Caden menggendong Naomi kembali ke kamar pasien Rayden.Kamar Rayden adalah kamar VIP. Selain dilengkapi dengan kamar pendamping, terdapat juga dapur dan juga kamar mandi.Caden membaringkan Naomi di atas ranjang pendamping dengan perlahan, kemudian menyelimutinya. Setelah itu, dia memanggil dokter wanita untuk memeriksa tubuh Naomi.Naomi memang lebih kuat dibandingkan dengan beberapa wanita tadi. Hanya saja, berhubung dia tidak menguasai seni bela diri dan melawan banyak orang sendirian, wajahnya memang tidak terluka, tetapi terdapat memar di sebagian tubuhnya.Dokter wanita memotret beberapa bagian memar untuk diperlihatkan kepada Caden. Saat ini, raut wajah Caden berubah muram!Caden mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Tony, lalu menyebutkan nama-nama para wanita tadi. “Antar mereka ke luar negeri hari ini juga! Jangan biarkan mereka kembali lagi!”Tony sudah mengetahui kronologis kejadiannya. Dia membujuk, “Bagaimanapun, kita semua itu keluarga. Caden, ada darah Keluarga Pangest
Caden terdiam membisu.Tidak masalah! Lagi pula juga bukan dipukul orang lain! Caden juga tidak merasa malu apalagi sakit ketika ditampar oleh wanitanya sendiri!Kemudian, Caden menjelaskan, “Kamu jangan khawatir. Ini kamarnya Rayden. Tadi kamu jatuh pingsan karena terlalu emosional. Aku nggak lagi melecehkanmu. Aku hanya ingin melihat luka di tubuhmu saja.”Kening Naomi kelihatan berkerut. Dia menahan kerah pakaiannya untuk melindungi diri sendiri, lalu menatap Caden dengan tatapan penuh waspada. Sikap Naomi saat ini sungguh sama persis ketika sedang berkelahi tadi, kelihatan sangat tegang.Caden merasa sakit hati dan tidak berdaya. “Aku pasti nggak akan melukaimu. Kamu juga nggak usah setegang ini. Bagaimana perasaanmu saat ini? Apa kamu merasa nggak nyaman? Apa perlu aku panggil dokter kemari?”Naomi menenangkan diri selama beberapa detik. Dia bertanya dengan mengerutkan keningnya, “Di mana Rayden?”“Di luar.” Naomi mengesampingkan selimut dan menuruni ranjang. Dia berlari pergi me
Caden berjalan ke ujung koridor untuk merokok bersama Dylan. Saat ini, Dylan bertanya, “Apa kamu dipukul Naomi?”Raut wajah Caden berubah muram. Dylan pun berkata dengan tersenyum, “Ada bekas tangan di wajahmu. Kelihatannya sakit sekali.”“Memangnya kenapa kalau aku dipukul dia? Apa urusannya sama kamu?”“Oke, oke, oke. Kamu malah merasa bangga setelah dipukul! Aku nggak bisa dibandingkan sama kamu. Nggak ada yang memukulku!” Dylan menyindir beberapa saat, lalu bertanya, “Apa kamu yakin Naomi itu mama kandungnya Rayden?”“Iya!”“Bukannya hasil tes DNA masih belum keluar?”Kening Caden berkerut. “Firasatku nggak akan salah!”Dylan menghela napas panjang. “Baguslah kalau firasatmu nggak salah! Sepertinya kamu mesti berterima kasih sama aku? Kalau bukan karena aku mengantarmu ke rumahnya Naomi, apa mungkin akan terjadi masalah selanjutnya? Apa kamu akan menemukannya? Nggak, ‘kan?”Caden memalingkan kepalanya untuk melihat Dylan. “Memang seharusnya aku berterima kasih kepadamu. Aku akan tr
Naomi mesti berani untuk memperjuangkan haknya!Caden tidak tahu apa yang ada di benak Naomi. Ketika menyadari Naomi tidak berbicara, dia pun mengingatkan sekali lagi. “Naomi, sudah saatnya makan siang.”Naomi tersadar dari bengongnya, lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Caden. “Aku nggak ingin makan. Kamu makan saja.” Naomi tidak ingin meladeni pria ini sama sekali. Hanya saja, dia tahu seandainya dia ingin diam-diam merebut Rayden dari dirinya, dia mesti membuat Caden lengah.Caden membujuknya. “Kamu mesti makan, setidaknya sedikit.”“Aku nggak selera makan. Aku nggak ingin makan, hanya ingin menemani Rayden saja. Kamu pergi makan sana!”Tatapan Caden ketika melihat Naomi kelihatan rumit. “Kamu nggak ingin makan karena mencemaskan Rayden atau karena marah sama aku?”Kening Naomi berkerut. Tiba-tiba amarah membaluti hatinya. “Kenapa aku mesti marah sama kamu?”“Aku memang … bersalah atas masalah waktu itu. Maafkan aku.”“Maaf? Kamu kira kata maafmu berarti! Semua orang juga bisa
Di dalam kamar pasien, mata Naomi kelihatan memerah ketika menjaga Rayden. Beberapa kali terlintas di benak Naomi untuk membawa Rayden pergi sebelum hasil tes DNA keluar!Sebab, setelah hasil tes DNA keluar, Caden pasti tidak akan mengizinkan Naomi untuk pergi, juga tidak akan mengizinkan Naomi untuk membawa Rayden pergi!Caden akan terus mengawasi Naomi. Kemudian, dia pun akan hidup bagai seekor burung merak yang dikurung di dalam sangkar!Bahkan Naomi saja merasa tidak bahagia, bagaimana dia bisa membahagiakan anak-anak? Apa mungkin anak-anak akan tumbuh sehat fisik dan batin di dalam keluarga yang bermasalah?Naomi lebih memilih untuk membesarkan anak sendiri daripada harus membesarkan anak di dalam keluarga yang tidak bahagia! Namun, bagaimana caranya agar Naomi bisa membawa Rayden meninggalkan tempat ini?Meskipun Naomi tidak bisa membawa Rayden pergi, setidaknya dia mesti mencari cara untuk mengutak-atik hasil tes DNA itu! Apa yang mesti Naomi lakukan? Bagaimana sekarang?“Kring,
Langit semakin gelap. Angin semakin dingin.Di dalam rumah sakit yang mulai gelap, Robbin sedang melakukan tes DNA dengan susah payah. Sore hari tadi, Caden mengantar sampel ke rumah sakit. Tiba-tiba penyakit Rayden malah kambuh. Dia terus sibuk dalam mengobati Rayden, kemudian lanjut melakukan operasi. Saat ini, dia baru mulai disibukkan dengan masalah tes DNA.Seandainya hasil tes DNA tidak keluar besok, sepertinya emosi Caden akan meledak! Jadi, Robbin mesti bergadang untuk menyelesaikannya malam ini!Tiba-tiba lampu di dalam ruangan laboratorium berkedip. Belum sempat Robbin mencari tahu masalahnya, tiba-tiba lampu di dalam laboratorium padam!Robbin sungguh kaget!Saat ini, ada suster yang datang. “Dok, pasien kamar nomor 8 tiba-tiba muntah terus. Kondisinya cukup serius.”Robbin segera berdiri. “Aku akan ke sana. Kamu suruh orang untuk memeriksa arus listrik di dalam laboratorium. Aku masih ada kerjaan malam ini.”“Baik.”Robbin bergegas ke kamar pasien. Tetiba ada sesosok bayang
Naomi pun tercengang dan buru-buru menoleh. Saat melihat Rayden sedang menatap mereka dengan terkejut, dia langsung mendorong Caden dan berlari ke sisi Rayden. Dia berkata dengan suara bergetar, “Rayden ....”Rayden bertanya dengan terkejut, tetapi juga gembira, “Mama? Benar-benar Mama? Mama belum pergi? Aku nggak lagi mimpi?”Naomi pun menangis, lalu memeluk Rayden erat-erat dan menjawab, “Benar-benar Mama! Mama belum pergi! Rayden nggak lagi mimpi! Mama nggak akan pergi lagi!”Rayden berkata dengan napas memburu, “Mama ....”“Emm, Mama ada di sini!”“Mama ... Mama ....” Rayden membenamkan kepalanya ke pelukan Naomi dan menangis tersedu-sedu.Rayden memiliki kepribadian dingin, juga pendiam seperti ayahnya. Namun, dia malah menangis tersedu-sedu saat ini. Tidak peduli setegar apa pun dia biasanya, di hadapan ibunya, dia tetap hanyalah seorang anak kecil.Rayden dan Naomi sama-sama menangis sambil berpelukan. Ini adalah hari pertama ibu dan anak ini mengetahui hubungan mereka yang sebe
Rayden buru-buru menjawab, “Jangan bilang begitu. A ... aku nggak mau Mama mati.”“Emm, Mama nggak mati, juga nggak akan tinggalkan Rayden lagi!”“Oke ... oke ....”Ibu dan anak itu berpelukan dan menangis bersama untuk waktu yang lama. Setelah suasana hatinya stabil, Naomi baru menyeka air matanya, lalu menyeka air mata Rayden. Dia berkata dengan yakin, “Kelak, Rayden bukan lagi anak yang nggak punya mama. Mama akan selalu temani Rayden. Kita nggak akan pisah lagi!”“Emm!”Naomi lanjut berkata dengan suara tercekat, “Rayden, setelah tahu kamu itu anak Mama, Mama memang menyalahkan diri, tapi juga senang banget!”Rayden yang wajahnya terlihat merah menjawab, “A ... aku juga senang banget.”Naomi memeluk Rayden lagi. Kemudian, berhubung sedang tidak bersama Caden, dia bertanya dengan hati-hati, “Rayden, apa kamu bersedia ikut Mama pergi?”“Pergi? Ke mana?”“Ke mana saja selain Jawhar. Kita pergi bareng Braden, Hayden, dan Jayden.”“Bagaimana dengan Papa?”“Dia ... tetap tinggal di Jawh