Beranda / CEO / Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan / S2| 52. Bersenang-senang di Pantai

Share

S2| 52. Bersenang-senang di Pantai

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
"Ada apa, Bi?" Emily memiringkan kepala, memeriksa keadaan sang bibi.

Barbara mengerjap. Sambil menyimpan ponsel ke dalam tas, ia menggeleng. "Sepertinya, lebih baik kita tidak usah mengadakan siaran. Bagaimana kalau hari ini kita bersenang-senang saja?"

"Aku suka, tapi ... apakah Bibi tidak apa-apa?" Alis Emily berkerut resah.

"Tenang, Emily. Kita bisa mengambil beberapa foto dan video. Itu bisa dijadikan konten nanti." Louis mengangkat pundaknya ringan.

“Wah! Itu ide bagus, Louis.” Wajah bulat Emily kembali berseri-seri. Sambil melahap sedikit demi sedikit rotinya, ia terus mengungkapkan ide.

Sementara itu, Philip melirik Barbara. Ia tahu gadis itu menyimpan kegusaran. "Ada apa?" bisiknya.

Barbara mengerjap. "Hah?" Selang satu kedipan, ia menggeleng. "Oh, tidak ada apa-apa. Ayo makan."

Mengendus ketakutan, Philip pun memandang sekitar. Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah mobil hitam yang terparkir miring, tepat di belakang mereka. Pengemudinya baru saja menaikkan kaca j
Pixie

Apa pilihan Barbara? Tetap tinggal atau berpisah?

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
SK Celey
Pilihan yg sulit, sesulit utk berubah menjadi baik dan maju. smg Barbara memilih menjadi dewasa dan bertanggungjawab tidak lagi mengharap uang belanja dari papa. lanjut Thor.. suka bgt dg kejutannya
goodnovel comment avatar
Maria Katarina
sama Paul aja..sapa tau Barbara bisa berlatih bisnis dengan papa nya ..lalu setelah berhasil baru menemui Philip dengan rasa bangga akan dirinya sendiri.kasian Paul krn sepertinya dia tulus mengasihi anaknya dibandingkan nenek lampir yg menjadikan anaknya sebagai alat utk ambisinya.lanjut thor
goodnovel comment avatar
Golden Time
Tinggal sama Paul aja, daripada sama Melanie,Barbara jadi ga berkembang. Barbara kan fikirannya juga udah banyak terbuka setelah kenal phillip, kalo ikut paul dia bisa bebas melakukan kegiatan buat improve kemampuannya. Gpp kepisah sementara, nanti 2/3 tahun kemudian ketemu sama phillip lagi wkwk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 53. Sepi Tanpa Bibi

    "Louis, Emily, terima kasih atas kebersamaan kita beberapa hari ini. Aku senang memiliki keponakan seperti kalian. Tapi sekarang, aku harus pulang. Kalau kalian merindukanku, video call saja. Oke?" Barbara tersenyum, mencoba untuk tidak menampakkan kesedihan. Namun, matanya tidak bisa berbohong. Louis dan Emily pun mulai mencebik. Wajah mereka mengernyit. Mereka kira mereka siap menghadapi kepergian sang Bibi. Namun ternyata, hati tidak bisa disangkal. Tiba-tiba saja, Emily merengek. Tangannya menggapai-gapai. "Bibi ...." Barbara mendesah lirih. Sambil menekuk lutut, ia mendekap Emily. “Kenapa kau menangis? Ini jadi terkesan aneh.” "Kurasa aku akan sangat merindukan Bibi. Kantorku akan sepi. Tidak ada yang akan berdebat denganku lagi." "Hei, tenanglah. Kita masih bisa bekerja sama. Teknologi sudah canggih." Barbara berusaha tegar. Sementara itu, Louis menghampiri dengan bibir terlipat tipis. Tampak jelas, ia kesulitan menahan tangis. "Bibi, maaf kalau aku sering membuat Bibi j

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 54. Nenek Jahat!

    Melanie menyentak Philip, tetapi pria itu sama sekali tidak bergerak. Malah dirinya sendiri yang terdorong ke belakang. Hatinya semakin panas. “Maaf, Nyonya. Putri Anda pulang bersama ayahnya. Harus berapa kali kami mengatakannya agar Anda percaya?” ujar Philip, datar. Merasa geram, Melanie mulai memukul-mukul pundak Philip. “Itu mustahil! Putriku tidak mungkin meninggalkanku sendirian di sini. Dia tidak mungkin ikut dengan ayahnya!” Philip tidak melawan. Ia hanya mengangkat sebelah tangan, melindungi matanya. Namun, Melanie malah membabi buta. Menyaksikan Philip ditindas, si Kembar tidak terima. Mereka kompak menarik gaun Melanie agar menjauh dari sang pria. “Kenapa Nenek memukul Philip? Dia tidak salah apa-apa!” “Berhenti, Nenek! Jangan memukulinya lagi!” “Diam kalian!” Melanie mengayunkan tangan, mengusir si Kembar. Tak sempat mengelak, Emily pun terdorong ke belakang. Kalau saja ia tidak menumpu beban dengan siku, kepalanya pasti sudah membentur tanah. “Emily!” Kara bergeg

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 55. Tak Bisa Bertahan Tanpa Barbara

    Frank memiringkan kepala, menatap Melanie seolah ia tidak mengenalnya. "Mama tidak melihat interaksi mereka belakangan ini? Anak-anak mencintai Barbara. Barbara bahkan bersenang-senang bersama mereka. Kenapa Mama malah berpikiran jelek begitu?" Melanie mengeraskan otot wajahnya. Kedua tangannya menggenggam lengan Frank erat. "Jangan tertipu oleh mereka, Frank. Mereka itu setan cilik yang pandai berakting. Mereka cuma baik di depanmu. Tadi saja, mereka berani membantah Mama. Mereka menarik-narik gaun Mama!" "Itu karena Mama dulu yang memulai." "Tidak!" Melanie memasang tampang memelas. "Tolong, Frank. Kali ini saja, berpihaklah kepada Mama. Sudah cukup kau membela mereka." "Aku tidak membela siapa-siapa. Aku hanya mengungkapkan kebenaran. Barbara aman bersama ayahnya dan kita tidak perlu mengkhawatirkannya." Nada bicara Frank turun drastis. Sorot matanya menajam. Namun, Melanie malah mendengus. Sambil menggertakkan geraham, ia mengguncang lengan putranya. "Sadarlah, Frank.

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 56. Demi Barbara

    Frank menoleh. Mulutnya terkatup rapat sejenak. "Tidak ada. Biarkan saja Barbara tetap pada keputusannya. Kalian masih bisa bersabar menghadapi ibuku?" Philip menghela napas lelah. Kara pun menepuk-nepuk lengannya. "Tolong bersabarlah, Phil. Demi Barbara." Alis Philip terangkat maksimal. "K-kenapa demi Barbara?" Frank dan Kara saling lirik. Senyum mereka berubah misterius. "Bersemangatlah." Frank menepuk pundak Philip, lalu merangkul pinggang Kara. Bersama-sama, mereka masuk ke rumah. Philip berkedip-kedip mencerna keadaan. "Apakah mereka sudah tahu?" gumam pria muda itu. Selang beberapa saat, ia mendesah pasrah. "Louis tidak bisa dipercaya." Sementara yang lain mulai melupakan apa yang tadi terjadi, Melanie mondar-mandir di dalam kamarnya. Sesekali ia menggigit jari, sesekali ia mendesah. "Gawat! Ini benar-benar gawat." Sambil menggertakkan gigi, Melanie membanting dirinya di kursi. "Kalau Barbara tidak di sini malam ini, aku bisa gagal mendapat warisan." Sambil berkedip-k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 57. Maaf Ibuku Tak Sebaik Ibumu

    Frank menarik napas berat. "Papa tidak tahu. Papa tidak pernah mendengar cerita apa pun tentangnya. Papa bahkan tidak tahu namanya." Alis Emily bergerak turun. Sebelah tangannya terangkat menyangga pipi. "Itu sangat menyedihkan. Papa pasti merindukannya." "Ya." Tatapan Frank mulai menerawang. "Dulu ketika Papa seusia kalian, Papa sering mengira-ngira seperti apa nenek buyut kalian." "Dia pasti sangat cantik," angguk Louis. Frank tertawa lirih. Sambil mengamati wajah Louis dan Emily, ia berbisik, "Papa juga berpikir begitu. Tapi karena Papa tidak bisa bertemu untuk memastikannya, Papa hanya bisa berdoa. Semoga Nenek bahagia di mana pun dia berada." "Amin." Si Kembar merapatkan tangan di depan dada dan terpejam sesaat. Saat matanya kembali terbuka, Emily langsung meninggikan alisnya. "Louis, bagaimana kalau kita berdoa untuk Bibi juga? Semoga dia tidak terlalu sedih karena orang tuanya berpisah.” Mata Louis sontak melebar. “Itu ide bagus, Emily.” Gadis mungil itu tersenyum man

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 58. Saling Rindu

    Louis terkekeh. "Aku tidak sengaja melihatnya." "Bukan tidak sengaja, Mama. Louis mengikuti Philip karena dia pikir gerak-gerik Philip aneh. Dia bahkan menguping. Padahal, itu sudah jam tidur." Kara melirik Louis, menyatakan teguran. Balita itu langsung membulatkan mata. "Itu tidak lama, Ma. Aku cuma terlambat lima menit masuk ke kamar." Merasa gemas, Kara mencubit pipi sang putra. "Lain kali, jangan diulangi lagi. Mengerti? Menguping pembicaraan orang lain itu tidak sopan, Sayang." "Baiklah, Ma. Aku akan mencoba untuk mengingatnya. Sekarang, bagaimana pendapat Mama tentang animasi kami? Ada yang perlu diubah?" Mata Kara menyipit. Ia tahu Louis sengaja mengalihkan pembicaraan. Namun, nasihat yang berulang juga tidak berguna. Jadi, ia kembali menatap layar. "Mama rasa animasi ini sudah sempurna. Kapan kalian mau mengirimnya kepada Bibi?" Tiba-tiba, raut si Kembar manyun. Emily tertunduk, sedangkan Louis mengetuk jam tangan canggihnya. "Nomor Bibi pasti masih belum aktif. Dia be

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 59. Philip Menyukai Bibi

    Rahang Philip mengeras. "Maaf, Nyonya. Bukannya saya melarang, tapi Barbara sendiri yang tidak mau berbicara dengan Anda." "Serahkan!" Melanie menyentak lengan Philip. Merasa risih, pria itu terpaksa merelakan ponselnya. Saat Melanie memeriksa, Barbara ternyata sudah mengakhiri panggilan. "Kau sengaja menutupnya?" hardiknya, tepat di depan muka Philip. Kara mendesah iba. Sambil mengeratkan kepalan tangan, ia akhirnya memasang raut tegas. "Tolong dengarkan dulu, Ma. Kami sama sekali tidak bermaksud untuk menjauhkan Mama dan Barbara. Sebaliknya, kami ingin membantunya agar bisa kembali bersama Mama." Tiba-tiba, Melanie meruncingkan telunjuk di depan muka Kara. "Diam kau! Aku tidak butuh sandiwaramu." Kemudian, sambil meletakkan sebelah tangan di pinggang, Melanie menelepon balik. Namun, beberapa detik berselang, Barbara tidak juga menjawab panggilan. "Sial," umpatnya samar. Dengan gigi terkatup rapat, Melanie menelepon Barbara menggunakan ponselnya sendiri. Ketika operator

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S2| 60. Keputusan Barbara

    Kara kembali tertawa. Sementara si Kembar terus meledek Philip, ia berkata, "Semoga berhasil, Barbara. Kami menantikan kedatanganmu di sini." "Ya! Cepat datang, Bibi. Philip sudah tidak sabar." Telinga Philip sangat merah. Tak sanggup lagi membendung rasa malunya, ia membekap mulut Louis. "Jangan mengada-ada, Tuan Kecil." “Tapi itu ben—” Philip menekuk lutut dan mengunci Louis dengan lengannya. Sang balita tidak lagi berkutik. Tangannya menggapai-gapai kea rah ponsel seolah mengharapkan bantuan dari Barbara. Melihat itu, Emily tertawa terpingkal-pingkal. "Bibi, Philip kesal kami ledek terus. Dia menangkap Louis. Sekarang, mukanya sudah seperti kepiting rebus!" Dengan tangannya yang lain, Philip menangkap Emily. Gadis mungil itu langsung meleyot di pelukannya. Tawanya semakin menjadi. "Philip menyukai Bibi. Philip ...." Pria itu akhirnya berhasil menutup mulut Emily. Namun, Emily masih berusaha untuk bicara, ia ikut menggapat-gapai, meniru Louis. Kara hanya bisa menggeleng mel

Bab terbaru

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status