Dua minggu kemudian.“Belakangan ini begitu sepi. Arvino tidak melakukan apapun selain bolak-balik ke kantor, sementara Soraya tidak pernah ke luar rumah sama sekali. Terutama dia tidak pernah lagi pergi berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai keinginannya untuk menuntut cerai.” Fadly bergumam bosan sambil menimang-nimang ponsel di tangannya. “Tapi mereka jadi bercerai, kan? Gimana kalau perempuan itu berubah pikiran karena kondisi Naka sebelumnya?”Yang ditanya, Ratu, tampak diam saja. Karena dia sendiri tampak berfokus dengan pemikirannya sendiri kini. Karena dia juga pusing sendiri dengan minimnya perkembangan akan rencananya selama dua pekan ini.“Ratu, kenapa kamu diam saja? Gimana menurutmu kalau mereka beneran nggak jadi cerai? Bagaimana dengan bagianku? Karena sejak awal aku telah melakukan banyak hal untuk membantu kamu melancarkan rencana kamu. Jangan sampai kamu mencurangiku,” ucap Fadly lagi kepadanya.“Nggak akan,” sahut Ratu singkat.“Nggak akan apa? Kamu nggak akan m
[+62852XXXXXXX6: Dasar wanita tidak tahu malu. Wanita murahan. Wanita rendah yang gila akan harta.][+62852XXXXXXX6: Kenapa kamu terus saja mengaku-ngaku sebagai ibu dari anakku? Kenapa kamu masih dengan tidak tahu malu bertahan dengan suami yang telah mengkhianatimu? Berhentilah menjadi sok malaikat lalu katakan yang sebenarnya.][+62852XXXXXXX6: Ini pasti memang demi mempertahankan hak warisan Nala sebagai keturunan pertama, iya, kan? Hey, itu adalah hak Naka karena dia dilahirkan lebih dulu. Dia juga anak laki-laki Mas Vino satu-satunya sehingga kamu tak berhak untuk mengalihkan haknya sebagai pewaris demi putri kamu itu.][+62852XXXXXXX6: Dasar wanita siluman. Tunggu saja sampai Naka tahu kebenarannya nanti, maka dia pasti akan membenci kamu. Dia akan tahu kalau kamu nggak lebih dari seorang ibu tiri kejam yang menjauhkannya dari ibu kandungnya. Aku akan pastikan kalau kamu pasti akan segera mendapatkan ganjarannya.]Soraya memejamkan matanya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk menge
“Undangan pesta kolega?”Soraya bertanya heran pada Vino yang menyampaikan suatu kabar padanya sepulang ia bekerja sore ini. Di mana pria itu tadi tampak sedikit ragu-ragu untuk menyampaikannya.“Hm… begitulah. Seperti biasa mereka selalu menganjurkan untuk membawa pasangan.” Vino kembali dengan hati-hati mengatakan itu sambil terus memantau ekspresi Soraya. “Tapi… kalau kamu mau ya nggak papa. Kamu nggak usah ikut. Nanti aku bisa bikin alasan kamu sibuk atau sebagainya.”Soraya masih saja diam dan berpikir. Ekspresinya tampak sangatlah serius. Hal itu membuat sang pria semakin gugup saja, sehingga terlihat jelas dari raut wajahnya.“Apa Pak Sandy dari Brigo juga akan diundang ke acara itu?”Vino tampak sedikit mengernyitkan dahinya heran. “Kenapa kamu bertanya soal dirinya --“ Ekspresi Vino berubah lagi setelahnya. “Enggak deh kayaknya. Ini bukan kolega yang berhubungan dengan perusahaannya.”Vino baru ingat kalau awal pertemuannya dengan Ratu adalah di pesta salah satu kolega juga.
Sejujurnya dulu menemani Vino menghadiri pesta atau jamuan dari kolega pentingnya adalah hal yang cukup menyenangkan di rumah. Meninggalkan sejenak rutinitas hariannya sebagai ibu rumah tangga, gadis itu akhirnya bisa kembali mengenakan pakaian bagus dan berdandan. Dia juga bisa bertemu dengan beberapa kenalan ibu-ibu untuk sekadar mendengarkan gosip dan celotehan mereka.Namun, tentu saja keadaan sekarang tak seperti biasanya. Tak hanya hubungannya dengan Vino tak selengket dulu, perasaannya saat menginjakkan kaki di tempat keramaian tidak seantusias biasanya. Sebab semua ini terasa palsu. Senyuman ini, kemesraan ini, hingga keantusiasannya untuk bertutur sapa dengan orang-orang.‘Tapi untunglah. Sepertinya wanita itu memang nggak datang ke tempat ini. Aku nggak bisa membayangkan omong kosong seperti apa yang akan dia lakukan kalau sampai kami berpapasan. Dia mungkin akan mempermalukan kami.’ Soraya bergumam di dalam hati sambil masih mengumbar senyuman pada orang-orang itu. ‘Tapi… k
Astaga, cincin pernikahan!Bagaimana mungkin Soraya bisa lupa memakainya. Mungkin tadi karena dia cukup terburu-buru karena sedikit terlambat berpakaian karena mengurusi keperluan anak-anaknya. Lagipula ini juga kali pertama lagi baginya dapat menghadiri sebuah pesta formal, sehingga persiapannya jadi lebih riweuh daripada sebelum-sebelumnya.Namun masalahnya ini tak pernah terjadi sebelumnya.Tak peduli betapa sibuknya dia, tak peduli bagaimana dia terburu-buru, atau tak peduli saat mencoba berdandan dengan sebaik mungkin, namun Soraya pasti tak akan pernah lupa memasangkan cincin itu di jarinya. Sebab dia tahu kalau itu adalah lambang kebanggaannya.Tapi tadi itu kenapa ya? Kenapa dia melupakannya dengan tanpa sadar? Kenapa dia beneran tak ingat sama sekali untuk memakainya?“Kenapa, Jeng? Beneran lupa? Atau… apa jangan-jangan kececer dengan nggak sengaja?” tanya si biang gosip lagi dengan begitu ingin tahu.“O-Oh, ini… ini memang kelupaan tadi,” sahut Soraya canggung sambil melayan
Bak sebuah dejavu, di titik yang sama di depan gerbang kompleks, dia dihentikan oleh sebuah mobil sedan yang sama. Lantas dari dalamnya keluarlah sosok yang sama. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan balutan gaun kasual berwarna orange.Vino mendesah muak. Dengan kesan ditekannya klakson mobil agar kendaraan minggir untuk membuka jalan untuknya. Namun layaknya sebuah batu, kendaraan itu tetap di sana bersama dengan sosok Ratu yang kini telah bergeser ke bagian luar samping kanan mobil bagian depan.Ratu mengetuk kaca mobilnya sebanyak tiga kali, namun Vino menolak untuk memenuhi keinginannya itu. Dia enggan membuka kaca jendela dan bahkan enggan untuk melirik ke arahnya. Tangannya terus fokus menekan klakson mobil agar diberi jalan.Kaca jendela kembali diketuk, kali ini bersama dengan deringan di ponselnya. Vino memandang tajam sang wanita gila yang melambai girang sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Kalau begini sepertinya dia bisa terjebak di sini untuk selamanya.‘Lagipula se
“Jadi… itu yang kamu lakukan? Kupikir kamu menemuinya karena Plan B, tapi ternyata hanya memohon-mohon nggak jelas seperti itu?”Fadly mengomel lagi pada Ratu. Dia tak habis pikir dengan apa yang terjadi hari ini.Jadi pagi-pagi sekali Ratu mengajaknya pergi menuju kompleks perumahan Bentala. Fadly pikir wanita itu punya rencana untuk mendesak perceraian Vino dan Soraya, sebab dia terus tak menjawab apapun saat ditanya. Tapi ternyata wanita itu hanya melampiaskan kerinduan dan kefrustrasiannya saja pada pria itu.Hal itu kini membuatnya kesal, sebab belakangan ini Ratu seperti kian hilang fokus saja dengan rencana mereka. Dia menjadi lebih candu minum dan sering melantur. Menurutnya itu tak membantu sama sekali dengan rencana mereka yang juga sedang mandate sejak Soraya tidak lagi melanjutkan pengerjaan tuntutan perceraiannya.“Hey, kamu benar-benar harus berhenti minum. Ada apa denganmu? Ini bahkan masih siang bolong,” kata Fadly sambil duduk di depannya. Ditatapnya sang wanita yang
“Kenapa harus sekarang sih ketemuannya? Saat kamu sedang mabuk berat begini?”Fadly mendesah berat sambil terus mengendalikan laju kendaraan yang dia kemudikan. Sesekali melirik Ratu yang bersandar lesu di jok sebelahnya.“Kamu sih yang salah sebenarnya. Orang gila macam apa yang mabuk tengah hari seperti ini. Lagipula… kenapa kamu tidak menunda sajaa pertemuannya menjadi… besok misalnya? Kenapa malah langsung setuju saja untuk menemuinya saat diminta?” omelnya tak lama kemudian.“Karena aku memang sudah lama ingin bertemu dengannya. Tentu saja lebih tepat lebih baik.” Ratu terkekeh sambil masih saja menyandarkan seluruh tubuhnya di sana. “Tapi aku benaran nggak apa-apa kok. Aku nggak merasa mabuk sama sekali. Aku merasa sangat sadar.”“Jangan bercanda. Kamu jelas terlihat nggak fokus. Arh, sial, padahal aku beneran nggak pengen sampai terlalu berdekatan dengan Soraya maupun Vino lagi. Aku hanya ingin membantu dari belakang saja Tapi kini kamu membuatku terus saja melakukan hal-hal ya