Kedua orang itu kembali larut dalam keheningan. Apalagi setelah lagi-lagi Soraya memilih untuk diam saja saat Vino kembali menyatakan kalau dirinya tak pernah berselingkuh. Sang istri ternyata masih juga belum percaya.“Tapi sebenarnya… sejak kapan pertemuan kamu dengannya?” tanya Soraya setelah keheningan selama beberapa saat.“Pertemuan? Pertanyaan seperti apa itu?” Vino tertawa miris bercampur lesu. “Tentu aku hanya tahu soal dia saat dia dikenalkan sebagai sekretarisku yang baru, beberapa bulan sebelum kita menikah.”“Benar baru di saat itu?”“Tentu saja? Memangnya apa pemikiran kamu? Kamu mikir aku udah kenal lama sama dia dan bahkan berselingkuh dari kamu sejak zaman kira pacaran, begitu? Jangan bilang kamu sampai berhalusinasi mikir kalau aku menerimanya bekerja denganku karena aku sudah lama berhubungan dengannya. Apa kamu sampai berpikir serendah itu terhadapku.”Soraya kembali diam saja.Namun, sebenarnya dia menanyakan ini bukan karena hendak mencurigai Vino melainkan untuk
Fadly dengan cepat menghentikan mobilnya di depan gedung Rumah Sakit Brahmadja. Sempat ia agak waspada melihat ke sekitar, sebelum menaikkan tudung hoodie yang ia kenakan. Lantas bergegas memasuki pos satpam yang terletak di depan gedung.“Selamat siang, Mas. Saya….” Ucapan Fadly terpotong saat matanya menangkap sosok familier Ratu yang tertidur di tempat duduk bagian dalam pos. “Saya teman yang tadi ingin menjemput pulang wanita itu.”“Oh, akhirnya Anda datang. Tolong segera dibawa ya, Mas. Mbak ini terus membuat kegaduhan sejak tadi. Ngerepotin banget,” omel pria dengan seragam satpam itu.“Baik, Mas. Sekali lagi maafin ulah teman saya ya, Mas.”Fadly pun memasuki pos yang hanya berukuran 4x4 meter itu. Sedikit berlutut untuk menggoyang-goyangkan badan Ratu.“Ratu? Ratu!”Perempuan itu tak langsung sadar di kesempatan pertama.“Ratu, bangun. Kamu kutinggal aja ya di sini? Bangun!”Akhirnya setelah beberapa menit, barulah wanita itu membuka matanya yang sangat sayu. Dan astaga, janga
Dua minggu kemudian.“Belakangan ini begitu sepi. Arvino tidak melakukan apapun selain bolak-balik ke kantor, sementara Soraya tidak pernah ke luar rumah sama sekali. Terutama dia tidak pernah lagi pergi berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai keinginannya untuk menuntut cerai.” Fadly bergumam bosan sambil menimang-nimang ponsel di tangannya. “Tapi mereka jadi bercerai, kan? Gimana kalau perempuan itu berubah pikiran karena kondisi Naka sebelumnya?”Yang ditanya, Ratu, tampak diam saja. Karena dia sendiri tampak berfokus dengan pemikirannya sendiri kini. Karena dia juga pusing sendiri dengan minimnya perkembangan akan rencananya selama dua pekan ini.“Ratu, kenapa kamu diam saja? Gimana menurutmu kalau mereka beneran nggak jadi cerai? Bagaimana dengan bagianku? Karena sejak awal aku telah melakukan banyak hal untuk membantu kamu melancarkan rencana kamu. Jangan sampai kamu mencurangiku,” ucap Fadly lagi kepadanya.“Nggak akan,” sahut Ratu singkat.“Nggak akan apa? Kamu nggak akan m
[+62852XXXXXXX6: Dasar wanita tidak tahu malu. Wanita murahan. Wanita rendah yang gila akan harta.][+62852XXXXXXX6: Kenapa kamu terus saja mengaku-ngaku sebagai ibu dari anakku? Kenapa kamu masih dengan tidak tahu malu bertahan dengan suami yang telah mengkhianatimu? Berhentilah menjadi sok malaikat lalu katakan yang sebenarnya.][+62852XXXXXXX6: Ini pasti memang demi mempertahankan hak warisan Nala sebagai keturunan pertama, iya, kan? Hey, itu adalah hak Naka karena dia dilahirkan lebih dulu. Dia juga anak laki-laki Mas Vino satu-satunya sehingga kamu tak berhak untuk mengalihkan haknya sebagai pewaris demi putri kamu itu.][+62852XXXXXXX6: Dasar wanita siluman. Tunggu saja sampai Naka tahu kebenarannya nanti, maka dia pasti akan membenci kamu. Dia akan tahu kalau kamu nggak lebih dari seorang ibu tiri kejam yang menjauhkannya dari ibu kandungnya. Aku akan pastikan kalau kamu pasti akan segera mendapatkan ganjarannya.]Soraya memejamkan matanya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk menge
“Undangan pesta kolega?”Soraya bertanya heran pada Vino yang menyampaikan suatu kabar padanya sepulang ia bekerja sore ini. Di mana pria itu tadi tampak sedikit ragu-ragu untuk menyampaikannya.“Hm… begitulah. Seperti biasa mereka selalu menganjurkan untuk membawa pasangan.” Vino kembali dengan hati-hati mengatakan itu sambil terus memantau ekspresi Soraya. “Tapi… kalau kamu mau ya nggak papa. Kamu nggak usah ikut. Nanti aku bisa bikin alasan kamu sibuk atau sebagainya.”Soraya masih saja diam dan berpikir. Ekspresinya tampak sangatlah serius. Hal itu membuat sang pria semakin gugup saja, sehingga terlihat jelas dari raut wajahnya.“Apa Pak Sandy dari Brigo juga akan diundang ke acara itu?”Vino tampak sedikit mengernyitkan dahinya heran. “Kenapa kamu bertanya soal dirinya --“ Ekspresi Vino berubah lagi setelahnya. “Enggak deh kayaknya. Ini bukan kolega yang berhubungan dengan perusahaannya.”Vino baru ingat kalau awal pertemuannya dengan Ratu adalah di pesta salah satu kolega juga.
Sejujurnya dulu menemani Vino menghadiri pesta atau jamuan dari kolega pentingnya adalah hal yang cukup menyenangkan di rumah. Meninggalkan sejenak rutinitas hariannya sebagai ibu rumah tangga, gadis itu akhirnya bisa kembali mengenakan pakaian bagus dan berdandan. Dia juga bisa bertemu dengan beberapa kenalan ibu-ibu untuk sekadar mendengarkan gosip dan celotehan mereka.Namun, tentu saja keadaan sekarang tak seperti biasanya. Tak hanya hubungannya dengan Vino tak selengket dulu, perasaannya saat menginjakkan kaki di tempat keramaian tidak seantusias biasanya. Sebab semua ini terasa palsu. Senyuman ini, kemesraan ini, hingga keantusiasannya untuk bertutur sapa dengan orang-orang.‘Tapi untunglah. Sepertinya wanita itu memang nggak datang ke tempat ini. Aku nggak bisa membayangkan omong kosong seperti apa yang akan dia lakukan kalau sampai kami berpapasan. Dia mungkin akan mempermalukan kami.’ Soraya bergumam di dalam hati sambil masih mengumbar senyuman pada orang-orang itu. ‘Tapi… k
Astaga, cincin pernikahan!Bagaimana mungkin Soraya bisa lupa memakainya. Mungkin tadi karena dia cukup terburu-buru karena sedikit terlambat berpakaian karena mengurusi keperluan anak-anaknya. Lagipula ini juga kali pertama lagi baginya dapat menghadiri sebuah pesta formal, sehingga persiapannya jadi lebih riweuh daripada sebelum-sebelumnya.Namun masalahnya ini tak pernah terjadi sebelumnya.Tak peduli betapa sibuknya dia, tak peduli bagaimana dia terburu-buru, atau tak peduli saat mencoba berdandan dengan sebaik mungkin, namun Soraya pasti tak akan pernah lupa memasangkan cincin itu di jarinya. Sebab dia tahu kalau itu adalah lambang kebanggaannya.Tapi tadi itu kenapa ya? Kenapa dia melupakannya dengan tanpa sadar? Kenapa dia beneran tak ingat sama sekali untuk memakainya?“Kenapa, Jeng? Beneran lupa? Atau… apa jangan-jangan kececer dengan nggak sengaja?” tanya si biang gosip lagi dengan begitu ingin tahu.“O-Oh, ini… ini memang kelupaan tadi,” sahut Soraya canggung sambil melayan
Bak sebuah dejavu, di titik yang sama di depan gerbang kompleks, dia dihentikan oleh sebuah mobil sedan yang sama. Lantas dari dalamnya keluarlah sosok yang sama. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan balutan gaun kasual berwarna orange.Vino mendesah muak. Dengan kesan ditekannya klakson mobil agar kendaraan minggir untuk membuka jalan untuknya. Namun layaknya sebuah batu, kendaraan itu tetap di sana bersama dengan sosok Ratu yang kini telah bergeser ke bagian luar samping kanan mobil bagian depan.Ratu mengetuk kaca mobilnya sebanyak tiga kali, namun Vino menolak untuk memenuhi keinginannya itu. Dia enggan membuka kaca jendela dan bahkan enggan untuk melirik ke arahnya. Tangannya terus fokus menekan klakson mobil agar diberi jalan.Kaca jendela kembali diketuk, kali ini bersama dengan deringan di ponselnya. Vino memandang tajam sang wanita gila yang melambai girang sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Kalau begini sepertinya dia bisa terjebak di sini untuk selamanya.‘Lagipula se