnis papah, pak Ariz?" Lanjut Carlina menganga tak percaya dengan pengakuan putrinya tersebut."Iya, mah. Hiks.. maafin Allen." Ucap Allen di sela-sela isak tangisannya."Dengar! papah akan buat perhitungan sama dia, Dan papah akan buat dia bertanggung jawab, atas apa yang telah dia lakukan sama kamu!" Tegas Aldric dengan sedikit membentak, yang kemudian bangkit dari sofa, dan berjalan keluar meninggalkan ruang tamu.Namun langkahnya harus terhenti, ketika sebelah kaki kanannya di peluk erat oleh seseorang. Yang ternyata itu adalah, Allen. Putri kesayangannya. Melihat apa yang di lakukan oleh putrinya, membuat Aldric tak tega dan segera melepaskan pelukan erat Allen pada kakinya lalu membantunya berdiri dan kini bergantian, dialah yang memeluknya dengan erat."Hiks.. pah.. maaf.. tolong maafin Allen pah. Ini semua salah Allen pah... tolong maafin Allen.." histeris Allen di dalam dekapan Aldric yang
Alena pulang cepat dari kantor pada sore hari ini. Sebelum kembali, dia mampir terlebih dahulu ke salah satu restoran milik keluarganya. Ia baru saja keluar dari toilet wanita dengan setelan kantor lengkap, serta masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya. Ketika berjalan keluar menuju pintu masuk restoran dirinya sedang tidak fokus. Sehingga menyebabkan orang lain menabrak tubuhnya dari arah yang berlawanan. Alena terjatuh, seseorang itu merasa panik dan segera membantu dirinya untuk berdiri kembali. "Maaf, maaf. Saya tidak sengaja. Sekali lagi saya minta maaf." Sesal orang tersebut. Alena mendongak, menatap wajah sang pelaku. Rupanya itu adalah dia. Pria yang telah merusak kehidupan saudari kembarnya. Ia mengenali muka Calief dari galeri ponsel Allen. Ya, Calief Atharizz Franklyn. Pria bajingan yang sekaligus merupakan ayah kandung dari putrinya, Alesie. Alena hanya mengangguk pelan, ia kemudian melenggang pergi begitu saja. Tetapi saat langkahnya sudah mencapai pintu, C
“Pa, Ma… Allen hamil.” Alena terkejut melihat sang adik kembar tiba-tiba bersujud dan menangis keras di depan orangtuanya. Setelah hampir dua tahun Allen, adik kembarnya, memutuskan untuk hidup mandiri, ia tiba-tiba saja kembali siang ini dalam keadaan kacau. Alena tidak menyangka kalau Allen mengucapkan pengakuan yang begitu menggegerkan isi rumah. Ponselnya terjatuh lepas dari genggaman tangannya ke lantai. "Apa ..? Hamil ..." gumam Alena tidak percaya. “Kamu… gak bercanda kan?” Allen tidak menjawab, tapi suara tangisannya menjadi lebih keras. Bahkan sampai meraung-raung. Elina, mamanya, jatuh pingsan setelah mendengar pengakuan Allen. Dan ayahnya, Bryan, langsung menarik Allen berdiri. Mata besarnya menatap tajam Allen, lalu dengan geram berseru, "Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?!" Tekannya menuntut penjelasan. Allen tampak ketakutan karena baru kali ini ia melihat sisi ayahnya yang seperti ini, sama seperti Alena. Ia bahkan tidak bisa membela adiknya itu, dan hanya i