Di dalam kamar pasien, mata Naomi kelihatan memerah ketika menjaga Rayden. Beberapa kali terlintas di benak Naomi untuk membawa Rayden pergi sebelum hasil tes DNA keluar!Sebab, setelah hasil tes DNA keluar, Caden pasti tidak akan mengizinkan Naomi untuk pergi, juga tidak akan mengizinkan Naomi untuk membawa Rayden pergi!Caden akan terus mengawasi Naomi. Kemudian, dia pun akan hidup bagai seekor burung merak yang dikurung di dalam sangkar!Bahkan Naomi saja merasa tidak bahagia, bagaimana dia bisa membahagiakan anak-anak? Apa mungkin anak-anak akan tumbuh sehat fisik dan batin di dalam keluarga yang bermasalah?Naomi lebih memilih untuk membesarkan anak sendiri daripada harus membesarkan anak di dalam keluarga yang tidak bahagia! Namun, bagaimana caranya agar Naomi bisa membawa Rayden meninggalkan tempat ini?Meskipun Naomi tidak bisa membawa Rayden pergi, setidaknya dia mesti mencari cara untuk mengutak-atik hasil tes DNA itu! Apa yang mesti Naomi lakukan? Bagaimana sekarang?“Kring,
Langit semakin gelap. Angin semakin dingin.Di dalam rumah sakit yang mulai gelap, Robbin sedang melakukan tes DNA dengan susah payah. Sore hari tadi, Caden mengantar sampel ke rumah sakit. Tiba-tiba penyakit Rayden malah kambuh. Dia terus sibuk dalam mengobati Rayden, kemudian lanjut melakukan operasi. Saat ini, dia baru mulai disibukkan dengan masalah tes DNA.Seandainya hasil tes DNA tidak keluar besok, sepertinya emosi Caden akan meledak! Jadi, Robbin mesti bergadang untuk menyelesaikannya malam ini!Tiba-tiba lampu di dalam ruangan laboratorium berkedip. Belum sempat Robbin mencari tahu masalahnya, tiba-tiba lampu di dalam laboratorium padam!Robbin sungguh kaget!Saat ini, ada suster yang datang. “Dok, pasien kamar nomor 8 tiba-tiba muntah terus. Kondisinya cukup serius.”Robbin segera berdiri. “Aku akan ke sana. Kamu suruh orang untuk memeriksa arus listrik di dalam laboratorium. Aku masih ada kerjaan malam ini.”“Baik.”Robbin bergegas ke kamar pasien. Tetiba ada sesosok bayang
Naomi pun tercengang dan buru-buru menoleh. Saat melihat Rayden sedang menatap mereka dengan terkejut, dia langsung mendorong Caden dan berlari ke sisi Rayden. Dia berkata dengan suara bergetar, “Rayden ....”Rayden bertanya dengan terkejut, tetapi juga gembira, “Mama? Benar-benar Mama? Mama belum pergi? Aku nggak lagi mimpi?”Naomi pun menangis, lalu memeluk Rayden erat-erat dan menjawab, “Benar-benar Mama! Mama belum pergi! Rayden nggak lagi mimpi! Mama nggak akan pergi lagi!”Rayden berkata dengan napas memburu, “Mama ....”“Emm, Mama ada di sini!”“Mama ... Mama ....” Rayden membenamkan kepalanya ke pelukan Naomi dan menangis tersedu-sedu.Rayden memiliki kepribadian dingin, juga pendiam seperti ayahnya. Namun, dia malah menangis tersedu-sedu saat ini. Tidak peduli setegar apa pun dia biasanya, di hadapan ibunya, dia tetap hanyalah seorang anak kecil.Rayden dan Naomi sama-sama menangis sambil berpelukan. Ini adalah hari pertama ibu dan anak ini mengetahui hubungan mereka yang sebe
Rayden buru-buru menjawab, “Jangan bilang begitu. A ... aku nggak mau Mama mati.”“Emm, Mama nggak mati, juga nggak akan tinggalkan Rayden lagi!”“Oke ... oke ....”Ibu dan anak itu berpelukan dan menangis bersama untuk waktu yang lama. Setelah suasana hatinya stabil, Naomi baru menyeka air matanya, lalu menyeka air mata Rayden. Dia berkata dengan yakin, “Kelak, Rayden bukan lagi anak yang nggak punya mama. Mama akan selalu temani Rayden. Kita nggak akan pisah lagi!”“Emm!”Naomi lanjut berkata dengan suara tercekat, “Rayden, setelah tahu kamu itu anak Mama, Mama memang menyalahkan diri, tapi juga senang banget!”Rayden yang wajahnya terlihat merah menjawab, “A ... aku juga senang banget.”Naomi memeluk Rayden lagi. Kemudian, berhubung sedang tidak bersama Caden, dia bertanya dengan hati-hati, “Rayden, apa kamu bersedia ikut Mama pergi?”“Pergi? Ke mana?”“Ke mana saja selain Jawhar. Kita pergi bareng Braden, Hayden, dan Jayden.”“Bagaimana dengan Papa?”“Dia ... tetap tinggal di Jawh
Rayden merasa sangat gembira. Dia memeluk Naomi dengan erat dan berkata, “Terima kasih, Ma.”Naomi mengelus kepala Rayden dengan penuh kasih sayang dan menjawab, “Anak bodoh, kamu itu anak Mama. Kamu nggak usah ucapin terima kasih sama Mama.”“Kruyuk ....” Perut Rayden tiba-tiba mengeluarkan bunyi keroncongan.Naomi pun tertawa, lalu bertanya, “Lapar?”Rayden mengangguk dan menjawab, “Sedikit.”“Mama lihat dulu ada apa di kulkas, lalu masak buat kamu, ya.”“Emm!”Kamar pasien rayden ini sangat mewah. Kamar ini memiliki dapur, ruang baca, kamar mandi, dan dilengkapi dengan segala macam kebutuhan sehari-hari.Naomi pun bangkit, lalu pergi ke dapur dan membuatkan makanan untuk Rayden. Sementara itu, Rayden menggunakan kesempatan ini untuk memikirkan cara mengatasi masalah tes DNA. Dia melihat jam tangan pintarnya. Di layar, tertera banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Braden, Hayden, dan Jayden. Setelah melirik ke dapur sekilas, dia pun menelepon Braden.Braden langsung mengangka
Naomi jelas-jelas begitu menyukai Rayden, tetapi malah tidak bersedia mengakui bahwa dirinya adalah wanita malam itu. Dengan tidak mengaku, bukankah itu setara dengan dia tidak mengakui dirinya adalah ibunya Rayden?Naomi tahu jelas Rayden terobsesi dengan ibunya, juga tahu Rayden sangat menantikan kepulangan ibunya. Kenapa Naomi tega berbuat begitu? Apa sebenarnya yang dipikirkannya?Caden tidak tahu bahwa ibu dan anak itu sudah mengetahui identitas mereka satu sama lain. Jadi, dia masih curiga dengan bodohnya.“Apa kamu pernah pikirkan Rayden? Biarpun dia mengakui kamu sebagai ibu angkatnya, hatinya nggak pernah melupakan ibu kandungnya. Dengan tahu kalau kamu itu ibu kandungnya, dia baru bisa benar-benar gembira. Dia baru ....”“Kamu nggak usah khawatir soal aku dan Rayden. Kamu mau buka atau nggak? Kalau nggak, aku mau kembali ke kamar!” sela Naomi sekali lagi.Caden pun mengerutkan keningnya. Apa yang terjadi di antara dirinya dengan Naomi sekarang sama sekali berbeda dengan yang
Naomi yang sudah merasa tegang selama belasan jam pun akhirnya merasa tenang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Caden dengan dingin.Tatapan Naomi itu tiba-tiba membuat hati Caden bergejolak. Dia juga dilanda oleh rasa cemas dan khawatir. Saat Naomi ketakutan, dia merasa kasihan pada Naomi. Namun, saat Naomi tiba-tiba tenang, malah dia yang mulai merasa takut. Tatapan Naomi itu terkesan seperti dirinya sudah siap untuk mati ....Apa Naomi begitu tidak ingin menghadapi kenyataan masa lalu? Naomi tidak ingin menghadapi masa lalu atau tidak ingin menghadapinya? Setelah memikirkan hal-hal ini, Caden ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakannya.Caden akhirnya mengalihkan perhatiannya, lalu lanjut membuka amplop keempat itu. Dia tahu laporan hasil tes DNA keempat ini juga akan menunjukkan hasil yang sama. Namun, dia tetap membukanya ....Berhubung sudah melakukan 4 tes DNA, Caden akan menunjukkan seluruh hasilnya di hadapan Naomi. Selain itu, dia merasa
Robbin benar-benar hampir menangis. Dia buru-buru menjawab, “Aku bersumpah aku nggak melakukan apa-apa! Kali ini, aku juga yang mengujinya tanpa ada campur tangan orang lain!”Naomi berseru, “Aku percaya pada Dokter Robbin!”Robbin merasa sangat terharu dan ingin langsung memeluk Naomi sambil menangis.Di sisi lain, Caden hanya mengerutkan keningnya. Dia tentu saja percaya pada Robbin. Namun, dia juga percaya pada ketiga orang lainnya. Dia lebih percaya lagi pada firasatnya yang mengatakan bahwa Naomi memang adalah wanita malam itu. Firasatnya tidak mungkin salah.Pasti ada yang salah dengan hasil laporan ini. Mungkin saja ada kesalahan yang dilakukan Robbin selama proses pengujian.Caden menatap Naomi dan berkata, “Dari total 4 hasil tes DNA ini, ada 3 lembar laporan yang membuktikan kamu punya hubungan darah dengan Rayden. Kamu masih mau berdalih?”Naomi menjawab dengan tegas, “Hal seperti ini nggak bisa dianalisis berdasarkan teori peluang. Kalau ada hasil yang berbeda, itu sudah cu
“Halo, Naomi. Kangen sama aku?”Naomi menghela napas dan berkata, “Hari ini, Bibi Lyana pingsan.”Camila seketika terkejut. “Bibi Lyana kenapa?”Naomi menceritakan masalah Catherine kepada Camila. Setelah tertegun beberapa saat, Camila baru menyahut, “Benar-benar ada orang yang mengandung anak Dylan? Ternyata mual kehamilan bisa berpindah ke seorang ayah!”Di pagi hari, mereka baru membicarakan hal ini. Camila dan Naomi merasa Dylan hanya sakit, tetapi tidak percaya mual kehamilan bisa berpindah ke seorang ayah. Tak disangka, berita heboh mengenai kehamilan Catherine langsung keluar malamnya.Naomi berujar, “Masih belum tentu itu anak Dylan atau bukan. Apalagi, itu cuma kata-kata sepihak Catherine. Dia bahkan menolak untuk melakukan tes DNA. Aku rasa pasti ada yang disembunyikannya.”Camila terdiam sejenak sebelum menjawab, “Memang ada yang aneh. Kalau itu memang anak Dylan, dia pasti akan biarkan Dylan tes DNA dengan tenang! Tapi, Catherine bernyali juga. Beraninya dia mengancam Dylan
“Apa uang bisa menyingkirkannya?” tanya Caden.Dylan menggeleng. “Dia cuma mau status sebagai istriku.”Caden mengernyit. “Aku dan dia nggak punya hubungan apa pun. Kalau kamu nggak bisa bertindak, apa perlu aku yang cari dia untuk membicarakannya?”Dylan mengerutkan keningnya dan menggeleng. “Aku nggak bisa melukainya.”Caden berujar, “Tapi, kamu mau punya persiapan mental. Kalau kamu nggak bisa tangani hal ini dengan baik, Bibi dan Paman mungkin akan tertimpa masalah besar.”Hanya setelah mengetahui faktanya saja, Lyana sudah langsung pingsan. Jika dia melihat jasad janin itu, mungkin saja dia akan langsung meninggal.Dylan menjentikkan abu rokok dengan kuat. “Haih ....”Kali ini, Dylan benar-benar bertemu kesulitan. Hal ini jauh lebih serius daripada isu kehamilan beberapa hari lalu. Dia benar-benar tidak menemukan cara penyelesaiannya.Entah karena terlalu cemas atau apa, sebelum menghabiskan sebatang rokok ini, Dylan mulai muntah-muntah lagi. Berhubung lambungnya kosong, dia hanya
“Dia nggak bersedia keluar. Dia cuma kasih waktu seminggu kepada kami untuk mempertimbangkannya. Seminggu lagi, kalau aku nggak bawa dia daftarkan pernikahan kami, dia akan kirim jasad janin itu ke rumah!”Caden juga merasa sangat kesal setelah mendengar ancaman itu. Dia bertanya dengan ekspresi muram, “Kalau dia merasa itu anakmu, kenapa dia nggak bersedia lakukan tes DNA?”Dylan menjawab dengan kesal, “Aku sudah tanya, tapi dia nggak mau kasih penjelasan. Dia cuma bilang, kami boleh nggak percaya dan langsung menolak, lalu tinggal tunggu terima jasad janin itu.”Catherine tahu jelas kelemahan Kevin dan Lyana. Berhubung mereka sangat menginginkan cucu, mereka pasti tidak berani mengambil risiko. Sementara itu, Dylan adalah anak yang berbakti dan juga tidak akan berani mengambil risiko. Bagaimanapun juga, apabila Kevin dan Lyana melihat jasad janin itu, mereka pasti tidak akan bisa menerimanya. Mungkin saja, hal ini juga akan menimbulkan korban jiwa.Caden bertanya dengan nada dingin,
Ketika Caden tiba di rumah sakit, Lyana baru keluar dari UGD. Dia berbaring di atas ranjang pasien dengan tenang dan masih belum sadarkan diri.Kevin duduk di samping ranjang pasien dengan ekspresi yang sangat suram, entah karena terlalu khawatir atau terlalu marah. Di sisi lain, Dylan menyeret tubuhnya yang masih lemah dan berlutut di samping dengan tampang bersalah.Melihat situasi ini, Caden sangat terkejut. Ketika di telepon tadi, Dylan hanya mengatakan sudah terjadi masalah, tetapi tidak mengatakan apa yang terjadi.Caden berjalan masuk ke kamar rawat dan bertanya dengan pelan, “Paman, gimana keadaan Bibi?”Kevin mendongak dan menjawab dengan sepasang mata yang merah, “Dia terlalu marah sampai terkena serangan jantung dan pingsan.”Caden pun terkejut. “Waktu aku pergi, dia masih baik-baik saja. Kenapa dia bisa tiba-tiba begitu marah?”Kevin memelototi Dylan dengan dingin, lalu berseru marah, “Tanyakan saja sama anak durhaka ini! Semua ini gara-gara dia! Perbuatannya benar-benar te
Naomi tiba-tiba berlinang air mata. Sebenarnya, dia tahu apa alasan anak-anak memamerkan sertifikat penghargaan mereka, dan Rayden memberitahunya bahwa dia berinisiatif mencari teman baru. Itu karena mereka ingin menghiburnya. Sebagai seorang ibu, dia malah dihibur oleh anak-anaknya.Naomi merasa terharu, tetapi juga bersalah. “Senang. Mama senang banget. Malam ini, Mama akan masak sendiri dan buatkan makanan enak buat kalian. Akhir-akhir ini, keadaan Mama kurang baik karena khawatir sama Braden dan Hayden. Maaf sudah buat kalian khawatir.”Jayden bertanya, “Sekarang, Mama sudah baikan?”Naomi tersenyum. “Sudah.”Baby bertanya, “Mama, kapan Kak Braden dan Kak Hayden pulang? Aku sudah kangen sama mereka.”Naomi menjawab, “Mereka akan segera pulang. Mereka juga kangen banget sama Baby.”Naomi mengobrol sejenak dengan anak-anak, lalu berkata pada Steven, “Terima kasih kamu sudah pergi jemput anak-anak. Malam ini, kamu makan saja di sini. Aku akan masak lebih banyak.”Steven buru-buru menj
Caden mengangkat bahunya dengan tidak berdaya. “Aku juga nggak tahu jelas. Dia bilang nggak. Oh iya, hari ini, Braden menelepon.”Naomi langsung bertanya dengan buru-buru, “Apa katanya? Semuanya baik-baik saja?”Caden tidak mengungkit masalah Kakek Kedua. Dia hanya menjawab, “Dua hari lalu, Hayden demam.”Ekspresi Naomi langsung berubah. “Demam?”“Emm. Tapi, Braden suruh kita nggak usah khawatir. Itu cuma demam biasa. Kalau sudah benar-benar sembuh, mereka akan pulang. Nanti, kamu minta izin beberapa hari lagi saja untuk mereka.”Naomi merasa cemas. “Kenapa bisa demam?”“Katanya, di sana hujan beberapa hari yang lalu. Hayden kehujanan.”“Demamnya tinggi?”“Nggak.”Naomi berkata dengan sedih, “Pantas saja aku nggak berhenti mimpi buruk akhir-akhir ini. Sudah kubilang, selain Camila, pasti masih ada hal buruk lain yang terjadi. Ternyata Hayden sakit! Jangan lihat Hayden biasanya nakal dan suka berkelahi. Dia sebenarnya paling takut disuntik sama minum obat. Dulu, setiap sakit, aku harus
Naomi bertanya, “Setiap … kalinya kamu tambah makan sebanyak ini?”“Emm!”“Tapi, kulihat-lihat sepertinya kamu nggak gendutan?”Camila tersenyum bangga. “Ajaib, ‘kan? Tuhan sayang sama aku! Meski aku makan banyak, aku nggak gemuk-gemuk! Orang-orang di perusahaan kami juga iri banget sama aku!”Naomi bertanya, “Apa ada perubahan dalam tubuhmu? Kamu makan sebanyak ini, apa lambungmu sanggup?”Camila makan sembari menjawab, “Sanggup, kok. Aku nggak merasakan ada yang nggak nyaman. Lagi pula, aku merasa sekarang aku pasti lebih sehat daripada sebelumnya. Dulu hidupku nggak sehat banget, tidurku nggak nyenyak, selera makan biasa-biasa saja, juga banyak pikiran.”“Sekarang aku punya nafsu makan. Selain itu, aku bisa langsung tidur setelah berbaring setengah jam. Keesokan paginya aku juga sangat energik. Aku merasa aku sudah kembali ke umur 18 tahun saja!”Usai berbicara, Camila menyantap mienya. “Mie kuah pedas kedai ini enak sekali, apalagi mie mereka buatan tangan. Kalau kamu dan Tiara ber
Gisela segera mengangguk dan melanjutkan, “Aku tahu masalah itu! Dengar-dengar gara-gara masalah ini, Bu Joana pernah beberapa kali coba untuk bunuh diri!”“Haih, pemikiran anak zaman sekarang sangat terbuka. Mereka semua nggak bersedia punya anak. Ada banyak yang keguguran tanpa sengaja atau dengan sengaja!”“Jadi, hamil itu nggak tergolong kabar bahagia. Bisa melahirkan baru dinamakan kabar gembira. Jangan gembira terlalu cepat!”Begitu Lyana mendengar, dia semakin kesal lagi. Bukannya mereka sedang mengutuk Keluarga Hermanto?Ekspresi Lyana langsung berubah. Dia langsung menyindir, “Kenapa mengandung bukan kabar gembira? Keluarga mana yang nggak senang kalau ada yang hamil? Nggak semua keluarga berkesempatan untuk menggendong cucu!”“Lebih baik kalian berdua gunakan waktu kalian menyindirku untuk berbincang dengan putra kalian. Suruh mereka cepat punya anak!”“Oh, ya, sebelum kalian ngobrol sama anak kalian, kalian mesti ngobrol sama suami kalian dulu. Jangan sampai duluan ada anak
Ketika melihat mereka berdua berbicara dengan semakin gembira, hati Dylan pun terasa penat. Dia memang tidak ingin melukai mereka, tetapi tidak mungkin masalah dibiarkan seperti ini!Konon katanya, semakin besar harapan, semakin besar rasa kecewanya!Kalau tidak kepikiran ide bagus, lebih baik beri tahu kenyataan kepada mereka.Dylan berpikir sejenak, lalu menyantap sesuap buah kiwi. Dia mengangkat kepalanya menatap Lyana dan Kevin, kemudian langsung berterus terang. “Papa, Mama, kalian berdua berhenti dulu. Dengar apa kataku ….”Belum selesai Dylan berbicara, tiba-tiba terdengar suara ketuk pintu. Pintu kamar pun dibuka.Ada dua ibu-ibu kaya berdiri di depan pintu. Mereka sedang mengintip ke dalam kamar. Saat melihat mereka berdua, Lyana langsung merasa tidak gembira. Orang yang berdiri di depan pintu adalah Brenda dan Gisela. Mereka adalah teman satu lingkaran yang sering bertemu di acara kumpul bersama. Hanya saja, Lyana sangat tidak menyukai mereka!Sebab, mereka selalu suka bergo